NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengusulkan upaya penurunan gas rumah kaca hingga 21 persen dalam industri peternakan, dengan menggunakan tanaman Lamtoro atau Leucaena Leucocephala dan atau Legum pada umumnya. Usulan tersebut merupakan langkah cepat dan masif yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan seluruh peternak.
“Dengan mencampur tanaman Lamtoro minimal 12% dan tidak lebih dari 60% dalam ransum ternak, maka paling tidak bisa menurunkan tingkat gas rumah kaca hingga 21%. Secara umum, tanaman legum dapat menjadi substitusi material yang berfungsi sama seperti adanya lamtoro dalam ransum,” kata Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerja sama Fakultas Peternakan UGM, Bambang Suwignyo kepada redaksi di Yogyakarta, Selasa (8/8/2017).
Menurut Bambang, pakan ternak berserat dan rendah nurisi akan memacu produksi metana (baik oleh bakteri metanogenik maupun protozoa) sehingga menyumbang peningkatan gas rumah kaca. Berdasarkan penelitiannnya yang telah terpublikasi pada jurnal internasional, tercatat bahwa bakteri methanogen dan protozoa yang hidup di dalam rumen atau bagian perut hewan ruminansia, mungkin bertanggung jawab atas hingga 37% emisi metana rumen. Tingginya produksi metana ini juga representasi kehilangan energi (in efficiency) pada ternak, yang berarti juga kerugian ekonomi.
Mengutip hasil penelitiannya, Bambang menerangkan, bahwa metana dianggap sebagai salah satu sumber gas rumah kaca yang memiliki potensi terbesar, selain nitrous oxide (N2O) dan karbon dioksida (CO2). Metana berdaya 21 kali lebih kuat daripada CO2 sebagai gas rumah kaca, 1 kg metana setara dengan 21 kg CO2. Metana yang dipancarkan dari sektor peternakan menyumbang 38% dari semua emisi gas rumah kaca di Kanada, dan 17,7% di Australia.
“Sekitar 15%-20% hasil pemanasan iklim disebabkan oleh metana. Karena itu, upaya penurunan gas rumah kaca dari sektor peternakan menjadi sangat penting diwujudkan melalui sistem produksi yang ramah lingkungan,” terang Bambang.
Ia memaparkan, keberadaan Lamtoro yang juga merupakan sumber protein dan tannin pada pakan, dapat mempengaruhi bakteri rumen pada ternak, sehingga produksi metana pada ternak memiliki kemungkinan untuk dikurangi. Penggunaan Lamtoro dan atau Legum pada umumnya juga dapat meningkatkan populasi F. succinogenes yang bertanggung jawab pada produksi propionate.
“Mengurangi metana dan meningkatkan propionat akan mempengaruhi produktivitas karena propionat memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kuantitas produksi (daging dan susu) dibandingkan asetat, karena propionat akan digunakan oleh hewan dalam gluconeogenesis. Sementara itu, produksi metana berbanding terbalik dengan produksi propionat, sehingga pengurangan produksi metana akan diikuti dengan peningkatan rumen propionate atau sebaliknya,” terang Bambang.
Selanjutnya, peningkatan rumen propionat lebih bermanfaat dalam meningkatkan penggunaan energi fermentasi karena mengurangi karbon yang akan hilang dalam bentuk metana. Pada gilirannya, pengurangan produksi metana akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrisi pakan di dalam rumen, sehingga meningkatkan produktivitas.
Lebih jauh, Bambang menyebutkan beberapa keunggulan dari Lamtoro dan atau Legum pada umumnya. Pertama, suplementasi Lamtoro atau Leucaena leucocephala dalam pakan tidak hanya meningkatkan kualitas diet dengan meningkatkan kadar protein kasar, namun juga dapat menghambat methanogen.
“Penurunan populasi metanogen di rumen akan memiliki dua dampak yang menguntungkan, bagi hewan dan lingkungan. Pada hewan, pengurangan methanogen akan menurunkan jumlah produksi metana (berarti peningkatan efisiensi),” jelasnya.
Kedua, efek Lamtoro terutama pada penghambatan methanogen, tidak hanya akan meningkatkan pemanfaatan nutrisi oleh hewan, tetapi juga akan berdampak pada pelestarian lingkungan (green livestock industry).
“Dengan demikian, mengurangi emisi metana dari ternak secara signifikan akan menguntungkan lingkungan. Dalam penelitian ini, suplemen Leucaena leucocephala dapat diimplementasikan sebagai manajemen pakan untuk ruminansia seperti kerbau dan sapi,” katanya lagi.
Ketiga, penggunaan suplemen tasi pada pemberian pakan dan manajemen pakan yang lebih baik akan mendorong peningkatan pasokan pangan bagi rumah tangga. Sebab, sekitar sepertiga protein makanan dan seperenam dari energi makanan yang dikonsumsi manusia berasal dari sistem yang melibatkan ternak.
“Peningkatan konsumsi produk hewani dapat meningkatkan kesehatan pregnasi dan wanita menyusui, pertumbuhan dan perkembangan neurobehavioral anak-anak muda, dan perkembangan kognitif pada anak-anak,” terang Bambang.
Keempat, menyediakan lebih banyak sumber Lamtoro melalui penanaman akan memberi manfaat lebih bagi masyarakat dan lingkungan. Karena penanaman pohon Lamtoro sebagai pagar atau strip cropping akan menjadi investasi yang baik bagi petani yang memelihara ternak ruminansia.
“Intinya, tanaman Lamtoro memberi banyak manfaat. Misalnya, meningkatkan kualitas tanah, (kemampuan melakukan fikasasi nitrogen) sumber protein daun untuk ruminansia dan sumber tanin yang akan memiliki dampak baik dalam pemanfaatan nutrisi pada sistem pencernaan ruminansia, serta kontribusi lingkungan global melalui pengurangan methan dalam rumen,” tandas Bambang.
Data pemerintah mencatat, bahwa dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan Bali Action Plan pada The Conferences of Parties (COP) ke-13 United Nations Frameworks Convention on Climate Change (UNFCCC) dan hasil COP-15 di Copenhagen dan COP-16 di Cancun serta memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg, penurunan emisi gas rumah kaca pemerintah Indonesia ditarget sebesar 26% dengan usaha sendiri, dan sebesar 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020, dari kondisi tanpa adanya rencana aksi (bussines as usual).
Sementara itu, sektor peternakan berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan manusia. Di antaranya, ternak menambah nilai sejumlah sumber daya yang tidak dapat dimanfaatkan oleh keluarga petani, seperti biomassa (gulma, jerami jagung, pakan ternak, area penggembalaan umum, butiran surplus, dan lain-lain).
“Termasuk dengan mengubahnya menjadi produk berharga seperti daging, susu, telur, investasi dan biogas. Serta memberikan kontribusi pada ekonomi rumah tangga. Karena itu, penggunaan tanaman Lamtoro dan Legum yang dicampur dalam pakan ternak, merupakan usulan konstruktif Fapet UGM untuk menurunkan gas rumah kaca secara signifikan,” pungkasnya. (ed)
Editor: Eriec Dieda