Politik

Ahok Rangkap Jabatan, Erick Thohir Bikin Kebijakan Sesuka Hati

Erick Thohir (Foto Dok. NUSANTARANEWS.CO)
Erick Thohir. (Foto: Dok. NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri BUMN, Erick Thohir dinilai membuat kebijakan sesuka hatinya dengan menunjuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok rangkap jabatan sebagai Komisaris Independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 23 Desember 2013.

Ahok sendiri sebelumnya telah menduduki kursi Komisaris Utama Pertamina. Lantas, penunjukan Ahok sebagai Komisaris Independen dipandang sebagai kebijakan semau hati Erick Thohir.

“Menteri BUMN Erick Tohir kembali melakukan kebijakan yang aneh, dan sesuka hati yaitu dengan menunjuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (yang telah menjabat Komisaris Utama) untuk merangkap jabatan sebagai Komisaris Independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 23 Desember 2019,” ujar pemerhati ekonomi, Defiyan Cori di Jakarta, Rabu (25/12/2109).

Menurutnya, penunjukkan dan penempatan sebuah fungsi manajemen dalam sebuah perusahaan yang dijabat oleh satu orang jelas merupakan pelanggaran manajerial yang tak ada konsep dan teori ilmu pengetahuan manajemen modern. Sebab, konsep manajemen umum yang berlaku dan dipahami para profesional dan publik adalah fungsi-fungsi manajemen harus dibagi dan terbagi pada personalia tertentu dengan kewajiban serta tanggungjawab fungsionalnya.

Baca Juga:  Dukung Duet Gus Fawait-Anang Hermansyah, Partai Gelora Gelar Deklarasi

“Posisi Komisaris adalah sebuah fungsi manajemen yang secara umum dan khusus fungsinya sama yaitu melakukan pengawasan perusahaan dari hari ke hari, walaupun ada struktur pimpinan komisarisnya tugas dan fungsinya tak berbeda. Lalu, kalau dengan alasan efisiensi dan efektifitas sekalipun menjadi tidak perlu ada rangkap jabatan, kecuali ada alasan administrasi, dan indikasi ini lebih kuat,” jelas Defiyan.

Selain itu, lanjut fia, menempatkan Ahok dengan merangkap komisaris independen dalam tugas pokok dan fungsi yang sama secara organisatoris dalam proses pengambilan keputusan sebuah organisasi Perseroan Terbatas jelas berpengaruh besar, sebab Ahok memiliki dua jabatan yang berarti memiliki dua hak suara.

“Terlebih lagi, dalam UU No. 19/2003, terkait kedua posisi manajemen tersebut (Direksi maupun Komisaris BUMN) dilarang dirangkap jabatannya, baik itu di luar BUMN, apalagi di dalam BUMN dimaksud. Mengenai larangan rangkap jabatan Direksi ini telah diiatur dalam Pasal 25, sedangkan Komisaris terdapat di Pasal 33. Artinya perintah UU sangat jelas dan tegas, tidak terdapat ruang multitafsir soal larangan rangkap jabatan ini,” terang Defiyan.

Baca Juga:  Asisten Administrasi Umum Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Dalam Rangka Penyusunan RKPD Tahun 2025

Oleh karena itu,  kata dia, pengangkatan Ahok sebagai Komisaris Independen jelas sebuah pelanggaran berat atas UU serta sangat kasat mata dan kasar.

“Presiden harus cermat dan berhati-hati atas masalah ini, sebab kasus Ahok ini bisa menjadi preseden buruk di semua organisasi BUMN. Atau Presiden sekalian saja mengangkat Ahok  menjadi Direktur Utama dan Komisaris Utama BUMN Pertamina, supaya jelas mengelola negara dan BUMN ini taat pada aturan atau semau gue,” imbuhnya.

“Cara-cara seperti ini jelas tidak memanusiakan manusia dan merusak rasa keadilan dan ketertiban sosial berbangsa dan bernegara dalam konsepsi usaha bersama bukan usaha seseorang yang merangkap jabatan,” pungkasnya. (sld/eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,093