Budaya / SeniKhazanahKolomSpiritual

Muhasabah Kebangsaan: Menjaga Pintu Persahabatan yang Telah Terbuka

Catatan Perjalanan Islam Nusantara ke Eropa bersama Ki Ageng Ganjur

Senin pagi jam 10 saat udara Den Haag masih dingin dan berkabut, rombongan Ki Ganjur berangkat ke Hamburg. Rombongan berangkat dengan carter bus dengan sopir yang sangat ramah bernama Wlliam. Perlu waktu sekitar 7 jam untuk sampai di Hamburg. Rombongan berhenti istirahat setelah masuk beberapa kilometer perbatasan, setelah menempuh perjalanan selama 4 jam. Ini sesuai dengan peraturan lalu lintas di Eropa yang mengharuskan pengemudi istirahat setelah 4 jam perjalanan.

Sekitar jam 5 sore rombongan sampai KJRI di Jalan Bebelallee No 15, Hamburg. Rombongan disambut para pejabat Konsulat di antaranya Bu Dewi, Pak Muller, Ketua Panitia Mas Yudi dan para pengurus PCI NU Jerman: Gus Oding, Mas Wahyu dan Mas Angga serta pengurus lainnya.

Setelah loading dan setting peralatan di KJRI rombongan berangkat ke wisma KJRI yang terlerak di Jalan DroysenstraBe, Othmarschen. Perlu waktu 25 menit dari kantor KJRI ke wisma KJRI untuk istirahat.

Sampai di wisma KJRI rombongan diterima oleh Konjen RI di Hamburg, Bapak Bambang Susanto beserta Ibu. Suasana akrab dan penuh kekeluargaan sangat terasa di sini. Kami ngobrol dengan Pak Konjen dan teman-teman yang tinggal di Hamburg soal sejarah dan kondisi sosial di Hamburg. Selepas ngobrol dan foto-foto, rombongan langsung makan malam dan dilanjutkan isitrahat.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Hamburg adalah kota terbersih di Eropa Barat. Selian itu, Hamburg juga menyandang kota yang sangat peduli pada lingkungan. Kepedulian sosial dan bisnis ditanamkan mulai kecil melalui pendidikan magang sejak SD. Saat kelas 5 SD anak-anak diberi tugas kerja sosial dan magang di tempat kerja sesuai pilihan masing-masing. Ada yang jadi pelayan toko, tukang cuci piring di restoran, memelihara ternak dan sebagainya.

Mereka diberi upah dari tempat kerja mereka. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pengalaman bagaimana susahnya mencari uang agar mereka bisa menghargai uang. Uang hasil kerja ini tidak boleh mereka nikmati, tetapi dikumpulkan untuk disumbangkan ke panti sosial. Di sinilah mereka dididik untuk peduli pada sesama. Perusahaan yang mempekerjakan anak-anak akan mendapat potongan-potongan pajak sebesar gaji yang diberikan pada anak-anak tersebut.

Selain kota terbersih dan peduli lingkungan, Hamburg juga terkenal sebagai kota dengan derajat toleransi tinggi. Umat Islam di sini mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama dengan umat agama lain. Ada 120 ribu umat Islam di Hamburg dari 4 juta umat Islam Jerman. Di sini juga terdapat Islamic Centre (Islamiseches Zentrum Hamburg) yang berdiri tahun 1950.

Baca Juga:  Pemdes Jaddung dan Masyarakat Gelar Istighosah Tolak Bala Penyakit, untuk Desa Lebih Baik

Pada tahun 2013, tepatnya tanggal 13 November, Islam di Hamburg diakui sebagai agama resmi, sejajar dengan agama lain: Kristen dan Protestan. Pengakuan ini ditetapkan oleh Walikota Hamburg Olaf Scholz. Sebelumnya Islam hanya dianggap sebagai budaya atau agama ilegal. Dengan penetapan Islam sebagai agama resmi, Islam di Hamburg memiliki hak yang sama dengan agama lain.

Menurut Galestone Institut, Islam punya hak memberi kurikulum pengajaran Islam di Sekolah. Memiliki hak siar publik di TV dan media lain. Pendeknya, dengan pengakuan ini umat Islam di Humburg lebih leluasa mengekspresikan ajaran agamanya. Bahkan para pengungsi muslim yang datang di Hamburg mendapat perlindungan, biaya hidup dan tempat tinggal yang layak dari pemerintah Hamburg.

Sayangnya, suasana toleransi yang sudah sangat baik dan perhatian pemerintah Hamburg yang positif ini sering dimanfaatkan secara berlebihan oleh para imigran. Selain itu, gerakan Islam radikal dengan berbagai tindak kekerasan yang dilakukan sekelompok orang dengan mengatasnamakan Islam justru merusak suasana yang sudah kindusif ini. Tidakan tersebut tidak saja membuat citra Islam menjadi buruk tetapi bisa mengancam ummat Islam yang mulai mendapat simpati.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Apa yang terjadi menunjukan bagaimana informasi telah membentuk gelombang resonansi yang menyebar ke segala penjuru. Apa yang terjadi di satu tempat akan terasa getaran dan dampaknya di tempat lain. Kelakuan sekelompik orang yang mengatasnamakan agama akan menimbulkan stigma pada kelompok lain yang seagama. Ini artinya kita dituntut untuk mengedepankan kearifan dan tidak sembarangan dalam menggunakan simbol agama.

Ada baiknya semua umat Islam di dunia menjaga pengakuan yang sudah diberikan oleh pemerintah Hamburg dengan menujukkan akhlak mulia dan sikap toleran. Jika umat Islam berbuat radikal, intoleran dan kekerasan, maka akan menutup pintu toleransi yang sudah terbuka. Dan itu sama saja dengan memasang jerat untuk diri sendiri

Tanpa terasa waktu telah menunjuk jam 00.00, segera kami menuju tempat tidur untuk beristirahat karena esok pagi harus jalan-jalan melihat kota Hamburg dan sorenya melakukan pentas di JKRI Hamburg. Glukliche Pause!!

Oleh: Al-Zastrouw (Zastrouw Al Ngatawi), penulis merupakan budayawan Indonesia. Pernah menjadi ajudan pribadi Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid. Juga mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU periode 2004-2009

Related Posts

1 of 790