Politik

Lonceng ‘Kematian’ Partai Penguasa di Pilpres 2019

NUSANTARANEWS.CO –  Ora mangan nongkone, kenek pulute (tidak ikut makan buah nangkanya, tapi terkena getahnya). Peribahasa Jawa ini tampaknya sangat relevan untuk menggambarkan situasi di tubuh partai penguasa PDIP pasca gelaran Pilkada DKI.

Kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah menyeret partai bermoncong putih itu terjerembab dalam kubangan lumpur hitam. Totalitas PDIP dalam memperjuangkan Ahok dengan begitu getol tanpa disadari berdampak serius terhadap partai pemenang pemilu 2014 silam tersebut.

Keukeuh melindungi Ahok yang berstatus sebagai tersangka kasus penistaan agama membuat PDIP mengalami penurunan elektabilitas yang sangat tajam.

Abrasi Suara

Merujuk pada hasil Pilkada 2017 yang diadakan serentak secara nasional, dengan mengejutkan PDIP mengalami kekalahan telak di beberapa daerah. Di Banten misalnya, partai besutan Megawati ini yang diprediksi bisa menang mudah ternyata kalah telak. Pun demikian dengan Pilkada DKI.

Sementara itu, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) suara PDIP juga mengalami penurunan tajam. Dari lima kabupaten di DIY, hanya Kulonprogo saja yang masih menjadi basis terbesar PDIP. Sedangkan untuk daerah-daerah yang sebelumnya menjadi kantong-kantong suara PDIP seperti Gunung Kidul, Bantul dan Sleman justru mengalami abrasi suara.

Baca Juga:  Jelang Pilkada Serentak, Ribuan Orang Gelar Acara Indonesia Berdoa

Fenomena melemahnya gelombang suara PDIP di beberapa daerah ini mengindikasikan bahwa Ahok effec sukses membuat partai penguasa kelimpungan. Menurunnya elektabilitas PDIP merupakan lonceng ‘kematian’ terhadap nasib partai moncong putih dalam menghadapi hajatan akbar 2019 mendatang.

Selain terpapar kasus Ahok, praktik korupsi para pejabat dari PDIP seperti Bupati Klaten juga turut mempengaruhi mengapa kepercayaan publik terhadap partai ini menurun.

Ironisnya, dalam kasus Ahok, PDIP memilih bertaruh dengan seseorang yang sebenarnya tidak memiliki garis nasab atau sanad yang shahih dengan partai pengusung itu sendiri.

Secara struktural, jelas Ahok bukan kader ideologis dan sedikitpun tidak ada irisan. Tapi entahlah, Presiden Jokowi dan Megawati begitu membabi buta melindungi sosok Ahok. Hingga harkat dan martabat partai menjadi tumbal.

Pertanyaannya siapakah Ahok ini, yang membuat Jokowi dan Megawati begitu termehek-mehek? Bahkan pasca gagal melaju Pilkada DKI, rumor berhembus bahwa presiden Jokowi telah menggaransi posisi Ahok untuk menggantikan Mendagri, sekalipun ia berstatus sebagai ‘napi’? Entahlah, hanya Jokowi dan Mega yang tahu.

Baca Juga:  Cagub Luluk Siapkan Pengembangan Pendidikan Pesantren Berkualitas di Jatim

Penulis: Romandhon
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 140