NUSANTARANEWS.CO – Gerakan kebangsaan sesungguhnya merupakan upaya untuk membangkitkan kembali dan mengukuhkan semangat nasionalisme. Upaya tersebut harus benar-benar direalisasikan, baik melalui pendidikan di sekolah termasuk madrasah dan pesantren, di masyarakat maupun pendidikan dalam keluarga. Hal ini diungkapkan anggota Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB) Hernowo Hadiwonggo dalam sebuah catatan refleksinya diperingahatan Hari Sumpah Pemuda ke-89 tahun.
Dirinya menjelaskan, selama lebih satu abad Kebangkitan Nasional atau 109 tahun (1908 – 2017) dan selama 88 tahun pengakuan rakyat Indonesia atau masyarakat Indonesia atau warga negara Indonesia sebagai bangsa Indonesia, dalam kenyataan hingga kini pekik semangat kebangsaan bangsa Indonesia makin melemah, makin sayup-sayup. Bukan makin menguat dan makin lantang.
Memang harus diakui bahwa situasi dan kondisi saat ini, kata dia, sangat berbeda dengan situasi dan kondisi satu abad yang lalu. Demikian pula tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini sangat jauh berbeda dengan tantangan yang dihadapi generasi bangsa waktu itu.
Menurutnya, rasa kebangsaan dan semangat kebangsaan adalah nilai dasar yang terlekat pada diri suatu bangsa. Akan tetapi nilai tersebut tidak dapat terbentuk dengan sendirinya atau terbentuk secara alami.
Sekelompok orang yang bermukim di satu tempat belum tentu dapat disebut bangsa. Misalnya rakyat Kerajaan Sriwijaya yang dikatakan menguasai seluruh wilayah Nusantara, belum dapat dikatakan bangsa Sriwijaya atau bangsa Nusantara. Demikian pula rakyat Majapahit kerajaan besar sesudah Sriwijaya yang juga dikatakan menguasai seluruh Nusantara belum juga dapat disebut bangsa Majapahit atau bangsa Nusantara.
Akan tetapi ketika putera dan puteri Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 mengikrarkan kesepakatan dengan mengaku bahwa mereka “bertanah tumpah darah yang satu tanah Indonesia”; “berbangsa yang satu bangsa Indonesia”; dan “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”; maka saat itulah lahir bangsa Indonesia. Mengapa kita yakin bahwa hari, bulan dan tahun tersebut menjadi saat kelahiran bangsa Indonesia?
Mengutip, Ernest Renan (Perancis), Hernowo mengatakn, bangsa adalah sekelompok orang yang mempunyai kesamaan kehendak untuk bersatu (dalam bahasa Perancis disebut: le desir d’etre ensemble). Para putera dan puteri Indonesia yang menyatakan “mengaku bertanah tumpah darah yang satu, serta mengaku berbangsa yang satu” artinya “mewujudkan kehendak bersama dari sekelompok orang yang bermukim di satu wilayah menjadi satu bangsa”.
Sementara Otto Bauer (Jerman) menyatakan bahwa bangsa itu adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan adat istiadat, karakter atau jati diri yang menunjukkan ciri khas atau kekhasan bangsa tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh para putera dan puteri Indonesia tersebut dengan pernyataan “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Bahasa adalah sarana komunikasi antar manusia dan dalam hal ini bahasa Indonesia adalah lingua franca atau bahasa komunikasi/perhubungan antar suku bangsa Indonesia.
Bahasa adalah sarana untuk mengekspresikan adat istiadat, budaya, dan karakter yang menjadi ciri khas bangsa. Dengan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia artinya para putera dan puteri Indonesia tersebut di samping mempunyai kehendak bersatu, juga ingin menunjukkan identitas bangsa Indonesia dengan bahasanya yang berfungsi pula menjadi perekat kebangsaan Indonesia.
Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa 28 Oktober 1928 adalah saat terbentuknya bangsa Indonesia. Oleh sebab itu sudah seharusnya bangsa Indonesia melakukan renungan untuk mawas diri dalam memperingati 89 tahun usia bangsa Indonesia sekarang ini. (*)
Editor: Romandhon