EkonomiTerbaru

Persoalan Kemiskinan Hambat Pertumbuhan Ekonomi Syariah di Indonesia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, persoalan kemiskinan menjadi salah satu penyebab rendahnya permintaan gaya hidup (life style) syariah di Indonesia. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk muslim terbesar, namun Indonesia masih tertinggal dibandingkan sejumlah negara lain dalam soal pengembangan ekonomi syariah.

Wimboh mengatakan, negara yang sukses menerapkan gaya hidup syariah adalah negara yang mayoritas penduduknya sudah mapan. Maka dari itu, untuk mengembangkan ekonomi syariah di tanah air, yang paling pertama harus diupayakan pemerintah adalah peningkatan taraf hidup masyarakat.

“Masyarakat Indonesia tidak memikirkan travel atau fashion, orang makan saja kurang. Maka meningkatkan taraf hidup adalah yang pertama. Ini harus dilakukan bersama-sama,” ujar Wimboh saat diskusi publik bertema “Prospek Indonesia Sebagai Pusat Keuangan Syariah Global” di Kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (3/11) kemarin.

Wimboh menilai, jika masyarakat memiliki pendapatan yang lebih baik, maka akan lebih mudah diarahkan untuk menggunakan produk keuangan syariah.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Tetapkan 3 Perempuan Sebagai Pimpinan Periode 2024-2029

“Kalau kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi bagaimana. Kalau Singapura saja masuk (ke keuangan syariah) karena kehidupannya sudah lebih dari cukup, tinggal mikir life style,” kata Wimboh.

Lebih lanjut, Wimboh berharap jika akses terhadap keuangan syariah bisa diperbanyak hingga mempermudah masyarakat. Selain itu, dirinya juga menginginkan jika masyarakat kelas menengah atas juga bisa menjadi sasaran keuangan syariah.

“Dengan cara lembaga keuangannya diperbanyak. Begitu diperbanyak, maka harapannya bisa menstimulasi masyarakat-masyarakat ini masuk ke sektor syariah. Itu kayaknya sudah berhasil, perbankan (syariah) ada 20 lebih. Bahkan akan banyak lagi konversi,” jelas dia.

Tercatat, Malaysia merupakan negara yang terbesar dalam hal keuangan Syariah, sedangkan untuk Filipina dalam soal makanan halal. Sementara itu, Tiongkok tercatat sebagai penyuplai terbesar pakaian ke Timur Tengah.

Lebih lanjut, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berpandangan ada empat kunci sukses untuk mengembangkan ekonomi syariah. Pertama, political will (keinginan politik) yang kuat dan harus dirumuskan dalam program nasional. Kedua, adanya suatu lembaga atau forum atau badan untuk mengkoordinasikan berbagai program guna mendorong gaya hidup syariah.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Tegaskan Komitmennya Dalam Menyukseskan Pilkada 2024

Ketiga, fokus ke daya saing. Misalnya, mengembangkan pusat ekonomi dan keuangan untuk makanan halal, busana muslim, pariwisata dan sebagianya. Keempat, melakukan gerakan atau kampanye massal untuk mengembangkan gaya hidup halal.

“Selama ini, masing-masing bekerja sendiri. Kalau tak terintegrasi agak sulit. (Kampanye) itu tidak hanya masalah religi. Tetapi juga akan menciptakan demand berbagai produk-produk (syariah),” ungkapnya.

Menurut Perry, BI telah melakukan upaya-upaya untuk mendukung ekonomi syariah. Pertama, mengembangkan pesantren sebagai pusat pengembangan ilmu ekonomi syariah. Selain itu, BI juga bekerja sama dengan pengusaha atau asosiasi untuk membentuk rantai industri halal.

Kedua, memperdalam pasar keuangan syariah dengan memperbanyak pelaku industri dan produknya. Ketiga, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Salah satunya, dengan memasukan pelajaran terkait ekonomi dan keuangan syariah pada kurikulum pendidikan di pesantren.

Perry menambahkan, dalam waktu dekat ini, ada tiga hal yang akan dilakukan BI, pemerintah, dan otoritas terkait yaitu membentuk bank syariah yang besar, deregulasi industri halal, dan pemberdayaan ekonomi pesantren termasuk optimalisasi siswa.

Baca Juga:  Rabat’s Choice as World Book Capital, Recognition of Morocco’s Commitment to Culture – Ministry

Reporter: Ricard Andhika
Editor: Eriec Dieda/NusantarNews

Related Posts

1 of 4