Ekonomi

Mengapa Sekarang Banyak Penipuan Sektor Keuangan?

Tumpukan Uang. (Foto: Reuters/Supri/Files)
Tumpukan Uang. (Foto: Reuters/Supri/Files)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat ekonomi Salamuddin Daeng mengendus faktor penyebab mengapa maraknya aksi penipuan sektor keuangan seperti dugaan skema Ponzi oleh First Travel dan skandal keuangan lain, khususnya di Indonesia.

Pertama, kata dia, adanya proyek internasional inklusi keuangan atau financial inclution yang hendak mengintegrasikan semua sisi kehidupan manusia ke dalam menjadi masalah keuangan.

“Tidak sebatas perbankkan, asuransi, pasar modal, namun segenap derivatif keuangan. Maka semua orang masuk dalam bisnis keuangan semacam ini. Sangat sulit membedakan mana yang benar mana yang salah,” kata Salamuddin seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (15/8/2017).

Kedua, adanya liberalisasi sistem keuangan Indonesia. Sama seperti internasional mulai dari perbankkan, asuransi, pasar modal dan segenap derivatif keuangan. Dalam negara Indonesia juga menjalankan sistem devisa bebas.

“Negara juga mengambil hutang dalam pasar keuangan yang dananya dapat bersal dari berbagai sumber, bisa baik, bisa buruk sumber sumber tersebut. Liberalisasi sistem keuangan Indonesia terbilang kebablasan dan asing telah menguasai lebih dari dua pertiga keuangan Indonesia,” jelasnya.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

Ketiga, sebab dari dalam adalah lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ditugaskan mengawasi sektor keuangan adalah lembaga yang hidup dari pungutan terhadap para pebisnis. Otomatis pengawasan terkalahkan oleh uang. Siapa yang bisa setor maka akan dilindungi. Pada gilirannya ketika muncul masalah, skandal dan penipuan OJk baru akan mengambil tindakan. Ini tentu bukan namanya pengawasan, tapi pemalakan semata.

“Lembaga ini tentu rawan disalahgunakan, karena lembaga ini berwenang membuat aturan, mengawasi aturan yang dibuatnya sendiri, dan mengadili sendiri masalah atau sengketa serta menjatuhkan sanksi. Sangat aneh lembaga semacam ini yang bisa lepas dari sistem pengadilan umum. KPK saja mesti memakai sistem pengadilan, jaksa, polisi dan hakim hakim. OJK bisa buat sanksi sendiri,” terangnya.

“Ditambah lagj OJK mengambil pungutan dari bank, lembaga keuangan non bank, asuransi, dan semua bisnis dalam ramah sektor keuangan. Anda bisa membayangkan betapa OJK leluasa melakukan penyalahgunaan kekuasaan? Tanya KPK mengapa diam saja?,” tutup peneliti AEPI itu. (ed)

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3