Opini

Ketika Revolusi 4.0 Ancam Disrupsi Sosial

revolusi industri, rizal ramli, ekonomi indonesia, nusantaranews
Ilustrasi Revolusi Industri 4.0. (Foto: Istimewa)

Ketika Revolusi 4.0 Ancam Disrupsi Sosial

Penulis: Sukma, Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik, FISIP, Unand

Perkembangan teknologi telah membawa kita pada era revolusi 4.0. Revolusi 4.0 merupakan kombinasi penggunaan teknologi komputer dengan informasi digital dalam kegiatan sehari-hari, terutama dalam bidang industri. Revolusi 4.0 ditandai dengan semakin meningkatnya penggunaan teknologi kecerdasan buatan, robotik dan automasi dalam memenuhi hampir semua aspek kehidupan manusia.

Bukti nyata revolusi 4.0 yang tengah kita nikmati saat ini adalah kita tidak perlu keluar rumah untuk memenuhi semua kebutuhan. Jika kita ingin belanja, ada banyak situs belanja online yang tersedia, sehingga kita tidak perlu ke pasar atau mall untuk mencari barang yang kita inginkan. Jika kita ingin membeli makanan, barang atau ingin mengirim sesuatu sudah ada layanan online yang tersedia di smarphone kita.

Kegiatan sehari-hari dengan memanfaatkan smartphone yang ada ditangan kita adalah bukti saat ini kita tengah menikmati revolusi 4.0 tersebut. Industri besar terutama di Negara maju, telah menikmati revolusi 4.0 dengan adanya automasi pekerjaan memanfaatkan kecerdasan buatan dan robotik yang dikendalikan melalui sistem jaringan informasi.

Sehingga tenaga manusia digantikan oleh mesin-mesin yang bergerak secara otomatis melalui kecerdasan buatan dan sistem robotik. Di dunia pemerintahan, pelayanan manual yang biasa dilakukan oleh Aparatur Negara secara perlahan diubah menjadi pelayanan berbasis digital, sehingga rumitnya pelayanan dapat dipangkas, transparansi dapat ditingkatkan, dan pungli serta korupsi juga dapat dicegah.

Di dunia kesehatan, pasien tidak perlu lagi antri untuk mendapat layanan dokter, cukup mendaftar secara online, kemudian mereka akan mendapatkan pemberitahuan kapan hari dan jam untuk dapat berkonsultasi dengan dokter yang dibutuhkan. Begitu pun dalam dunia transportasi, kita tak perlu lagi datang jauh-jauh ke agen travel untuk membeli tiket pesawat, sudah banyak aplikasi online yang menyediakan layanan tersebut langsung di smartphone kita, bahkan hingga reservasi hotel atau penginapan juga telah disediakan.

Baca Juga:  UKW Gate Tak Tersentuh Media Nasional

Naik bis kota atau kereta tidak perlu membayar dengan uang, kita hanya perlu menggesek kartu yang telah diisi saldo. Bank Indonesia saat ini juga tengah merencanakan penggunaan uang digital, dimana kita tidak perlu lagi membawa uang saat pergi ke pasar, mall, atau restaurant, cukup dengan menggesek satu kartu untuk membayar semua tagihan.

Kemudahan yang ditawarkan oleh revolusi 4.0 nyatanya tak selalu berdampak positif. Ada pengaruh negatif dari revolusi 4.0 yang mungkin tidak kita sadari, salah satunya adalah disrupsi interaksi sosial. Pemenuhan berbagai macam kebutuhan melalui instrument kecerdasan buatan yang ada di tangan kita, telah mempermudah semua kegiatan tanpa perlu bertemu dengan banyak orang. Tidak ada lagi interaksi kita secara langsung tatap muka dengan penyedia layanan atau si penjual barang, tidak ada lagi proses saling tawar menawar yang biasa kita temui di pasar.

Disrupsi interaksi sosial lainnya adalah munculnya sikap individualistis dan egoisme terutama di kalangan remaja dan pemuda kita. Segala kebutuhan yang dapat diakses secara langsung melalui internet akan membuat interaksi sosial mereka akan berkurang dan kontrol sosial menjadi lemah. Jika di rumah mereka tidak mendapat pendidikan yang baik dari orang tuanya, maka dapat menumbuhkan sikap yang kurang menghargai dan menghormati orang lain.

Sikap individualistis, egoisme, dan anti sosial dapat muncul dengan segala kemudahan yang ditawarkan oleh revolusi 4.0. Automasi segala kegiatan yang kita rasakan akan membuat adanya sikap anti pati terhadap lingkungan, karena kita tidak membutuhkan lagi bantuan orang sekitar kita untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Penyaluran nilai sosial kemasyarakatan yang biasanya ada pada interaksi sosial individu dengan kelompok masyarakatnya melalui proses kontrol sosial akan berkurang atau bahkan hilang.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Proses seperti ini tanpa kita sadari saat ini tengah berlangsung disekitar kita. Contohnya adalah sejauh mana kita mengenal tetangga yang bersebelahan rumah dengan kita. Atau sejauh mana kita dan anak-anak kita mengenal orang-orang yang berada di lingkungan tempat tinggal kita. Tekanan pekerjaan maupun padatnya waktu sekolah bagi anak-anak, telah menyebabkan berkurangnya interaksi sosial individu terhadap kelompok masyarakatnya, apalagi ditambah dengan kecerdasan buatan dan automasi segala kegiatan tentu semakin menggerus proses interaksi tersebut.

Proses disrupsi interaksi sosial tengah terjadi di kota besar, dalam satu kompleks perumahan yang rumahnya saling berhadapan belum tentu saling mengenal. Pada anak-anak dan remaja, mereka tidak mengenal orang-orang yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka hanya mengenal lingkungan berteman dengan teman-teman mereka di sekolah. Salah satu contoh disrupsi sosial dalam kebudayaan ada di Sumatera barat, proses disrupsi interaksi sosial terlihat pada penurunan kontrol sosial yang dulu menjadi adat di tanah minang ini.

Jika ada remaja atau pemuda yang bersikap tidak baik atau menyimpang, maka akan diperingati oleh lingkungan kelompok masyarakatnya, lalu diberitahu pada mamak si remaja atau pemuda tersebut agar diperingati dan diajari nilai-nilai yang ada di masyarakat. Namun, sekarang proses seperti itu sangat sedikit kita temui. Apalagi jika revolusi 4.0 telah memasuki setiap aspek kehidupan kita, kontrol sosial masyarakat bagi pembentukkan karakter pemuda kita akan jauh menyusut, begitu pun peran ninik mamak hanya akan tinggal sebagai proses ritual adat seperti pernikahan, baralek, dan akikah.

Baca Juga:  Seret Terduga Pelaku Penggelapan Uang UKW PWI ke Ranah Hukum

Tugas berat sebenarnya berada pada pundak orang tua dalam mendidik dan membina anak-anaknya, meluangkan lebih banyak waktu untuk membentuk karakter mereka. Tujuannya agar mereka tidak menyimpang dari nilai agama, sosial budaya dan adat istiadat yang kita miliki karena proses disrupsi sosial yang terjadi. Serta menjaga agar revolusi 4.0 berdampak positif bagi perkembangan anak-anak, bukan mendisrupsi interaksi dan kontrol sosial yang dapat merusak karakter anak.

Disrupsi sosial yang paling parah bukan sikap individualistis dan egoisme, tetapi tidak ada lagi kepeduliaan antar sesame. Sikap yang tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan tetangga sebelah rumahnya. Prilaku anak-anak yang tidak peduli lagi dengan lingkungannya, tidak punya rasa hormat dengan sesama karena merasa semua kebutuhan mampu dipenuhi sendiri. Proses yang kita jalani saat ini telah mengarah ke arah tersebut.

Budaya belanja online tengah meningkat saat ini. Membeli makanan tak perlu lagi keluar rumah, cukup dengan smartphone ditangan, semua kebutuhan dapat dipenuhi. Kemudahan yang diberikan oleh revolusi 4.0 tentu sangat membantu semua kegiatan kita. Tapi kita juga harus memperhatikan proses tersebut, agar tidak mendisrupsi aktivitas sosial kita untuk menghindari penyimpangan nilai sosial, agama dan adat istiadat dalam diri kita maupun generasi penerus kita.

Related Posts

1 of 3,049