NUSANTARANEWS.CO – Entah kenapa aku merasa sepi. Tidak ada canda-tawa yang menghiasi meja makan, ruang keluarga, hingga kamar tidur. Rumahku terasa beku. Bukan membeku karena musim dingin, apalagi gara-gara mesin pendingin. Lebih karena tidak ada kehangatan kasih sayang orang tuaku. Mereka sibuk sendiri.
Aku rindu saat Mami bertanya mengenai kegiatanku di sekolah. Mulai dari apa yang disampaikan guru, bagaimana temanku, atau sebatas basa-basi tadi aku jajan apa? Mami menakutiku, kalau aku sering jajan permen, gigiku akan ompong. Kalau aku ompong gara-gara permen, kenapa Oma juga ompong, padahalkan Oma gak makan permen? Tanyaku pada Mami. Mami tersenyum dan mencubit pipiku. Sakit tahu!
Aku juga kangen saat Papi semangat menjawab berbagai pertanyaanku, dengan jawaban yang membuatku puas. Seperti kenapa aku tidak jatuh, padahal ibu guru bilang bumi itu bulat. Papi tersenyum menanggapi pertanyaan itu, lantas mengacak-acak rambutku. Esok harinya, saat pulang kerja, Papi membawa bola dan robot besi. Dia menyuruhku untuk meletakan robot itu di atas bola. Aku bingung, kenapa bisa seperti itu ya? Aku langsung bertanya pada Papi:
“Papi kenapa robotnya nempel di bola? Kan bola itu bentuknya bulat, harusnya robot itu jatuh.”
“Coba kamu tebak, kira-kira kenapa bisa begitu?” Bukannya memberi jawaban, Papi malah bertanya balik.
“Papi nyebelin. Kan aku gak tahu, Piii.” Aku cemberut, bibirku maju beberapa senti meter.
“Ahaha, putri kesayangan Papi jangan cemberut. Kalau kusut gitu nanti mukanya harus disetrika, biar rapi lagi, haha.” Bibirku semakin maju. Tawa Papi pun semakin keras.
“Sayang, perhatikan baik-baik bola itu,” kata Papi, “Coba kamu belah.”
Aku semakin bingung, kenapa Papi malah menyuruh membelah bola? Ada apa dengan bola itu? Tidak mau larut dalam kebingunan, aku pun membelah bola –dengan bantuan Papi tentunya.
“Oh, pantesan gak jatuh ternyata ada magnetnya.” Aku senyum, mulai paham.
“Nah begitu pun dengan kita, Nak, kita tidak jatuh karena ada magnet di bumi ini.”
“Magnet?”
“Iya, nama magnet tersebut ialah gravitasi. Lebih tepatnya gravitasi bumi,” Papi tersenyum.
Papi gemas, mengacak-acak rambutku lagi, melihat bibir yang maju tadi berubah menjadi bulat seperi huruf O. Rupanya Papi menjawab pertanyaanku kemarin malam.
Meskipun tidak kenal dengan gravitasi, tapi sedikit banyak aku paham. Alasan manusia tidak jatuh, padahal tinggal di bumi bentuknya bulat, karena ada magnet. Ada gravitasi bumi.
Sayangnya sekarang Papi tidak seasyik dulu. Sejak Papi punya HP baru, setiap kali aku bertanya, dijawabannya dengan singkat. Bahkan terkadang dia menyuruhku bertanya pada Mami. Bukannya mendapat jawaban, aku malah diceramahi. Dilarang bertanya yang aneh-aneh. Baik Papi maupun Mami, kalau di rumah, tidak bisa lepas dari HP.
Saat aku pulang sekolah, Mami lebih sibuk mengambil fotoku –daripada bertanya apa aja yang aku lakuin di sekolah. Sebenarnya bukan hanya ketika aku memakai seragam sekolah, tapi baju apa pun yang aku pakai pasti difoto Mami. Mami sendiri yang memilihkan baju untukku. Aku yang tidak paham betul dengan apa yang dilakukan Mami, menurut pasrah. Kata Mami foto itu mau di-upload ke akun instagramnya. Supaya orang-orang tahu kalau anak Mami (aku) itu cantik. Anehnya Mami tidak hanya memfoto aku saja. Tapi makanan, tv, perhiasan, kursi, buku dan seisi rumah yang lain tak luput dari bidikan kamera HP Mami. Kalian tahu Mami kenapa?
Tidak jauh berbeda dengan Mami, Papi juga menjadi aneh. Sekarang dia marah saat aku meminjam HP untuk main game. Katanya banyak pesan penting yang masuk di line. Aku heran, pesan sepenting apa yang masuk, sehingga membuat Papi tertawa sendiri setiap melihatnya. Kaya orang gila. Eh, Papi nggak gila deh. Line? Hmm, entahlah aku tidak mengerti.
Mami sibuk melihat foto makanan yang ia upload ke instagram. Papi senyum-senyum sendiri membaca pesan di line. Dan aku hanya melihat keasyikan mereka. Menatap makanan yang seharusnya Mami masukan ke mulut aku. Memandang Papi yang seharusnya tersenyum menyaksikan anaknya makan. Baik Papi maupun Mami tersesat di dunia barunya. Ibu guru bilang namanya dunia maya.
Namaku Nayla, umurku tujuh tahun, kelas dua SD. Aku benci si maya, karena dia lebih diperhatikan Papi dan Mami. Semoga orang tua kalian tidak kenal si maya. Dan semoga kalian tidak senasib denganku.
Bandung, Maret 2016
Nasrul M. Rizal lahir pada tanggal 27 Agustus 1995 di Garut. Saat ini sedang menikmati masa studinya di Universitas Pendidikan Indonesia pada prodi Pendidikan Ekonomi. Dia merasa gila jika tidak menulis. Kata-kata seakan menari di kepalanya. Karena hal itu dia rajin menulis. Terutama menulis status, caption dan chatting. Komunikasi lebih lanjut bisa melalui email: [email protected]
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].