NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Daya beli manyarakat dinilai turun. Gerak perekonomian pun dinilai ikut anjlok. Kelesuan ekonomi tersebut dilihat dari sisi menurunnya omzet para pelaku usaha konvensional alias belum pindah ke mode online.
Menanggapi hal tersebt, Pengamat Ekonomi Faisal Basri mempertanyakan, apakah pembuktian tidak terjadi penurunan daya beli masyarakat menandakan gerak perekonomian Indonesia berlangsung mulus? Tentu saja tidak. Penjelasan di atas sebatas upaya menjernihkan polemik di seputar “penurunan daya beli masyarakat.”
Baca artikel sebelumnya:
- Soal Daya Beli Masyarakat, Faisal Basri: Perekonomian Indonesia Tidak Menunjukkan Kelesuan
- Zona Belanja Online Gerogoti Omzet Perbelanjaan Modern
“Gambaran umum tidak selalu sejalan kalau kita melakukan pemilahan. Ada bukti cukup kuat bahwa kelompok masyarakat 40 persen termiskin (Botom-40) mengalami penurunan daya beli. Kelompok ini didominasi oleh petani, buruh tani, buruh bangunan, pekerja informal lainnya, dan pekerja pabrik,” terang Faisal dalam pembuka isi orasinya bertajuk “Menoropong Perekonomian Indonesia sebagai bekal menapaki dunia nyata dengan optimisme” yang disampaikan kepada para wisudawan Universitas Palembang, Palembang, Sabtu, 19 Agustus 2017.
Dalam dua setengah tahun terakhir, lanjutnya, nilai tukar petani merosot. Nilai tukar petani (NTP), kata dia, adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, yang mencerminkan tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga mencerminkan daya tukar (terms of trade) produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi petani.
“Kemerosotan paling tajam dialami oleh petani tanaman pangan. Upah riil buruh tani turun 2,75 persen selama kurun waktu November 2014 hingga Juli 2017. Pada periode yang sama, upah riil buruh bangunan juga turun 2,52 persen,” ujarnya seperti dikutip dari lamannya, Sabtu (19/8/2017)
Faisal menambahkan, penurunan daya beli kelompok Bottom-40 tidak menyebabkan penurunan daya beli nasional karena porsi belanja kelompok ini hanya 17 persen, sedangkan belanja kelompok 40 persen menengah (Mid-40) dan Kelompok 20 persen terkaya (Top-20) meningkat.
“Sepanjang penurunan daya beli tidak merembet ke kelompok Mid-40 dan Top-20, pertumbuhan riil konsumsi masyarakat masih bisa bertahan di sekitar 5 persen,” kata Mantan anggota Tim Asistensi Ekonomi Presiden RI itu .
Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu meyakini ada tanda-tanda di lapisan terbawah pada kelompok Mid-40 mengalami tekanan daya beli. Penyebab pertama, penghapusan subsidi listrik untuk pelanggan 900 VA yang berjumlah 19 juta. Akibat penghapusan subsidi, pengeluaran kelompok pelanggan ini naik lebih dua kali lipat, dari rerata per bulan Rp 80.000 menjadi Rp 170.000.
“Kedua, gaji pegawai negeri/TNI/Polri dan uang pensiun sudah dua tahun tidak naik. Untuk tahun 2018 pemerintah telah mengumumkan moratorium gaji,” ungkap Faisal.
Terkait dengan moratorium gaji tersebut, Pemerintah telah mengumumkan belum akan menaikkan gaji pegawai negeri dan aparatur negara lainnya pada tahun anggaran 2018. Sama dengan tahun ini, mereka hanya akan menerima Tunjangan Hari Raya dan gaji ke-13.
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman