HukumPolitik

Pencalegan OSO Sebagai DPD RI Disebut Inskonstitusional

Oesman Sapta Odang (OSO). (Istimewa)
Oesman Sapta Odang (OSO). (Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pada Minggu 2 September 2018, KPU mengumumkan nama Oesman Sabda Odang (OSO) bersama 40 nama lainnya masuk dalam daftar calon legeslatif DPD RI untuk daerah pemilihan Kalimantan Barat. Namun munculnya nama OSO di nomor urut 38 dalam daftar calon senator periode 2019-2024 kali ini menurut pengamat politik Zulfahri Pahlevi disebut inkonstitusional atau melanggar undang-undang. Jika OSO masih berstatus sebagai ketua partai.

Dikatakan inskonstitusional lanjut Fahrizal, lantaran OSO menabrak putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, tentang larangan anggota DPD merangkap jabatan sebagai anggota fungsionaris partai. Pasalnya, sampai diumumkannya daftar caleg DPD RI untuk daerah pemilihan Kalimantan Barat, OSO belum juga menyatakan pengunduran diri secara resmi sebagai Ketua Umum partai.

“Masuknya nama OSO di dalam daftar calon DPD RI, jelas melanggar undang-undang. Karena dia masih belum menyatakan diri mundur sebagai ketua partai,” kata Zulfahri, Minggu, 2 September 2018.

Kasus rangkap jabatan kali ini tentu bisa memicu anomali terhadap sistem demokrasi di bawah partai koalisi pengusung pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin. Hal ini dikarenakan, Hanura sebagai salah satu partai pendukung dibiarkan melakukan tindakan inkonstitusional.

Baca Juga:  Fraksi Hanura DPRD Nunukan Minta Pemerintah Prioritasi Anggaran Untuk Pertanian

Baca Juga:
Maki MK Goblok, OSO Diminta Tahu Posisi Diri
Putusan MK Soal Kandidat DPD Final dan Tak Bisa Diganggu Gugat

Untuk itu, Zulfahri mengatakan, jika OSO lebih berat melepas DPD dari pada melepas jabatan sebagai ketua partai, maka hal yang perlu dilakukan adalah Hanura harus segera melakukan Munaslub.

Hal sama disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Hanura Bambu Apus, Wisnu Dewanto Wisnu. Dirinya mengatakan, jika OSO tidak mengundurkan diri sebagai ketum partai, maka situasi ini akan menyandera Jokowi.

“Saya khawatir rangkap jabatan yang dilakukan OSO ini, akan menyandera Jokowi dalam pusaran ketidak patuhan terhadap keputusan MK. Karena itu, dalam Munas, biarkan kader untuk memilih ketua umum yang berdasarkan AD ART dan sesuai hati nuraninya, tanpa diintervensi siapapun yang dapat menyelesaikan dan menyatukan konflik internal Partai Hanura yang sampai saat ini masih berlangsung,” papar Wisnu Dewanto.

Sebelumnya, lantaran putusan MK tentang larangan rangkap jabatan, OSO sempat mengaku akan melakukan perlawanan kepada MK dengan mengajukan banding. Puncaknya saat live di salah satu stasiun TV nasional pada Kamis 26 Juli 2018 lalu, OSO memaki MK dengan menyebut MK sebagai lembaga goblok.

Baca Juga:  Ziarah Sunan Ampel dan Sunan Giri, Cagub Risma Dicurhati Tukang Ojek

Editor: Romadhon

Related Posts

1 of 3,057