EkonomiPolitik

Jokowi Dinilai Lebih Banyak Pencitraan dalam Pembangunan Infrastruktur di Tanah Papua

Jalan Trans Papua (Foto: Dok Kementerian PUPR)
Jalan Trans Papua (Foto: Dok Kementerian PUPR)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aktivis kemanusiaan Natalius Pigai membandingkan pembangunan infrastruktur era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan era kepemimpian Joko Widodo. Menurutnya, SBY membangun infastruktur di Papua tidak untuk pencitraan sebagaimana Joko Widodo.

“SBY bangun infrastruktur 7 ruas jalan prioritas dan 4 ruas jalan strategis tanpa pencitraan. Jokowi hanya bangun 1 ruas jalan Wamena-Nduga, stadion baru dan jembatan Holtekam dari dana kredit PEmda, uang keringat rakyat Papua,” kata Pigai, Jakarta, Senin (20/8/2018).

“Kita perlu memberi gambaran tentang kebenaran secara tegas dan jelas supaya rakyat mengerti dan memahami mengisi kemerdekaan melalui pembangunan infrastruktur sebagai konektivitas antar wilayah yang dilakukan pemerintah di Papua,” tambahnya.

Menurutnya, selama ini pemerintah pusat tidak pernah memiliki rancang bangun infrastruktur jalan dan jembatan di Papua selama 2015-2019. Apa yang dilakukan pemeintah pusat hanya peningkatan jalan dan jembatan sebagaimana lazimnya melalui proyek-protek rutin APBN yang jika dihitung angkanya lebih rendah dari pada provinsi-provinsi lainnya.

Pigai menuturkan, berbagai pihak meminta pemerintah mesti menunjukkan rincian panjang jalan prioritas dan strategis untuk konektivitas kota atau kabupaten, provinsi dan jalan nasional. Karena itu apa yang dilakukan pemerintah sekarang terutama dalam kaitannya membangun infrastruktur di Papua berbeda dengan pemerintahan sebelumnya.

Baca Juga:  Survei Pilgub Jatim: 84,5% Pemilih Gerindra Mantap Pilih Khofifah-Emil

“Presiden Jokowi juga belum pernah mengeluarkan instruksi presiden (Inpres) sebagai landasan pembangunan infrastruktur di Papua. Berbeda dan kontras dengan pemerintah sebelumnya, ada grand design infrastruktur jalan di Papua secara serius dilakukan melalui Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2007 tentang percepatan Pembangunan Infrastruktur Papua,” beber mantan anggota Komnas HAM ini.

Bahkan, Pigai melanjutkan, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 pemerintah memiliki rancangan besar mengatasi permasalahan infrastruktur jalan dan jembatan di Papua dan Papua Barat.

BACA JUGA:

Baca Juga:  Kemitraan Jobstreet by SEEK dan APTIKNAS Hadirkan Jutaan Lowongan Pekerjaan

Atas dasar itu, pemerintah SBY kemudian membangun 11 ruas jalan strategis dan prioritas Provinsi Papua 2010-2014. Rinciannya, 7 ruas jalan strategis dan 4 ruas jalan prioritas dengan dana sebesar Rp 9,78 triliun.

Ketujuh ruas jalan strategis dengan total panjang 2.056 kilometer tersebut adalah Nabire-Waghete-Enarotali sepanjang 262 kilometer, Jayapura-Wamena-Mulia dengan panjang 733 kilomter, Timika-Mapuru Jaya-Pomako sepanjang 39,6 km, dan Serui-Menawi-Saubeba sepanjang 499 kilometer.

Berikutnya adalah Jayapura-Sarmi 364 kilometer, Jayapura-Holtekamp-Batas PNG 53 kilometer, dan Merauke-Waropko sepanjang 557 kilometer. Sedangkan 4 ruas jalan prioritas Provinsi Papua sepanjang 361 km, yakni Depapre-Bongrang, Wamena-Timika-Enarotali, dan Ring Road Jayapura.

Provinsi Papua Barat juga menjadi lokasi pembangunan empat ruas jalan yakni Sorong-Makbon-Mega sepanjang 88 kilometer, Sorong-Klamono-Ayamaru-Kebar-Manokwari dengan panjang 606,17 kilometer, Manokwari-Maruni-Bintuni 217,15 kilometer dan Fak-Fak-Hurimbe-Bomberai sepanjang 139,24 kilometer.

“Ini sedikit membuka mata hati hati kita agar melihat Papua secara terang dan benderang, memilah-milah mana pemimpin yang bekerja mengejar pencitraan dan mana pemimpin yang bekerja sungguh-sungguh dalam kesunyian,” cetusnya.

Baca Juga:  Tingkatkan Infrastruktur, Cagub Luluk Siap Majukan Bawean

“Seorang pemimpin yang profesional, kapabel dan mempunyai integritas tidak pernah menggembar gemborkan seakan-akan metamorfosis Papua seperti daerah lain, apalagi bandingkan dengan negara lain,” sambung Pigai.

Pigai menambahkan, Soekarno juga membangun universitas cenderawasih, Kota Holandia atawa Sukarnopura atawa Jayapura, tidak pernah gembar-gembor melalui media. Soeharto membangun hampir 60 persen pembangunan Papua juga tidak pernah klaim dan mengklaim. Demikian pula Habibie. Gus Dur melakukan suatu kebijakan yang substansial dan fundamental dengan memberi Otonomi Khusus bagi rakyat Papua dan mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua saja, tidak pernah gembar gembor.

“Memang payung pencitraan tidak bisa sembunyikan hujan fakta tentang ketertinggalan, kebodohan, kemiskinan, kematian yang menyelimuti bumi rakyat Papua hari ini. Kekalahan PDIP dalam Pilkada 2018, tidak ada wali kota atau bupati kader PDIP di Papua adalah wujud nyata kebencian dan hukuman dari rakyat secara langsung terhadap pemimpin dan partai yang melakukan pencitraan,” pungkasnya. (bya/alya)

Editor: Banyu Asqalani

Related Posts

1 of 3,069