NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Oposisi Alliance of Hope atau Pakatan Harapan yang dipimpin Mahathir Mohamad sukses menumbangkan Najib Razak dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Malaysia yang digelar pada 10 Mei 2018 lalu. Kemenangan mengejutkan ini membuat Mahathir harus memimpin Malaysia di usianya yang sudah tak muda lagi, 92 tahun.
Namun, di balik kemenangannya pada Pemilu Malaysia 2018, ada sejumlah fakta menarik yang patut menjadi perhatian dari upaya Mahathir meruntuhkan kepemimpinan Najib Razak yang belakangan terus menuai gejolak.
Baca juga: Video Pidato Heroik Mahathir Mohamad
Pertama, Mahathir adalah seorang nasionalis sejati dan cerdas. Sejak awal karir politiknya, Mahathir telah dikenal sebagai pendukung kuat untuk memperjuangkan hak-hak orang Melayu dan masyarakat pribumi Malaysia. Dia juga dikenal sebagai penentang dominasi orang Cina di Negeri Jiran. Mahathir selalu berupaya memperjuangkan dan memastikan kemakmuran orang Melayu dan mengangkat derajat mereka di tanah tumpah darah sendiri.
Dalam bukunya berjudul Malay Dilemma, Mahathir mengatakan bahwa pemerintah harus mampu mencapai keseimbangan dan melindungi orang-orang Melayu dari didominasi oleh orang Cina terutama di bidang ekonomi, serta mengekspos orang Melayu agar mampu berkompetisi agar tak menjadi budak di negeri sendiri.
Selang 11 tahun setelah menulis buku, Mahathir pun menjadi perdana menteri dan mulai mengimplementasikan visinya ke dalam Kebijakan Ekonomi Baru atau New Economic Policy (NEP) yang mendukung sepenuhnya orang-orang Melayu melalui tindakan afirmatif dalam kepemilikan perusahaan.
Baca juga: Terdorong Nasionalisme, Mahathir Mohamad Turun Tangan dan Menangkan Pemilu
Dikutip Sputnik, ketika NEP berakhir pada tahun 1990, Mahathir mengadopsi kebijakan baru yakni Visi 2020, yang bertujuan memecahkan hambatan dan kendala yang dihadapi etnis di Malaysia. Sejak saat itu, program dukungan pemerintah secara bertahap terbuka untuk etnis selain Melayu dan penduduk pribumi.
Kedua, memberikan perlindungan dan kebebasan. Salah satu langkah pertama yang dilakukan Mahathir ketika menjadi perdana menteri ialah membebaskan 21 tahanan yang dikurung di bawah Undang-Udang Keamanan Internal (Internal Security Act) karena alasan politik. Namun, ia sempat diserang oleh lawan-lawan politiknya karena menahan 119 demonstran. Mahathir sendiri membenarkan penangkapan tersebut dan mengatakan sebagai upaya pencegahan terulangnya kerusuhan ras seperti yang terjadi pada tahun 1969.
Ketiga, keajaiban ekonomi. Ketika krisis keuangan melanda Asia pada tahun 1997, Malaysia menjadi salah satu negara yang berpotensi mengalami kehancuran ekonomi. Mata uang nasional, Ringgit dalam kondisi sangat terpuruk ditambah lagi modal asing yang melarikan diri. Dana Moneter Internasional (IMF) kemudian menyarankan agar Mahathir membatasi belanja pemerintah dan menaikkan suku bunga, tapi langkah tersebut ternyata tidak berhasil.
Baca juga: Enam Kunci Kemenangan Mahathir Mohamad Jadi PM Malaysia
Setahun kemudian, Mahathir memutuskan untuk mengabaikan semua saran IMF dan meminta usulan dari penasehat kabinetnya. Mahathir kemudian memutuskan untuk meningkatkan pengeluaran dan memperbaiki nilai mata uang nasional terhadap dolar AS. IMF terkejut dengan upaya Mahathir karena kebijakannya tersebut berhasil membuat perekonomian Malaysia pulih, bahkan lebih cepat dari kebanyakan negara-negara tetangga Malaysia.
Keempat, bangga anti-semit. Mahathir pernah mengatakan dirinya senang diberi label anti-semit. Pada tahun 2012, Mahathir sempat menyindir Israel (Yahudi) yang sering berbicara tentang kengerian yang dialami orang-orang Yahudi selama Holocaust, yang terus menunjukkan betapa kejamnya Nazi. Ia mengatakan seharusnya hal serupa juga patut dibandingkan dengan perlakuakn Israel terhadap tindakan pembunuhan tak manusiawi yang terus menimpa orang-orang Palestina.
Tak hanya di ucapan, Mahathir bahkan mendirikan Kuala Lumpur War Crimes Commission untuk menyelidiki kegiatan Israel khususnya di Timur Tengah. Termasuk juga aktivitas Amerika Serikat dan negara-negara sekutu AS di Timur Tengah. (red)
Editor: Eriec Dieda