NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Direktur (Presidr) PT Avidisc Crestec Interindo, Wirawan Tanzil menjadi saksi pertama yang didengarkan keterangannya dalam sidang lanjutan e-KTP dengan terdakwa Sugiharto dan Irman.
Dalam kesaksiannnya, Wirawan menyebut bahwa Cina sempat berminat untuk memberikan pinjaman lunak (soft loan) untuk mendanai pengadaan sistem AFIS (Automated Fingerprint Identiciation System) dalam proyek e-KTP.
“Tapi oleh menteri tidak di-acc dan diubah menjadi rupiah murni,” ujar Wirawan di Pengadilan Tipikor, Bungur, Jakarta Pusat, Kamis, (27/4/2017).
Kemudian Jaksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bertanya kenapa skema pembiayaan proyek e-KTP diubah dari pinjaman luar menjadi jadi rupiah murni?
“Tidak tahu soal itu, saya cuma dapat surat dari mendagri saat itu, pak Gamawan Gauzi kalau proyek untuk e-KTP itu jadi rupiah murni bukan pinjaman luar negeri,” jawabnya.
Sebelumnya Wirawan menjelaskan, bahwa ada tujuh perusahaan yang berminat untuk ambil bagian dalam program AFIS e-KTP. Salah satunya adalah perusahaan asal Amerika Serikat.
“Tapi US (Amerika) tidak bisa memberikan soft loan,” ucap Wirawan.
Sebagai informasi, proses pembiayaan proyek e-KTP awalnya menggunakan dana PHLN (Pinjaman Hibah Luar Negeri), namun berubah menggunakan APBN murni. DPR adalah pihak yang mendesak agar dana proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP diambil dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Setelah proses negosiasi yang panjang, proyek pengadaan e-KTP pun akhirnya disahkan menggunakan uang negara sebesar Rp5,9 triliun. Namun berdasarkan hitungan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) atas penyelidikan KPK, terdapat dugaan korupsi sekitar Rp2,3 triliun dalam proyek tersebut.
Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman