Ekonomi

Tak Sesuai Aturan, Gubernur Harus Diskresi Soal Penetapan Upah Minimum Tahun 2017

Pengamat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Timboel Siregar/Foto: Dok Berita Satu
Pengamat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Timboel Siregar/Foto: Dok Berita Satu

NUSANTARANEWS.CO – Pengamat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Timboel Siregar, mengungkapkan bahwa penetapan upah minimum tahun 2017 yang berdasarkan pada nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tidaklah mencerminkan kondisi di lapangan.

Pasalnya, nilai inflasi nasional sebesar 3,07 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,18 persen, merupakan hitungan dari sejumlah barang dan jasa, sementara perhitungan Komponen Hidup Layak (KHL) yang diamanatkan Pasal 43 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa penetapan kenaikan upah minimum harus berdasarkan 60 item KHL.

“Ini artinya terjadi pembiasan dalam perhitungan inflasi. Harusnya perhitungan inflasi fokus pada 60 item KHL. Pasal 43 ayat 1 PP Nomor 78 Tahun 2015 tidak memiliki arti yang pasti. Toh akhirnya pemerintah juga melanggar Pasal 43 ayat 1 tersebut,” ungkapnya kepada Nusantaranews, Jakarta, Rabu (19/10).

Sebagai contoh, Timboel menjelaskan, inflasi November 2015 sebesar 0,21 persen. Tetapi bila diurai lebih lanjut, Kelompok Bahan Makanan mengalami inflasi 0.33 persen. Untuk Bulan Desember 2015, tercatat inflasi sebesar 0,96 persen tetapi Kelompok Bahan Makanan mengalami inflasi sebesar 3,20 persen. Bulan Januari 2016 tercatat inflasi sebesar 0,51 persen tetapi inflasi di Kelompok Bahan Makanan sebesar 2,20 persen.

Baca Juga:  Bandara Internasional Dhoho Kediri Diresmikan, Khofifah: Pengungkit Kesejahteraan Masyarakat

Oleh karena itu, Timboel mengatakan, untuk memastikan daya beli pekerja/buruh tidak mengalami penurunan maka setiap Gubernur bisa mengeluarkan diskresi untuk menaikkan persentase kenaikan upah minimum lebih dari yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tentunya Gubernur harus memperhatikan juga inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerahnya.  Gubernur mempunyai kewenangan sesuai Pasal 89 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 untuk menetapkan kenaikan upah minimum.

“Diskresi Gubernur untuk menaikan 2-4 persen adalah masih dalam batas wajar, sehingga kenaikan upah minimum tahun 2017 bisa berkisar antara 10.25 sampai 12.25 persen. Kenaikan dengan persentase tersebut paling tidak bisa menahan laju penurunan daya beli pekerja/buruh untuk tahun 2017 nanti,” ujarnya.

Menurut Timboel, Gubernur yang mengeluarkan diskresi tersebut jangan takut untuk dikenakan sanksi administratif. Memang dalam Pasal 68 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa ‘Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk Gubernur dan/atau Wakil Gubernur serta oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk Bupati dan/atau Wakil Bupati atau Walikota dan/atau Wakil Walikota’. Akan tetapi, masalah upah minimum bukanlah sebagai Program Strategis Nasional.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Fasilitasi RDP Petani Rumput Laut Dengan Pemerintah

Berdasarkan penjelasan PP Nomor 78 tahun 2015 di bagian umum dinyatakan bahwa Upah merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam Hubungan Kerja. Tentunya sensitifitas ini yang juga akan mengundang protes dari kalangan pekerja/buruh dan SP/SB ketika kenaikan upah minimumnya hanya sebatas 8,25 persen untuk tahun 2017.

“Pemerintah harus bijak melihat kondisi riil pekerja/buruh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemerintah harus menjaga daya beli pekerja/buruh untuk bisa hidup layak,” kata Timboel mengingatkan.

Turunnya daya beli pekerja/buruh akan berpengaruh secara signifikan pada Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, yang akibatnya akan mendorong penurunan pertumbuhan ekonomi secara umum. Angka pertumbuhan ekonomi yang turun ini akan digunakan lagi untuk menentukan kenaikan upah minimum berikutnya. Dan akhirnya terjadi Lingkaran Setan dalam sistem ekonomi Indonesia.

“Kita menunggu keberanian Gubernur untuk mengeluarkan diskresi, sehingga kenaikan upah minimum tahun 2017 bisa berkisar di angka 10.25 sampai 12.25 persen,” ujar Timboel. (Deni)

Related Posts

1 of 8