NUSANTARANEWS.CO – Langkah Ketua DPR Setya Novanto atau disapa Setnov dengan melaporkan dua pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo dan Saut Sitomurang menuai pro-kontra. Sebagaimana diketahui sebelumnya, melalui salah satu anggota tim kuasa hukumnya, Setnov melaporkan dua pimpinan KPK itu ke Bareskrim atas tudingan pemalsuan surat. Laporan itu pun dinaikkan ke tahap penyidikan.
Situasi ini membuat Kapolri Jenderal Tito Karnavian akhirnya ikut angkat bicara mengenai kasus dugaan tindak pidana pembuatan surat palsu dengan terlapor dua pemimpin KPK. Tito berpandangan bahwa langkah yang ditempuh kuasa hukum Setnov dengan melaporkan dua pimpinan KPK ke polisi dianggapnya sebagai sebuah ujian.
“Saya melihat dari kasus ini akan menjadi masalah hukum yang baru, ada kekosongan hukum, kasus ini menjadi ujian,” kata Tito, Kamis (9/11/2017).
Sementara itu, Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengingatkan pihak kepolisian tentang ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal tersebut disebutkan jika proses penyidikan, penuntutan dan persidangan kasus tindak pidana korupsi harus didahulukan penanganannya dibanding dengan perkara yang lainnya.
“Jadi saya kira baik KPK, Polri ataupun Kejaksaan memahami ketentuan di Pasal 25 Undang-undang Tipikor tersebut,” ujarnya di Jakarta, Rabu (8/11/2017).
Meski demikian Febri mengaku pihaknya akan menghadapi hal tersebut. Ia juga mengaku pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas laporan tersebut. Namun dalam SPDP tersebut tidak dijelaskan bagaimana status Agus dan Saut saat ini.
“Jadi perlu ditegaskan di sini, dua pimpinan KPK sebagai pihak terlapor. Tentu kami akan pelajari lebih lanjut, termasuk juga apa yang dipersoalkan di sana, tidak tercantum,” katanya.
Imigrasi Sebut Surat KPK Resmi
Humas Ditjen Keimigrasian Kemenkumham, Agung Sampurno mengatakan bahwa surat perpanjangan pencegahan terhadap Setnov yang diterima oleh Keimigrasian merupakan surat resmi yang dikeluarkan oleh instansi tersebut.
Agung kembali memastikan bahwa surat yang disampaikan oleh KPK pada tanggal 2 Oktober 2017 itu merupakan surat resmi yang diterima secara resmi juga. Pasalnya surat tersebut diantarkan langsung oleh petugas KPK bukan tukang jahit.
Selain itu di dalam suratnya, kata dia, jelas sekali, isi dari orang yang akan dicegah, alasan pencegahan, pejabat yang membuat pencegahan atau menandatangani. Berdasarkan hal itu pihak imigrasi melaksanakan perintah dari KPK.
Dirinya menjelaskan bahwa setiap surat pencegahan maupun perpanjangan pencegahan yang dikirimkan oleh KPK sifatnya adalah sebuah perintah yang harus dijalankan. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011, yang mana ada beberapa Kementerian dan Lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pencegahan, yaitu Polisi, BNN, Kementerian Keuangan, Kejaksaan, dan KPK.
“Nah khusus untuk KPK, kewenangan yang diberikan itu berupa perintah. Jadi artinya surat yang disampaikan atau surat pencegahan yang dibuat oleh KPK merupakan perintah bagi Imigrasi, beda dengan yang lain,” paparnya. Mengenai soal palsu atau tidaknya surat tersebut, Agung menegaskan bahwa itu bukan kewenangan Imigrasi. (*)
Editor: Romandhon