NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Keinginan pemerintah untuk mengikuti jejak Presiden Soeharto dalam berswasembada beras tampaknya hanya jargon semata. Menyusul keinginan pemerintah tak berbanding lurus dengan kebijakan yang dikeluarkan. Di tahun 2018 ini, hanya dalam 3 bulan pemerintah telah mengimpor beras mencapai 1 juta ton.
Impor beras pertama dilakukan pemerintah di awal tahun. Tepatnya pada 15 Januari 2018 lalu. Ironisnya, impor dilakukan bersamaan dengan panen raya nasional.
Hal ini memicu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meradang. Pasalnya saat itu, sepanjang bulan Januari hingga Februari dirinya tengah sibuk mengumumkan capaian surplus padi nasional.
Baca Juga:
Swasembada Beras Hanya Mimpi Jokowi
Benih Padi Berbakteri dari Cina, Negara Harus Lebih Ekstra Melindungi Petani
Namun pesta perayaan menyambut panen raya itu ternodai. Setelah koleganya di pemerintahan kabinet Kerja mengeluarkan kebijakan mengejutkan, mengimpor beras secara besar-besaran. Seakan abai dengan psikologi Mentan, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggar Enggartiasto Lukita tetap tak bergeming dengan kebijakan impornya.
Tak lama berselang, Senin, 14 Mei 2018 kemarin, kembali Kemendag bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengizinkan impor beras gelombang dua sebesar 500 ribu ton. Itu artinya, terhitung sejak pertengahan Januari hingga Mei 2018, total impor beras yang dilakukan pemerintah tempus di angka 1 juta ton.
Menanggapi impor beras gila-gilaan yang dilakukan pemerintah, dikutip dari Katadata, Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi (25/4/2018) menolak berkomentar terhadap kebijakan tersebut. Dirinya menjelaskan mengenai impor beras, dirinya menyarankan untuk bertanya langsung ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca Juga:
Mengenal Varietas Padi IR64
Varietas Padi M-400 Dinilai Bisa Kembalikan Kejayaan Padi Nasional
Soal impor jilid I, untuk transaksi dan pengiriman 500 ribu ton tersebut dilakukan dua kali secara bertahap. Beras tersebut antara lain didatangkan dari Vietnam sebanyak 141 ribu ton dan 55.600 ton, Thailand 120 ribu ton dan 83.400 ton, India 20 ribu ton dan 30 ribu ton, serta Pakistan 50 ribu ton.
Tak jauh berbeda dengan kebijakan impor beras gelombang pertama, impor beras jilid II juga menuai kecaman dari masyarakat luas, khususnya para petani dalam negeri. Bahkan kritikan tajam itupun menyasar menyasar pula kepada Bulog.
Namun, Bulog sendiri mengaku tak tahu menahu soal kebijakan impor beras tersebut. Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas), bahkan menegaskan pihaknya tidak menyetujui keputusan untuk impor beras.
Menurut besan Budi Gunawan ini, hal tersebut menunjukkan rawannya ketahanan pangan negara. “Impor saya enggak setuju. Masa pangan harus impor. Berarti negara ini rawan. Kalau makanan pokok itu aja impor, berarti ketahanan negara ini rawan,” ungkap Buwas Kamis, 17 Mei 2018 di Gedung Bulog.
Editor: Gendon Wibisono