MENGEJA HARI, MENGULANG WAKTU
ingin mengulang hari
di mana engkau dan aku disaksikan dedaunan
mengeja mantra-mantra
mencari-cari kebaikan manusia
ingin mengulang waktu
di antara lelehan-lelehan tanah
yang berguguran tahun lalu
jelang musim kemarau
ingin mengenang hari
di mana engkau dan aku pertahankan imaji
menggetarkan hati
: manusia-manusia negeri
ingin mengulang waktu
di antara debu-debu
dan tanjakan yang membisu
: hingga tangan-tangan nasib
sembunyikan lukaku
Purwokerto, 14 Januari 2016
KAMI DAN KESUNYIAN
sesenja apa mereka menunduk kepadanya?
—membaca lelaku manusia
meneguk masa lalu
ataukah melipat dongeng yang membentang
di antara langit dan bumi
kami dan kesunyian,
yang kadang-kadang menjadi amuk badai
yang kerap berontak
dan teriak-teriak
meminta lakon, tempat persembunyian
dan pembelaan
apakah mereka selalu ingat?
tentang buku-buku, semangkok cerita,
dan narasi wingit yang sulit diterjemahkan
—barangkali itu sebuah simbol-simbol kehidupan
kelak, manusia bisa pecahkan
kepingan-kepingan perselisihan
Purwokerto, 15 Januari 2016
KUEJA NEGERI
ada cahaya yang sejajar dengan mimpi
cita-cita
yang muncul tiba-tiba
yang kubaca dari ribuan raga
anak-anak lantunkan lagu
sambil berkaca dengan debu
dan teteskan airmata
hingga matanya membiru
anakanak yang terapung
dari negeri senapan
yang tiap hari dendangkan
peluru… peluru
di wajah mereka sendiri
kueja negeri
kususun strategi
yang sahut menyahut
tiada henti
16 Juli 2016
SEPERTI LONCENG-LONCENG
satu persatu wajah menghilang
senapan berbaris saling sekutu
saling maju
seperti lonceng-lonceng
yang dibunyikan di antara tuan-tuan
yang mengaku penguasa
yang melucuti doa-doa
menjadi darah jalanan
pikiran mengapung
kebahagiaan dikepung
16 Juli 2016
Yanwi Mudrikah, Penyair ini dilahirkan di desa Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, 12 Agustus 1989. Cerpennya terdokumentasi dalam antologi Bukan Perempuan (STAIN Press, 2010). Sepuluh sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilar Penyair (Obsesi Press, 2011); duapuluh sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilarisme (Obsesi Press, 2012); dan Sembilan sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilar Puisi (Penerbit STAIN Press, Purwokerto, 2013).
Rahim Embun buku puisi tunggalnya, menghimpun 64 judul sajak, dengan kata pengantar Hanna Fransisca, dan kata penutup Dimas Indianto S (Penerbit Mitra Media, Yogyakarta, 2013). Menjadi Tulang Rusukmu, buku puisi keduanya yang menghimpun 41 judul sajak, dengan kata pengantar Nia Samsihono, dan Catatan Penutup Wahyu Budiantoro (STIMIK-AMIKOM Press, Purwokerto, 2016).
Penyair ini lulus Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) dari Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, dan lulus Magister Pendidikan (M.Pd.) dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Penyair ini juga berprofesi sebagai Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Diponegoro Purwokerto, sebagai Dosen Bahasa Indonesia di IAIN Purwokerto, dan sebagai Dosen Agama Islam di STIMIK-AMIKOM Purwokerto. E-mail: [email protected].
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].