Penulis: B. Parmanto
NUSANTARANEWS.CO. Dalam bukunya tersebut John Perkins mengemukakan bahwa, Economic Hit Man/EHM (perusak ekonomi) adalah kelompok elit, termasuk John Perkins, yang menggunakan organisasi keuangan internasional untuk menimbulkan kekacauan ekonomi agar bangsa lain tunduk di bawah cengkeraman perusahaan-perusahaan besar (corporatocracy) pemerintah dan bank-bank Amerika.
EHM direkrut oleh Badan Sekuriti Nasiona! Amerika Serikat (U.S. National Security Agency), dengan tugas untuk membujuk negara-negara sedang berkembang agar menerima hutang sampai melebihi batas kemampuannya sehingga mendapatkan kesulitan untuk membayar kembali hutangnya. Hutang tersebut digunakan membangun berbagai infrastruktur yang pembangunannya pun dikerjakan perusahaan bangunan dari Amerika. Dengan demikian uang yang dihutangkan tetap bergulir dalam kalangan Amerika sendiri. Apabila negara yang berhutang sudah tidak marnpu membayar kembali, maka jaminannya adalah sumber minyak bumi atau sumber alam lainnya dikuasainya.
Semuanya itu dimaksudkan agar negara yang berhutang akhirnya tunduk pada emporium dunia (Amerika Serikat). Jalan yang ditempuh termasuk dengan cara membuat laporan keuangan palsu/curang, pemilihan yang curang, pemerasan, korupsi, seks dan pembunuhan serta menjalin hubungan dengan semua kelompok termasuk dengan kelompok fundamentalis tertentu. Kegiatan EHM merambah Indonesia, Panama, Ekuador, Columbia Saudi Arabia, Iran dan Irak, dsb. Ini semua merupakan intrik politik tingkat tinggi, yang sangat menguntungkan Amerika dan segelintir elit politik di negara yang menjadi sasarannya. Apabila dikaitkan dengan masalah korupsi, kegiatan EHM tersebut termasuk dalam korupsi politik, etis dan moral yang membantu perusahaan multinasional dapat secara legal merampok kekayaan si miskin dari negara-negara berkembang (Josh Mailman, businessman etc., cofounder The Threshold Foundation, etc,). Boleh dikatakan strategi EHM untuk menguasai negara lain dengan memberikan hutang dan salah satu taktiknya memberikan suap (korupsi) kepada yang berwenang untuk memutuskan penerimaan hutang luar negeri.
Sebab dari dalam diri manusia dapat disebutkan yang paling rnenentukan adalah integritas diri pribadi orang seorang dalam kehidupaan bermasyarakat, berbang- sa dan bernegara.
Kejahatan korupsi di Indonesia, menurut hukum dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, oleh Hannah Arend dalam bukunya “Eichman in Jerusalem, A Report on the Banality of Evil”, Penguin Books USA Inc.,375 Houston Street, New York – USA 1994, dikategorikan sebagai kejahatan yang banal atau dangkal, dalam arti bukan radikal. Dikatakan kejahatan banal atau dangkal, sebab mereka yang korupsi tidak mempertimbangkan perbuatannya dengan mendalam. Perbuatan korupsi dikerjakan begitu saja, tanpa rnempertimbangkan akibatnya dan hati nuraninya pun tidak bicara apa-apa, seolah-olah itu merupakan hal biasa. Contoh konkrit adalah apa yang terjadi di KPU yang sedang ditangani oleh KPK. Para intelektual yang seharusnya tentu selalu rnempertirnbangkan setiap langkah yang akan diperbuat, nyatanya terperangkap dalam perbuatan korupsi. Demikian juga mereka yang tersangkut dalam kredit macet, BLBI, dan sebagainya adalah orang-orang terdidik yang seharusnya menjadi tauladan masyarakat.
Jelaslah dalam hal tersebut persoalannya terletak pada masalah integritas pribadi, intelektual, professional, dan spiritualitas hidupnya. Integritas pribadi merupakan mutu, sifat atau keadaan pribadi yang menunjukkan kesatuan yang utuh dari berbagai unsur kepribadian, yaitu unsur kejiwaan, kerokhanian dan kejasmanian, seperti cipta, rasa, karsa dsb., sehingga memiliki potensi dan kernampuan yang memancarkan ketang-guhan, kewibawaan dan kejujuran. Integritas dapat juga dikaitkan dengan aspek kehidupan seseorang, seperti integritas intelektual, integritas profesional, dan sebagainya. Sedangkan spiritualitas hidup seseorang dapat dijelaskan bahwa, seseorang harus menyadari dirinya sebagai umat beriman (apa pun agamanya), dan kesadarannya itu harus dapat diaktualisasikan dalam wujud sikap, tutur kata, tingkah laku dan perbuatan dalam pergaulan dengan sesama dan dalam melaksanakan tugas kewajiban sesuai dengan fungsi yang diembannya. Sebagai umat beriman, harus benar-benar memahami makna, motivasi dan tujuan hidupnya.
