Politik

Soal Arcandra Tahar, Gus Irawan Pasaribu: Miris dan Lemahnya Kontrol Pemerintah

Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu/Foto nusantaranews via energyworld
Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu/Foto nusantaranews via energyworld

NUSANTARANEWS.CO – Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu, mengungkapkan bahwa kejadian terkait Arcandra Tahar merupakan suatu hal yang sangat miris dan bukti bahwa Pemerintah sangat lemah dalam hal kontrol.

“Miris hal demikian bisa terjadi. Paling tidak terjadi pelanggaran 3 Undang-Undang (UU), yaitu UU Imigrasi, UU Kewarganeraan dan UU Kementerian. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) adalah sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya sesuai dengan Undang-Undang (UUD) 1945, yakni sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat,” ungkapnya kepada Nusantaranews, Jakarta, Kamis (18/8/2016).

Ia pun mempertanyakan, sebenarnya apa saja yanh dilakukan oleh orang-orang di lingkaran Istana, khususnya Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), Sekretaris Kabinet (Seskab) dan juga Staf Kepresidenan.

“Sektor sepenting ini diurus oleh Warga Negara Asing (WNA), mau dibawa kemana negeri ini? Kejadian ini mengindikasikan lemahnya kontrol pemerintah,” ujar Politisi dari Partai Gerindra itu.

Di samping itu, Gus Irawan pun meminta kepada Presiden untuk segera menunjuk dan melantik Menteri ESDM yang baru, mengingat masih banyak pekerjaan rumah di sektor energi yang harus segera dituntaskan.

Baca Juga:  Anton Charliyan: Penganugrahan Kenaikan Pangkat Kehormatan kepada Prabowo Subianto Sudah Sah Sesuai Ketentuan Per UU an

“Tri Sakti janganlah hanya sebuah slogan. Kita minta agar menteri ESDM defenitif segera diangkat agar program terus tetap berjalan,” katanya.

Gus Irawan menambahkan, orang-orang di lingkaran Istana pun harus memberikan kontribusinya kepada Presiden terkait informasi orang yang ditunjuk oleh Presiden. Terlebih lagi, jika orang tersebut sudah lama tinggal di luar negeri.

“Tentu saja, semua instrumen negara harus difungsikan. Kejadian ini tidak masuk akal. Mestinya untuk orang yang  sudah 20 tahun di negeri orang, penelitiannya harus lebih ketat,” ungkapnya lagi. (Deni)

Related Posts

1 of 6