Mancanegara

Terdorong Nasionalisme, Mahathir Mohamad Turun Tangan dan Menangkan Pemilu

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Turunnya Mahathir Mohamad ke gelanggang pemilu (pilihan raya) Malaysia disambut heroik jutaan publik Negeri Jiran. Bukan tanpa sebab, atas dorongan nasionalisme kuat, Mahathir Mohamad mengaku gelisah dengan role model investasi Cina yang kian hari semakin mengancam kedaulatan rakyat Malaysia.

Dikutip dari Kompas.com, “Kami tak mendapatkan apapun dari investasi (Cina). Kami tak menyukai itu,” ungkap Mahathir di Kuala Lumpur, Senin (9/4/2018).

Mahathir mengatakan, sebenarnya Malaysia menyambut baik investasi dari Cina selama perusahaan negeri Tirai Bambu itu mempekerjakan warga lokal, membawa modal, dan teknologi ke Malaysia. Namun dirinya tak melihat semua hal tersebut dilakukan para pengusaha Cina yang berinvestasi di Malaysia.

Di Malaysia sendiri, investasi Cina datang bersamaan dengan datangnya ribuan tenaga kerja asal Tiongkok itu sendiri. Hal ini memicu kekhawatiran terkait kesetaraan dan kedaulatan perekonomian negeri itu. “Tak ada negara yang senang jika orang asing membanjiri negara mereka,” ujar Mahathir.

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

Baca Juga:
Mahathir Mohamad Jadi PM Malaysia Tertua di Dunia
ASEAN dalam Bayang-bayang Pengaruh Komunis Cina

Dirinya mencotohkan rencana Country Garden Holdings Co. Ltd yang akan menanamkan investasi sebesar 100 miliar dolar AS di Johor. Perusahaan itu akan membangun hunian yang dihargai hingga 1 juta ringgit atau sekitar Rp 3,5 miliar per unitnya. “Di Malaysia tak ada cukup orang kaya untuk membeli apartemen mewah seperti itu, sehingga yang akan masuk adalah orang asing,” ujar Mahathir.

Mengenai investasi Cina yang jor-joran di kawasan Asia Tenggara khususnya di Malaysia dan Indonesia merupakan misi besar negeri Tiongkok tersebut untuk menghidupkan kembali Jalur Sutra Abad XXI yang sudah dirancang puluhan tahun silam. Dalam hal ini Malaysia menjadi salah satu kawasan strategis sebagai jalur sutra atau yang disebut Silk Road.

Alasan kuat inilah yang mendorong Mahathir Mohamad memilih menyingsingkan lengan, sekalipun usianya tak muda lagi. Selain memang dirinya merasa gusar dengan meningkatnya kasus suap dan korupsi seiring menguatnya investasi Cina, ia ingin agar Malaysia tak mengikuti jejak Sri Lanka.

Baca Juga:  Belgia: Inisiatif Otonomi di Sahara Maroko adalah Pondasi Terbaik untuk Solusi bagi Semua Pihak

Dalam wawancara dengan televisi nasional, Mahathir mengambil contoh Sri Lanka yang disebutnya kehilangan banyak tanah karena tak bisa mengembalikan utang dari Cina. Tahun lalu pemerintah Sri Lanka memberi sebuah perusahaan kongsi yang dimotori sebuah BUMN Cina hak pengelolaan pelabuhan Hambata di wilayah selatan negeri itu.

Baca Juga:
Kebijakan Pemerintah Tak Memberikan Peluang Indonesia Memiliki Martabat
Impor TKA, Pengamat Ragukan Komitmen Pemerintah Lindungi Warganya

Hak pengelolaan hampir satu abad itu terpaksa diberikan sebagai ganti pemutihan utang Sri Lanka terhadap Cina. “Banyak orang tidak suka dengan investasi Cina. Kami ingin membela hak rakyat Malaysia. Kami tak ingin menjual negeri ini kepada perusahaan asing yang akan mengembangkan seluruh kota,” ujar Mahathir.

Komentar Mahathir ini merefleksikan keprihatinan meluas atas investasi Cina di berbagai negara Asia mulai dari Australia, Sri Lanka hingga daratan Afrika. Karenanya, dengan kemenangannya di Pilihan Raya Malaysia pada 9 Mei 2018, Mahathir berjanji akan melakukan evaluasi secara besar-besaran terkait investasi Cina di Malaysia yang menurutnya sudah menabrak etika dan norma. Dan pria berusia 92 tahun itupun akhirnya berhasil mengalahkan sang incumbent, yang tak lain adalah Najib Razak, orang yang pernah ia mentori sendiri sebelumnya.

Baca Juga:  Rusia Menyambut Kesuksesan Luar Angkasa India yang Luar Biasa

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 3,050