Ekonomi

Pengamat: Melihat Pertumbuhan Pasar Tradisional, Daya Beli Masyarakat Memang Menurun

NUSANTARA NEWS.CO, Jakarta – Pengamat ekonomi dari Wiratama Institute Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa daya beli masyarakat memang terjadi penurunan dan dapat dilihat serta dibuktikan dengan berbagai indikator. Salah satunya terlihat dari pertumbuhan pasar tradisional.

“Daya beli yang memang menurun, terlihat dari pertumbuhan pasar tradisional Indonesia. Contohnya, terus mengalami perlambatan di mana pada tahun 2015 pertumbuhannya mencapai 13,3% lalu turun pada tahun 2016 menjadi 7,2%,” kata Syarif melalui pesan singkat kepada nusantaranews.co, Jakarta, Jumat (27/10/2017).

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo dan Menteri Perdagangan kompak membantah telah terjadi penurunan daya beli masyarakat. Pemerintah bersikukuh daya beli masih stabil meskipun banyak para pelaku pasar menuruti dan beberapa ritel tutup.

Namun, Syarif menjelaska pada Q1 2017, pertumbuhan ritel tradisional hanya mencapai 4,1%, jauh dibandingkan Q1-2016 yang mencapai 11%. Hal yang serupa terjadi perdagangan di mini market yang selama ini menjadi primadona di Indonesia, mulai mengalami perlambatan dari 16% (2015) menjadi 14,4% (2016). Pertumbuhan bulanannya juga terus mengalami koreksi, dimana pada Semester I-2016 masih bisa tumbuh antara 18-24%, sedangkan pada semester II-2016 hanya bisa tumbuh antara 2-11%,” jelasnya.

Baca Juga:  Sumenep Raih Predikat BB Dalam SAKIP 2024, Bukti Komitmen terhadap Akuntabilitas Publik

Pemerintah sebetulnya tidak perlu membantah terkait fenomena penurunan daya masyarakat ini karena merupakan suatu kewajaran. Aku saja, lalu kemudian mengambilnya sebagai bahan evaluasi agar ke depan dicarikan solusinya. Dan mirisnya, Presiden justru menuduh bahwa penurunan daya beli masyarakat ini hanya akal-akalan lawan politik belaka.

“Daya beli sebenernya fenomena wajar. Mengingat, upah yang cenderung stagnan selama beberapa tahun terakhir, inflasi pangan yang masih tinggi, pekerjaan baru yang didominasi pekerjaan setengah bekerja (di bawah 35 jam/minggu) dan tentunya pertumbuhan ekonomi yang stagnan,” ucapnya.

Syarif melanjutkan, daya beli masyarakat menengah bawah yang turun, masyarakat atas justru menahan konsumsi. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah tabungan.

“Hal tersebut bisa terjadi karena ekspektasi perekonomian ke depan masih kurang baik,” tandasnya.

Pewarta: Eriec Dieda
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 7