NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pergantian Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang sempat menjadi polemik diharapkan tidak terus berkepanjangan, mengingat sisa waktu masa bakti semua Anggota DPD tinggal setengah periode lagi yakni 2,5 tahun, sementara masih banyak agenda penguatan DPD yang hingga saat ini belum tersentuh apalagi terealisasi. Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengungkapkan tugas besar pimpinan DPD baru adalah segera menyusun rencana aksi guna perkuat peran dan fungsi DPD. Tentunya merealisasikan aspirasi rakyat dan memperkuat posisi DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum 2019.
“Saya punya harapan besar pimpinan DPD yang baru dapat membuat dobrakan untuk menguatkan lembaga ini. Semua polemik dan perbedaan pandangan ini akan surut dengan sendiri, jika Pimpinan DPD yang baru bisa all out bekerja merealisasikan penguatan DPD. Sangat banyak harapan rakyat di daerah yang digantungkan kepada DPD, tetapi karena kewenangan yang terbatas, Anggota DPD harus ‘jungkir balik’ untuk merealisasikannya. Saya yakin, pimpinan DPD yang baru ini punya kemampuan untuk melakukan dobrakan tersebut,” ungkapnya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (10/4/2017).
Menurut Senator Asal DKI Jakarta itu, salab satu terobosan yang bisa dilakukan Pimpinan DPD yang baru dalam waktu dekat ini adalah memastikan DPR melibatkan penuh DPD dalam membahas Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Selain itu, lanjut Fahira, Pimpinan DPD juga diharap mampu melebarkan revisi UU MD3 tidak hanya soal penambahan kursi pimpinan DPR saja, tetapi juga mamasukkan penegasan kewenangan DPD terutama keikutsertaan DPD dalam setiap pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan pusat dan daerah.
“Tidak hanya itu, momentum Revisi UU MD3 ini juga harus bisa menggolkan sebanyak mungkin usul-usul penguatan DPD dalam naskah UU MD3 yang baru nanti,” ujarnya.
Fahira menuturkan, walau sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), saat ini DPD diberi kewenangan mengajukan dan membahas RUU, tetapi belum mencerminkan DPD mempunyai fungsi legislasi yang utuh. Karena selain terbatas kepada RUU yang hanya terkait daerah saja, DPD tidak punya hak menolak atau menyetujui sebuah RUU menjadi UU.
Padahal, lanjutnya, saat ini masyarakat terutama di daerah membutuhkan banyak saluran alternatif untuk menyampaikan aspirasinya yang sering mandek jika disampaikan ke pemerintah dan legislatif baik di Pusat maupun Daerah, dan peran ini sebenarnya ada di DPD. Oleh kerena itu sudah saatnya DPD dikuatkan dan amanah ini sekarang berada di pundak Pimpinan DPD yang baru.
“Anggota DPD tidak akan mungkin terpilih jika mereka tidak punya basis massa yang kuat dan mengakar di daerah yang mereka wakili. Kami tidak akan jadi calon senator jika kami tidak dapat restu langsung dari rakyat yang rela memberikan dukungannya lewat KTP. Kami punya ikatan emosional langsung dengan konstituen. Saya bisa katakan menjadi anggota DPD jauh lebih sulit dari anggota DPR. Makanya, tidak adil kalau konstitusi menepikan DPD. Kami punya tanggungjawab merealisasikan harapan konstituen kami,” katanya tegas.
Menurut Fahira, Pimpinan DPD yang baru sudah bisa menangkap keresahan semua Aggota DPD yang selama ini tidak melihat ada upaya yang optimal untuk memperkuat kelembagaan DPD. Sementara, harapan amandemen konstitusi sebagai satu-satunya jalan memperkuat wewenang DPD juga semakin tidak jelas realisasinya.
“Jika Pimpinan DPD yang baru mempu menangkap keresahan ini dan menindaklanjutinya dengan sungguh-sungguh, saya yakin perbedaan pendapat akan hilang dengan sendirinya dan semua anggota akan bersatupadu mendukung pimpinan yang baru sehingga DPD dalam sisa waktunya ini, hadirnya benar-benar dirasakan oleh rakyat,” ungkapnya menambahkan. (DM)
Editor: Romandhon