NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Perayaan Natal Bersama Tingkat Nasional 2017 di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (28/12) kemarin. Di hadapan jemaat, Jokowi mengingatkan soal tahun politik yang akan dihadapi Indonesia.
Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan Indonesia merupakan negara besar yang memiliki keberagaman. Karena itu, keberagaman tersebut harus dijaga agar masyarakat tetap bersatu.
“Negara ini besar, jangan sampai kita mengorbankan persatuan, persaudaraan, sesama anak bangsa, hanya untuk urusan pilkada. Silakan pilih pemimpin-pemimpin yang terbaik yang ada di provinsi, kabupaten, dan kota. Tapi setelah itu rukun kembali sebagai satu saudara sebangsa dan setanah air,” ujar Jokowi seperti yang disampaikan dalam keterangan video dari Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Selain soal kemajemukan, Jokowi mengingatkan 2018 akan menjadi tahun politik Indonesia. Dia mengimbau agar pelaksanaan kampanye di pilkada serentak nanti tidak memicu perpecahan.
Menanggapi hal ini, pengamat politik dan peneliti dari Indo Survey & Strategy, Herman Dirgantara mengingatkan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018 jangan semata-mata dijadikan ajang pembalasan dan pembuktian. Mengingat dampak Pilkada DKI hingga kini yang belum mengalami gradasi.
“Kebrutalan politik SARA pada Pilkada DKI lalu gesekannya hingga kini bukannya mengalami gradasi, justru cenderung mengencang. Bak di ring tinju, gesekan-gesekan itu akan berlanjut di ronde berikutnya di Pilkada 2018,” kata Herman ketika dihubungi di Jakarta.
Herman pun menambahkan, tantangan pada Pilkada 2018 justru lebih berat dibandingkan pilkada serentak sebelumnya. Untuk itu menurutnya, selain antisipasi di level regulasi, pilkada 2018 nanti perlu ada langkah-langkah yang bersifat kultural.
“Tantangannya lebih berat dibanding (pilkada serentak) sebelumnya. Politik uang belum tuntas kita atasi, kini muncul wabah politik SARA. Tidak cukup hanya dengan regulasi. Tidak cukup hanya dengan kepastian hukum. Perlu langkah-langkah yang bersifat kultural yang diinisiasi oleh Pemerintah, KPU, Parpol dan Ormas,” tegas Herman. (red)
Editor: Eriec Dieda