Selanjutnya apabila melihat mewabahnya korupsi di negara tercinta ini, yang sudah merambah ke seluruh aparat legeslatif, eksekutif dan yudikatif, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, dapat pula dikatakan bawa, akar masalah atau sebabnya terletak pada masalah integritas nasional bangsa kita. Integritas nasional di sini dimaksudkan sebagai wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. (Lihat Ketetapan MPR-RI No.Vl/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa)
Solusi yang ditawarkan
Mengingat peraturan hukum yang ada tentang pemberantasan korupsi dewasa ini sudah relatif lengkap, maka berdasarkan sebab-sebab yang dikemukakan tersebut dapat disarankan adanya solusi pemecahan masalah korupsi dengan tindakan yang bersifat represif dan preventif.
Tindakan yang bersifat represif adalah penegakan hukum yang tegas, konsisten, cepat, tidak pandang bulu. Mengingat bahwa korupsi dikategorikan sebagai: kejahatan luar biasa, perlu diadakan tindakan hukum yang bersifat terobosan dan inkonvensional. seperti yang digagas oleh Prof. DR. Sacipto Rahardjo, yaitu Penegakan Hukum secara Kolektif. Agaknya gagasan tersebut didasari bahwa sistem hukum kita dewasa ini lebih berat ke sifat liberal individualistik.
Nampaknya gagasan tersebut patut mendapat perhatian, mengingat sebenarnya filosofi integralistik kolektif merupakan jiwa semangat pembentukan dan watak negara bangsa kita. Dalam penegakan hukum secara kolektif, beliau katakan, “jaksa tidak lagi berhadapan dengan hakim, advokat tidak lagi “bertempur” melawan jaksa, polisi dan seterusnya. Musuh besar dan jahat yang dihadapi oleh penegakan hukum adalah korupsi. bukan rnelakukan “perang saudara” antar sesama unsur penegakan hukum. Hanya para koruptor yang akan bertepuk tangan jika sekalian unsur penegakan hukum tidak kunjung bersatu. Para koruptor sungguh senang dengan si-tuasi liberal selama ini dan takut bila sekalian penegakan hukum sudah bersatu padu menghadapi mereka.”
Sedangkan tindakan preventif antara lain adalah: (1) Penyempurnaaan sistem birokrasi pemerintahan secara menyeluruh; (2} Perbaikan sistem penggajian yang adil secara menyeluruh; (3) Penanaman nilai-nilai dasar yang relevan bagi pembentukan integritas pribadi dan integritas nasional bangsa. Khusus mengenai penanaman. nifai-nilai dasar tersebut, harap tidak diasosiasikan dengan penataran P4 pada zamannya. Penanaman nilai-nilai dasar dimaksudkan di sini merupakan penanaman nilai-nilai yang diarahkan untuk membangun integritas pribadi dan bangsa yang benar-benar mampu menolak dan menangkal KKN. Nilai-nilai dasar dimaksud adalah nilai-nilai dasar yang merupakan petunjuk dasar (Leit idee) untuk kehidupan yang pantas di atas bumi ini, seperti kebenaran, kelurusan, kebebasan, cintakasih, keadilan, kedamaian, martabat dan kebebasan pribadi, persarnaan di hadapan hukum, keadilan sosial, kesejahteraan umum, kepastian hukum, kebebasan agama dan beragama, pluralisitas dan inklusivitas. Penanaman nilai ditujukan kepada seluruh anak bangsa, khususnya kepada generasi muda sebagai pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Metode pelaksanaannya menjadi kompetensi para ahli pendidikan.
Demikianlah sekedar gagasan mengenai masalah korupsi, mudah-mudahan kunci pokok penyelesaian masalahnya ini, yaitu masalah integritas pribadi dan integritas bangsa, mendapat perhatian para pakar dan ahlinya. Sementara itu bagi yang sempat membaca tulisan ini, mohon kiranya dapat merefleksikan pengalaman pengabdiannya kepada nusa dan bangsa melalui profesinya masing-masing dikaitkan dengan substansi tulisan ini. Semoga. (TAMAT)
(AS/Sumber LPPKB)