NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Sekretaris Jendral KPP PRD, Rudi Hartono mengatakan setidaknya da dua hal yang mesti dikritisi terkait Omnibus Law yang kini tengah menjadi polemik di kalangan buruh di tanah air. Pertama, proses legislasi harus terbuka dengan melibatkan banyak pihak.
“Yang kedua, Omnibus Law harus mampu menjawab persoalan masyarakat Indonesia. Misalnya ketimpangan, kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan persoalan kesejahteraan yang lain,” kata Rudi saat diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (31/1/2020).
Sementara, di tempat sama
Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) Lukman Hakim menuturkan, dewasa ini liberalisasi dalam dunia ketenagakerjaan semakin diperluas sehingga akan menjerumuskan kehidupan pekerja, hidup semakin sulit dan terpuruk.
“Dalam hal ini, konsep omnibus law yang beredar dan tersirat dari berbagai pernyataan pejabat resmi mengindikasikan adanya skema ‘mengorbankan’ buruh demi terciptanya investasi,” katanya.
Sedangkan Abra PG Talattov, dari INDEF berpandangan bahwa tidak ada aspek kemendesakan untuk menerbitkan omnibus law karena performa investasi baik dari luar maupun dari dalam negeri masih bergairah.
“Untuk itu sebaiknya omnibus law ditunda sampai ada kesimpulan yang objektif dari persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia,” pintanya.
Sementara itu, Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menyatakan negara cenderung menjadi pelayan kapitalisme. Pasalnya, kondisi ketenagakerjaan saat ini paling buruk sejak reformasi.
“Omnibus law tidak sesuai dengan Pancasila karena tidak berkeadilan sosial dan dalam proses pembahasan tidak melibat buruh sama sekali,” ujarnya.
Kemudian, Ketua Umum PRD, Agus Jabo Priyono mengatakan skema omnibus law secara de facto akan menciptakan haluan negara yang baru. Untuk itu, kata dia, omnibus law harus tetap dalam bingkai Preambule UUD 1945 yang di dalamnya tercamtum Pancasila sebagai dasar negara, menjunjung tinggi Pasal 33 UUD 1945, melindungi kepentingan nasional dan kepentingan rakyat dengan prinsip Trisakti, menuju Indonesia adil dan makmur.
“Jangan sampai omnibus law menjadi instrumen bagi investor asing kembali menguasai Indonesia seperti pada masa kolonial,” ungkapnya.
“Investasi harus berprinsip mereka untung, kita juga untung,” tutup Agus Jabo Priyono. (eda)