NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Untuk mengatasi masalah stunting (kekurangan gizi pada anak) yang sangat tinggi di Indonesia, pengamat Rocky Gerung mengatakan hanya bisa diatasi dengan pembenahan pada skala prioritas di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Stunting itu bisa diselesaikan lewat APBN. Artinya, dana kesehatan untuk anak dan ibu harus tersedia. APBN itu sifatnya track of. Gue kasih di sini, bolong di sini. Lalu pemerintah pilih mana? Itu yang saya bilang, beli susu apa beli aspal? Bisa dua duanya. Nah itu politik ngehek namanya,” kata Rocky Gerung baru baru ini saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/11/2018).
Baca Juga: Pemerintah Kerjasama dengan Bank Dunia Atasi Masalah Stunting di Indonesia
“Kalau kita bisa ambil duwit dari atas (tanpa dibatasi APBN), kita bisa dua duanya. Justru yang disebut APBN adalah keterbatasan,” ujarnya.
“Akhirnya harus memilih. Yang dipilih adalah bikin aspal, ya pasti stunting.”
Rocky Gerung kemudian memberikan analogi, “Lu punya uang 10ribu, pilih beli lontong atau cocacola? Lontong kan! Nah itu pengertian APBN. APBN itu adalah pilihan. Pilihan kebijakan, ini atau itu. Gak bisa ini itu. Bukan other or, tapi another nor,” tegasnya.
Tapi kan aspal tujuannya untuk menggerakkan ekonomi? “Oke beli aspal boleh. Udah bikin aja jalan tol. 10 tahun ke depan, siapa yang ada di jalan tol itu? Ya anak anak yang kekurangan gizi itu,” ungkapnya.
“Ngapain mereka?” tanya Rocky, “Ya minta minta. Itu logikanya begitu!”
Darurat Gizi Buruk
Sebelumnya, WHO telah menetapkan batas toleransi stunting atau anak bertubuh pendek maksimal 20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita. Sementara, di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita menderita stunting atau sekitar 35,6 %. Sebanyak 18,5 % kategori sangat pendek dan 17,1% kategori pendek. Ini membuat WHO menetapkan Indonesia masuk zona merah darurat gizi buruk.
Stunting tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah dengan jumlah mencapai 16,9 persen dan terendah ada di Sumatera Utara dengan 7,2 persen. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting dari status awal 32,9% turun menjadi 28% pada tahun 2019.
Baca Juga: Sekitar 9 Juta Anak Indonesia Stunting, Ini Tragedi
Untuk pengurangan angka stunting, pemerintah juga telah menetapkan 100 kabupaten prioritas yang akan ditangani di tahap awal, dan kemudian dilanjutkan 200 kabupaten lainnya.
Anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik PP IDAI, Dr Damayanti Rusli S SpAK Phd mengatakan, faktor utama tingginya masalah stunting di Indonesia antara lain, buruknya asupan gizi sejak janin masih dalam kandungan (masa hamil), baru lahir, sampai anak berusia dua tahun.
“Kekurangan gizi pada dua tahun pertama kehidupan dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat lagi diperbaiki. Investasi gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan merupakan kewajiban yang tak bisa ditawar,” ungkapnya dalam keterangan persnya, (23/1/2018).
Permasalahan gizi tidak hanya akan mengganggu perkembangan fisik dan mengancam kesehatan anak, namun juga dapat menyebabkan kemiskinan. “Pertumbuhan otak anak yang kurang gizi tidak akan optimal sehingga akan berpengaruh pada kecerdasannya di masa depan,” terangnya.
Editor: Alya Karen