Hukum

KPK Tegaskan Penetapan Tersangka Setnov Sesuai Undang-Undang

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa penyidikan yang dilakukan oleh lembaga antirasuah terhadap Setya Novanto (Setnov) sudah sesuai dengan KUHAP, Undang-undang KPK, dan peraturan perundang-undangan.

“Sehingga (penetapan tersangka terhadap Setya Novanto) secara hukum adalah sah,” tutur Anggota Biro Hukum KPK, Indah oktianti di PN Jaksel, Jumat, (22/9/2017).

Indah menjelaskan, KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sebagaimana Pasal 6 huruf c KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

“Maka tindakannya berpedoman pada KUHAP dan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) UU KPK,” ucapnya.

Adapun Pasal 39 ayat (1) UU KPK berbunyi: Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain dalam Undang Undang ini.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Sementara itu, terkait bukti permulaan diatur dalam KUHAP Pasal 1 angka 14 KUHP yang berbunyi “Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Hal tersebut juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2006 Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang  tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.

Indah kemudian menjelaskan soal penyelidikan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 KUHP penyelidikan bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang didyva sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.

Sedangkan pengumpulan bukti-bukti serta tersangka dilakukan pada saat penyidikan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP.

“Hal tersebut jauh berbeda dengan tujuan dilakukannya penyidikan oleh KPK, karena berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU KPK, penyelidikan tidak hanya bertujuan untuk menemukan peristiwa pidana tetapi lebih dari itu, penyelidikan sudah bertujuan untuk menemukan bukti permulaan yang sekurang-kurangnya dua jenis alat bukti,” Papar Indah.

Baca Juga:  Tentang Korupsi Dana Hibah BUMN oleh Pengurus PWI, Ini Kronologi Lengkapnya

Dengan kata lain pungkas Indah, proses menemukan bukti permulaan yang cukup bukanlah dilakukan pada gahap penyidikan, melainkan harus dalam tahap penyelidikan. Sehingga ketika dinaikan pada tahap penyidikan, telah diketahui tersangkanya.

“Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari tidak diberikannya kewenangan Termohon (KPK) untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi (vide Pasal 44 jo Pasal 40 UU KPK),” pungkasnya.

Pada sidang Rabu, (20/9/2017) lalu, Setnov melalui pengacaranya menyebut bahwa penetapan tersangkanya melanggar KUHAP, UU KPK, dan SOP Penyidikan. Pasalnya penetapannya sebagai tersangka dilakukan tanpa proses penyidikan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam sejumlah aturan tersebut.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 84