Hukum

KPK: Jangan Sampai Novel Baswedan Menjadi Korban Dua Kali

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah. Foto Restu Fadilah/ NusantaraNews.co
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah. Foto Restu Fadilah/ NusantaraNews.co

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kasus Novel Baswedan yang dirilis Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di kantor ORI, Kamis (6/12/2018) kemarin. Dalam konferensi persnya tersebut Ombudsman menemukan empat poin maladministrasi dalam penyidikan kasus Novel Baswedan.

“Kami perlu memperjelas beberapa hal terkait dengan konferensi pers ORI tadi. Pertama, tidak benar kalau dikatakan KPK melakukan penyitaan terhadap CCTV di rumah Novel,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.

Baca juga:

Justru, kata dia, KPK telah memberikan salinan master CCTV tersebut pada penyidik Polri yang menangani kasus tersebut. Sebelumnya, KPK memang memasang CCTV di rumah Novel sebagai bagian dari mitigasi resiko terhadap pegawai KPK.

“Selain itu, jangan sampai Novel menjadi korban untuk kedua kalinya. Novel telah menjadi korban penyerangan yang sampai saat ini masih berdampak pada mata Novel, jangan sampai korban malah diberikan beban untuk membuktikan,” tuturnya.

Baca Juga:  Mantan Guru PMP-Kn SMP Negeri Sapat Desak Kepsek Pelaku Pungli Dicopot dari Jabatannya

Menurut Febri, Novel sebelumnya telah diperiksa beberapa kali bahkan saat pemeriksaan di Singapura didampingi oleh pimpinan KPK saat itu. “Jadi, keliru juga jika ada pihak-pihak yang mengatakan Novel belum pernah diperiksa sebelumnya,” sanggahnya.

Diketahui, Ombudsman menemukan maladministrasi dalam proses penyidikan perkara tindak penyiraman air keras yang dialami Novel. Pasalnya, hal inilah yang ditengarai menjadi hambatan pihak kepolisian RI dalam menuntaskan kasus penyidik senior KPK itu.

Menurut Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala maladministrasi itu terkait penanganan perkara yang ditangani penyidik Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara, dan Polsek Kelapa. Meliala juga meminta Kepolisian RI serius menangani kasus yang menimpa Novel.

“Temuan maladministrasi proses penyidikan Laporan Polisi Nomor. LP/55/K/lV/2017/PMJ/Res JU/S GD tanggal 11 April 2017 merupakan investigasi atas prakarsa sendiri yang dilakukan oleh Ombudsman,” ungkapnya.

Terkait empat poin temuan maladministrasi yang didapati Ombudsman. Pertama yaitu tidak adanya jangka waktu penugasan dan tidak ada batasan jangka waktu tersebut, yang semestinya sesuai surat perintah tugas yang dikeluarkan oleh Polsek Kelapa Gading, Polres Metro Jakarta Utara, maupun surat perintah yang dikeluarkan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.”Aspek Penundaan Berlarut Penanganan Perkara (proporsionalitas penanganan perkara),” sebut Meliala.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Fasilitasi RDP Petani Rumput Laut Dengan Pemerintah

Kedua, sebutnya, dalam penanganan perkara ini terlalu banyaknya jumlah penyidik Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya. Sehingga, membuat tidak efektifnya, efisiennya dalam proses penyidikan.”Aspek efektivitas penggunaan Sumber Daya Manusia (SDM),” tukasnya.

Ketiga, menurut Meliala adanya pengabaian petunjuk yang bersumber dari kejadian yang dialami Korban (Novel) seperti pada awal Ramadhan 2016 adanya percobaan penabrakan yang dialami Novel ketika menuju kantor KPK RI. “Pada tahun 2016 juga, Novel Baswedan ditabrak oleh sebuah mobil dengan jenis mobil Avanza/Xenla sebanyak 2 (dua) kali hingga Novel Baswedan terjatuh dari sepeda motor,” tuturnya.

“Informasi dari Komjen Pol Drs. M. Iriawan ketika menjabata sebagai Kapolda Metro Jaya terkait dugaan ada indikasi upaya percobaan penyerangan terhadap Novel Baswedan,” tambahnya.

Kemudian, poin keempat yakni ditemui ketidakcermatan dalam dasar penugasan, atau adanya aspek administrasi penyidikan, seperti yang dicantumkan pada Pasal 6 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan yang menyatakan bahwa Surat Perintah Tugas sekurang-kurangnya memuat ‘dasar penugasan’.

Baca Juga:  Buruknya Penegakan Hukum Tersebab Tololnya Seorang Kapolres

“Selain itu, terdapat Surat Panggilan yang dikeluarkan oleh Penyidik, tidak disertai dengan tanda tangan penerima, maka tidaksesuai Pasal 27 Ayat 4 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2018 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana,” pungkasnya.

Di tempat yang sama menanggapi hal tersebut Inspektur Pengawas Daerah Metro Jaya Kombes Pol Komarul Z menuturkan menerima saran dari Ombudsman. “Kami terima dan kami bahas temuan Ombudsman,” pungkasnya.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,331