Hukum

Selama Menjabat, Ahok Dinilai Rugikan Negara Rp 859 Miliar

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selama ini dicitrakan media massa sebagai sosok pemimpin bersih, bebas dari tindak korupsi. Namun siapa sangka Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan hal sebaliknya.

Berdasarkan LHP BPK, Ahok dinilai telah merugikan negara mencapai Rp. 859 miliar. Yaitu pada kasus pembelian lahan RS. Sumber Waras sebesar Rp. 191 miliar dan pengadaan lahan pembangunan Rusunawa Cengkareng Barat sebesar Rp. 668 miliar.

Pada 7 Desember 2015, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan LHP audit investigasi pengadaan lahan RS. Sumber Waras kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggota BPK, Eddy Mulyadi Soepardi menyatakan bahwa terdapat enam penyimpangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pembelian lahan tersebut. Antara lain; penyimpangan pada tahap perencanaan, penganggaran, pembentukan tim, pengadaan pembelian lahan RS. Sumber Waras, penetuan harga dan penyerahan hasil.

Temuan BPK menyebut ada kerugian negara sebesar Rp191 miliar. Kerugian ini akibat adanya perbedaan Nilai Jual Objek Pajak Tanah (NJOP). BPK menilai NJOP ada di Jalan Tomang Utara, sedangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri mengacunya di Jalan Kyai Tapa. Oleh karena itu, BPK merekomendasikan agar Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) mengembalikan dana Rp191 miliar kepada Pemprov sebagai nilai kelebihan bayar.

Baca Juga:  Komplotan Oknum Koruptor di PWI Segera Dilaporkan ke APH, Wilson Lalengke Minta Hendry dan Sayid Dicekal

Menindaklanjuti LHP BPK tersebut, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menyatakan bahwa pengadaan lahan RS Sumber Waras harus dibatalkan setelah YKSW menolak mengembalikan Rp 191 miliar.

“Kami bersama Pak Sekda (Saefullah) sudah duduk bersama mereka (pihak RS Sumber Waras), mereka tak akan mengembalikan Rp 191 miliar. Berarti opsi keduanya adalah pembatalan, dan itu sudah diberikan arahannya. Biro hukum sedang menindaklanjuti,” terang Sandiaga di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Januari 2018 lalu.

Dilansir dari media RMOL (12/1), Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Andrianto mensinyalir Ahok tengah berupaya ‘mengamankan’ harta hasil korupsi Sumber Waras.

“Memang ada semacam dugaan bahwa ini untuk pengelabuan daripada sanksi korupsi. Melakukan trik-trik bagaimana supaya ini lepas dari incaran pihak penegak hukum, mungkin dalam hal ini KPK. Karena memang nama Ahok dan Veronica inikan disebut-sebut dalam persoalan Rumah Sakit Sumber Waras, dan indikasi ke arah sana kan cukup kuat,” terang Andrianto.

Baca Juga:  Kuasa Hukum Kasus RSPON Minta AHY Usut Dugaan Mafia Tanah di Jakarta

Senada dengan Andrianto, Wakil Ketua Advokasi Cinta Tanah Air (ACTA) Novel Bamukmin juga menganggap perceraian Ahok semata-mata merupakan upaya penyelamatan harta yang diperoleh dari hasil korupsi tersebut. Sehingga apabila dalam proses hukumnya Ahok nanti dinyatakan bersalah, tidak keseluruhan harta dan asetnya disita oleh KPK.

Selanjutnya, LHP BPK mengungkap kerugian negara sebesar Rp. 668 miliar terjadi pada pengadaan lahan pembangunan Rusunawa Cengkareng Barat. Dalam LHP BPK atas laporan keuangan Pemprov DKI 2015, terungkap lahan yang dibeli pada November 2015 itu merupakan milik Dinas Perikanan, Kelautan, dan Ketahanan Pangan (DPKKP). Tanah sendiri dibeli sendiri.

Kepemilikan DPKKP atas tanah tersebut sejak 1967 dan diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1102/pdt/2011. Namun DPKKP tidak segera mengurus sertifikat tanah sehingga Toeti Noezlar Soekarno membuat sertifikat tanah tersebut ke BPN Kota Administrasi Jakarta Barat pada 2014 hingga 2015.

Tanggal 21 Juli 2016 lalu, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengatakan bahwa pembelian lahan Cengkareng Barat berdasarkan disposisi Ahok kepada Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta Ika Lestari Aji dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

Dinas Perumahan DKI Jakarta mengaku membeli lahan tersebut sebesar Rp 668 miliar, namun Toeti Noezlar hanya menerima Rp 448 miliar. Hal ini memperkuat adanya dugaan korupsi sebesar Rp. 200 miliar (20 miliar merupakan pajak pembelian lahan). (Redaksi Nusanataranews)

Related Posts

1 of 50