HukumPolitik

Dwifungsi ABRI Diberangus, Mendagri Ciptakan Dwifungsi Polri

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang juga merupakan politisi PDIP Tjahjo Kumolo dinilai tengah berupaya menciptakan Dwifungsi Polri di era reformasi setelah Dwifungsi ABRI diberangus. Artinya, Tjahjo Kumolo tengah berusaha menggiring Polri untuk berpolitik praksis mengingat Polri sudah dibentuk laiknya kombatan di zaman reformasi.

Seperti diketahui, sejak adanya TAP MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran, fungsi dan kedudukan TNI dan Polri, kepolisian Indonesia telah dipersenjatai dengan senjata-senjata standar militer seolah-olah hendak mempertegas kalau Polri adalah kombatan seperti tentara.

Padahal, sesuai pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 terkait tugas pokok dan fungsinya adalah memelihara ketertiban dan keamanan di masyarakat (Kamtibmas). Artinya, Polri dibentuk bukan untuk berperang karena yang dihadapi adalah masyarakat, bukan musuh negara.

Kini, di era kepemimpinan Joko Widodo Polri justru semakin diperkuat, wewenangnya diperluas. Dan sinyalemen itu tampak dengan keputusan Mendagri yang menunjukan Perwira Tinggi (Pati) Polri aktif untuk menjabat sebagai Plt Gubernur dengan dalih pengamanan daerah. Secara tidak langsung, Tjahjo Kumolo telah meremehkan kemampuan Kapolda Jawa Barat dan Kapolda Sumatera Utara.

Baca Juga:  Sumbang Ternak Untuk Modal, Komunitas Pedagang Sapi dan Kambing Dukung Gus Fawait Maju Pilkada Jember

“Rencana Mendagri yang hendak menjadikan dua pejabat Polri sebagai Plt Gubernur adalah ide yang sangat berbahaya bagi demokrasi karena akan menjadi preseden bagi munculnya Dwifungsi Polri. Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus Dwifungsi ABRI,” kata ketua presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane lewat keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (29/1/2018).

Ind Police Watch (IPW) berharap, penguasa harus bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan jangan berusaha menarik-narik Polri ke wilayah politik praktis. Apalagi hendak menciptakan Dwifungsi Polri. Sebab upaya itu akan merusak citra Polri, membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI di mana Dwifungsi ABRI sudah diberangus kok malah muncul Dwifungsi Polri.

“Mendagri harus segera membatalkan gagasan liarnya tersebut. Mendagri harus paham bahwa tugas kedua jenderal polisi yang akan dijadikan Plt gubernur itu sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak. Assisten Operasi Polri yang akan dijadikan Plt Gubernur Jabar misalnya, tugasnya sangat berat untuk mengendalikan pengamanan Pilkada di seluruh Indonesia. Bagaimana dia bisa mengatasi kekacauan di daerah lain jika dia menjadi Plt Gubernur Jabar. Begitu juga Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumut, tugasnya harus mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan. Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik tarik sebagai pemain,” terang Neta.

Baca Juga:  WaKil Bupati Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Tahun 2024 Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik

Karenanya, IPW berharap Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan Mendagri itu. Sehingga Polri tetap konsen pada penjagaan keamanan di Pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya yang ikut Pilkada. “Seharusnya Plt gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di Kemendagri karena Dwifungsi Polri melanggar UU No 2 tahun 2002 tentang kepolisian,” sebutnya.

Lebih lanjut Neta berharap para birokrat sipil jangan memancing-mancing dan menarik-narik Polri ke wilayah wilayah politik praktis ataupun ke wilayah pemerintahan sipil. Apalagi saat ini ada sejumlah jenderal polisi dan militer yang ikut Pilkada 2018, keberadaan Perwira Polri sebagai Plt gubernur akan bisa berdampak negatif bagi Polri itu sendiri.

“Terutama untuk di Jabar, keberadaan perwira kepolisian sebagai Plt gubernur bisa berdampak pada penggugatan sejumlah pihak terhadap independensi dan profesionalisme Polri. Dalam situasi pilkada seperti sekarang ini posisi Polri sngt tepat jika tetap profesional dan independen serta tetap menjadi polisi sebagai penjaga keamanan. Jika pun terjadi konflik dalam proses Pilkada, Polri lebih bisa berdiri di antara semua kelompok dan tidak dituding berpihak pada satu kelompok. IPW tidak menginginkan Polri dituduh bahwa keterlibatan jenderalnya sebagai Plt gubernur hanya untuk memenangkan cagub dari partai tertentu. Jika kesan itu muncul tentunya akan sangat merugikan masa depan Polri,” papar Neta. (red)

Baca Juga:  DPRD Nunukan Akan Perjuangkan 334 Pokir Dalam SIPD 2025

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 13