NUSANTARANEWS.CO – Bangsa yang Kaya, Tapi Rakyatnya Miskin. Negara kita disebut sebagai negara agraris. Seratus juta rakyat Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Tetapi bangsa kita yang tiga perempat terdiri dari laut sekarang mengimpor ikan asin, ikan teri dan ikan patin. Bangsa kita yang tiga perempat wilayahnya laut sekarang mengimpor garam juga. Bangsa kita yang sudah ratusan tahun punya jutaan hektar sawah, sekarang mengimpor beras, gula, bawang, cabai, singkong, daging, dan susu juga.
Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa sudah bertahun-tahun saya mengatakan di Indonesia ini terdapat paradoks, terdapat kondisi janggal yang saya namakan “paradoks Indonesia”, bangsa yang kaya tetapi rakyatnya miskin. Menurut pendapat saya, kemiskinan ini tidak perlu terjadi apabila para pemimpin yang menguasai pemerintahan melakukan kebijakan-kebijakan yang berdasarkan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat serta didasarkan atas akal sehat.
Seperti kita ketahui bersama saat ini negara kita mengalami sebuah kebocoran anggaran negara yang luar biasa. Jumlahnya sekitar Rp. 1.160 triliun setiap tahunnya. Angka ini adalah hasil dari tiga hal: Kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp. 360 triliun, kebocoran anggaran negara (APBN) sebesar Rp. 500 triliun, dan anggaran negara untuk subsidi energi sebesar Rp. 300 triliun.
Bayangkan dengan uang tunai Rp 1.000 triliun per tahun yang selama ini bocor, kita bisa belanjakan untuk langsung melunasi dalam satu tahun tanpa perlu pinjaman asing (di antaranya): Pembangunan jalan tol Jakarta – Surabaya, pembangunan jalan tol trans Sumatera, pembangunan jalur kereta api trans Sumatera, pembangunan jalur kereta api trans Sulawesi, pembangunan kawasan pangan (food estate) sebesar satu juta hektar untuk memproduksi 15 juta ton padi setahun, dan percepatan pembangunan desa dengan anggaran Rp 1 miliar per desa. Itu pun belum habis uangnya.
Jadi, kita harus fokus kepada sektor pertanian. Dengan strategi dorongan besar menjadikan pertanian sebagai lokomotif penggerak ekonomi Indonesia. Berdasarkan perhitungan tim saya, jika pemerintah menghapus subsidi BBM maka akan membuka kemampuan untuk memberikan subsidi langsung hampir 300 triliun rupiah. Jika dari angka 300 triliun rupiah ini kita gunakan 100 triliun rupiah, atau 10 miliar dolar saja untuk mencetak lahan produktif – berarti kita bisa mencetak dua juta hektare lahan produktif, sekaligus kita bisa ciptakan lapangan kerja yang cukup masif bagi rakyat kita. Uang yang sangat banyak dapat berputar di rakyat kita yang paling miskin. (as/Sumber Prabowo Subianto/Medsos)