Ekonomi

Harga Bergejolak, Rakyat Tak Mampu Bergerak

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita di Pasar Astana Anyar. Di pasar tersebut, harga barang kebutuhan pokok juga relatif stabil dan dipastikan stabil serta terkendali hingga Lebaran. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/HUmas Kemendag)
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita di Pasar Astana Anyar. Di pasar tersebut, harga barang kebutuhan pokok juga relatif stabil dan dipastikan stabil serta terkendali hingga Lebaran. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Humas Kemendag)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presidium Indonesian Club, Gigih Guntoro mengatakan tingginya harga bahan kebutuhan pokok terus berangsur naik dirasakan semakin membebani rakyat. Operasi pasar yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan harga kebutuhan pokok telah dilaksanakan, bahkan berkali-kali dilakukan. Pada saat pemerintah melakukan operasi pasar harga berangsur turun saat itu juga, namun berpalingnya petugas operasi pasar disusul kembali kenaikan harga yang secara perlahan namun pasti.

“Ketika pembeli menanyakan pada para pedagang ‘kok harganya naik lagi?’, mereka pun seraya kompak menjawab ‘dari sananya udah naik pak’. Begitulah percakapan sehari-hari antara pembeli dan pedagang bertemu,” kata Gigih, Jakarta, Jumat (14/9/2018).

Menurutnya, kebijakan pemerintah yang dikatakan pro rakyat telah mendorong petani dan peternak agar mempermudah untuk melaksanakan kegiatan ekonomi di sektor riil. Hal ini diharapkan dapat mendongkrak pendapatan petani dan peternak yang berimbas pada penekanan kenaikan harga di pasar.

“Petani sebenarnya menyambut dengan gembira melalui pembagian bibit maupun pakan ternak dengan istilah bersubsidi menjadi satu mimpi untuk dapat memenuhi kebutuhan keberlangsungan hidup mereka,” kata dia.

Baca Juga:  Hotipah Keluarga Miskin Desa Guluk-guluk Tak Pernah Mendapatkan Bantuan dari Pemerintah

“Menjelang panen yang ditunggu-tunggu, mereka dihadapkan satu dilematis kebijakan impor kebutuhan pokok yang sangat besar. Kembali rakyat dihadapkan dengan kenyataan hukum pasar dengan campur tangan yang bisa disebut dengan tangan-tangan gaib (invisible hand) yang harus menekan harga jual hasil sawah dan ladang mereka serendah-rendahnya. Ibarat mereka saat ini dipaksa dengan situasi untuk ‘hidup segan mati tak mau’ dalam menjalani keberlangsungan hidupnya,” tambahnya. (gdn/bya)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,151