NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis dijamu Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu di Kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (23/1). Mattis berharap Indonesia-AS bisa memperdalam hubungan pertahanan.
Namun, Mattis tidak langsung menghubungi Kopassus dalam koferensi persnya saat menjawab pertanyaan terkait dilarangnya pasukan elit Indonesia itu masuk ke Amerika. Hanya saja, kedua petinggi negara tersebut mengungkapkan tengah menjajaki kemungkinan untuk mencabut sanksi terhadap Kopassus.
Selain isu-isu soal terorisme dan Laut China Selatan (Laut Natuna Utara), Ryamizard dan Mattis juga disebut-sebut bicara mengenai potensi kerja sama dalam pengadaan jet tempur F-16 tambahan setelah AS menghibahkan 24 unit dan helikopter Apache Boeing untuk Indonesia.
Hal yang sedikit mengganjal AS adalah soal pembelian jet tempur produk Rusia, Su-35. Sebab, alutsista produk Rusia merupakan saingan AS di pasar global. Apalagi saat dunia memasuki abad 21, di tengah situasi batas yang penuh kegamangan sebagai transisi menuju zaman baru, Rusia kembali tampil menjadi aktor utama dalam penjualan alutsista ke mancanegara. Bukan saja ke pasar tradional yang telah hilang setelah jatuhnya Uni Soviet, bahkan kini menerobos ke pasar yang selama ini dikuasai oleh barat. Alutsista produk Rusia memiliki keunggulan komparatif terkait harga dan teknologi yang ditawarkan.
Dalam satu dekade terakhir, Rusia berhasil menjual produk alutsistanya ke lebih dari 60 negara dunia secara signifikan, menggeser Perancis, Jerman dan Inggris. Di samping itu, Rusia juga berusaha memperluas kerjasama internasional di bidang keamanan, militer dan teknis.
AS dalam beberapa kesempatan juga menyatakan kekhawatirannya terhadap lajunya perkembangan alutsista produk Rusia.
Karenanya, Reuters menyebut Ryamizard dan Mattis juga membicarakan soal kemungkinan pembelian untuk 48 unit F-16 tambahan di masa mendatang. Indonesia disebut telah meminta penetapan harga untuk 48 unit jet tempur tersebut dalam sebuah rancangan kesepakatan yang bisa mencapai angka 4,5 miliar dolar AS.
Namun begitu, Indonesia menolak untuk membelinya segera karena masih harus melakukan evaluasi berapa jumlah pesawat yang dibutuhkan.
Menhan menegaskan, Indonesia akan membeli persenjataan jika uangnya ada karena baru saja kedatangan F-16. “Di masa mendatang pasti ada (pembelian senjata). Karena, seiring berjalannya waktu, ada hal yang harus diganti,” ujar Ryamizard. (red)
Editor: Redaktur