KolomLintas Nusa

Tanah, Makam dan Manusia Madura – Catatan Kebudayaan Kolomnis Khairul Umam*

Tanah dijual kota sumenep/Foto AS/Nusantaranews
Tanah dijual kota sumenep/Foto AS/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Kamis (14/7) berita rencana pembongkaran 50 makam di Desa Dasuk Timur, Sumenep oleh investor asing sungguh sangat mengejutkan. Pada tanggal yang sama juga sempat terjadi aksi turun jalan oleh sekelompok pemuda dari berbagai perguruan tinggi yang mengatasnamakan dirinya PPS (Pemuda Peduli Sumenep) dengan salah satu tuntunyanya suapaya pemerintah daerah menggagalkan rencana penguasaan tanah dan penggusuran makam tersebut. Menurut berbagai sumber, investor pembeli lahan memberi warga tenggat waktu sampai tanggal 18 di bulan yang sama untuk memindahkannya sendiri. Jika tetap dibiarkan, mereka akan memindahkannya dengan alat berat buldoser yang sudah siap sedia di tempat.

Peristiwa ini tidak terjadi begitu saja. Sebelumnya, ia didahului oleh peristiwa penjualan tanah besar-besaran kepada investor dengan jasa pihak ketiga. Menurut data yang dihasilkan Batan (Barisan Ajaga Tana Ajaga Na’poto) sudah sekitar 500 hektare tanah beralih kepemilikan yang meliputi Ambunten, Dasuk, Dapenda, Lombang, Lapa Daya, Andulang, Talango dan Kombang. Pembelian tanah ini rencananya masih akan tetap berlanjut hingga mencapai 1000 hektare. Demi memuluskan rencananya mereka mencoba memberi penawaran terhadap tanah yang diincar di atas harga rata-rata.

Bagi sebagian masyarakat Madura yang mayoritas petani kesempatan ini sangat menggembirakan mengingat sudah begitu lama musim tidak menentu dan kerugian yang diderita secara beruntun membuat mereka menumpuk hutang. Bagi sebagian orang harga yang melambung akan meloloskan cita-cita paling mulianya menunaikan kewajiban agama kelima: pergi haji ke Mekkah.

Baca Juga:  Dinsos P3A Sumenep Gerak Cepat Datangi Ibu Hotipah dan Berikan Bantuan

Peristiwa tersebut bukan hanya sekadar peristiwa ekonomi dan ekonomi-relegius yang saat ini sedang menimpa masyarakat Madura. Ia merupakan dinamika budaya yang saat ini bergerak di dalam tubuh masyarakat. Jika dibiarkan tidak menutup kemungkinan masyarakat tidak hanya akan kehilangan tanahnya namun juga akan kehilangan dirinya sebagai sebuah etnik. Pada akhirnya Madura akan tinggal cerita, manusia yang dilahirkan dan hidup di dalamnya tidak lebih hanya sekadar robot yang bergerak untuk mencari uang dan makan.

Makna Tanah dan Makam

Bagi manusia Madura tanah adalah kekayaan yang sebenarnya karena dengan tanahlah mereka bisa bertahan dan mengembangkan kualitas hidupnya. Ini bukanlah sekadar peristiwa ekonomi, namun juga meliputi sosial relegius. Tanah tidak hanya membuat seseorang bertahan hidup secara fisik, namun juga spiritual (Bambang, 2003; Wiyata, 2013).

Sebagai sebuah kekayaan, tanah tidak sekadar benda mati yang diolah. Ia adalah sebuah peristiwa yang menyambungkan manusia Madura dengan asalnya. Merawat tanah tidak hanya bermakna ekologis, namun merupakan pengakuan bahwa dia mempunyai nenek moyang yang sampai saat kapan pun akan tetap ada bersama mereka meski di alam berbeda.

Sebagai penganut agama Islam yang taat (Rifaie, 2007; Syamsul Ma’arif, 2015) dan mayoritas NU, manusia Madura meyakini bahwa nenek moyang yang sudah meninggal dunia tidak serta-merta menghilang begitu saja. Mereka masih ada namun di alam yang berbeda. Bagi mereka seorang yang meninggal hanyalah pindah tempat dari dunia fisik ke ruh. Meski tidak bisa leluasa berbuat seperti saat masih berada di dunia, mereka diyakini berada begitu dekat dengan Tuhan. Jadi, satu-satunya kekuatan ruh nenek moyang adalah doa yang sangat mustajab. Untuk mendapatkan restu dan doa baiknya, manusia Madura harus tetap menampakkan pengabdian pada leluhurnya dengan menjalankan wasiat dan merawat tanah peninggalannya. Bagi yang tidak mengindahkan hal tersebut mereka akan ecapo’ tola (kena kualat).

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Untuk tetap menjaga keyakinannya dan menambah nilai sakralitas tanah sangkol (warisan) biasanya mereka mengubur jenazah nenek moyangnya di tanahnya sendiri sehingga akan merasa semakin dekat dengan ruh leluhur. Pada akhirnya, tanah yang mereka miliki diyakini sebagai jiwa leluhur yang masih hidup dan selalu mengawasinya. Tidak ada alasan untuk menjual tanah pada orang luar, karena hal itu adalah aib. Menjual tanah sangkol sama dengan menjual rumah (Bambang, 2003). Jika seseorang tidak mempunyai rumah sebagai tempat berlindung dia akan menjadi gelandangan. Tidak ada kebebasan yang dimiliki. Hanya seonggok daging hidup yang terus berpindah dari tempat satu ke tempat lain. Sudah bisa dipastikan tidak ada peradaban yang akan ditinggalkan untuk anak cucunya. Bahkan, kehadirannya tidak akan pernah diperhitungkan oleh siapa pun. Kalau terpaksa, maka tanah yang dimiliki harus dijual pada saudara sendiri.

Seorang yang menjual tanahnya pada orang luar juga diyakini tidak akan hidup dengan tenang. Selain dianggap menjual rumah, menjual tanah juga akan dinggap mengabaikan nenek moyang. Dalam tatakrama masyarakat Madura pengabaian terhadap leluhur disebut cangkolang. Perbuatan ini dianggap tabu karena bisa merusak struktur tatanan yang sudah terbentuk begitu lama dan rapi.

Baca Juga:  PMP DIY Gelar Tasyakuran Atas Kemenangan Prabowo-Gibran Satu Putaran

Penjualan tanah besar-besaran yang terjadi di Madura saat ini merupakan suatu peristiwa besar perombakan tatanan kebudayaan masyarakat yang sudah disetting sedemikian rupa oleh sistim kapitalis global. Kepemilikan materi berlimpah yang menjadi tujuan utama dibanding dengan ketersambungan dengan leluhur merupakan awal yang akan merubah wajah manusia Madura ke depan. Mungkin, lima atau sepuluh tahun lagi Madura tidak akan kita temukan kecuali serpihan sejarah yang tercecer di rak buku perpustakaan dan toko loak di pasaran dengan embel-embel terbelakang dan selebihnya hanyalah pulau penuh mesin dan anak cucunya yang terasing di tanah kelahirannya sendiri.

*Khoirul Umam, kolumnis dan aktivis pemerhati lingkungan dan anggota BATAN, sekretaris MWC NU Gapura dan Guru di MA Nasa1. Alumni pascasarjananya UGM-FIB Antropologi. Tulisannya berupa cerpen, puisi, esai, artikel, opini, resnsi telah dimuat di media local dan Nasional. Penulis bisa dihubungi di 087866184534.

Related Posts

1 of 2