Berita UtamaMancanegaraOpiniTerbaru

Ketika Pemilu Demokratis Berlangsung di Palestina

Ketika pemilu demokratis berlangsung di Palestina.
Ketika pemilu demokratis berlangsung di Palestina/Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan bahwa rakyat Palestina siap menghadapi invasi Zionis Israel/Foto: Al Jazeera

NUSANTARANEWS.CO – Ketika pemilu demokratis berlangsung di Palestina. Rakyat Palestina tampaknya tidak memiliki hak untuk membela diri di mata Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang telah bersumpah akan mendukung “hak asasi manusia” dalam Pidato Kenegaraan pertamanya. Sumpah tinggal sumpah bila terkait dengan rakyat Palestina. Padahal jelas-jelas, penjajahan zionis melakukan pembersihan etnis dengan menggunakan aksi teror dan pembunuhan.

Ya, Israel adalah negara teroris yang membantai penduduk yang diduduki untuk membenarkan perampasan tanah Palestina. Sedangkan rakyat Palestina meski telah lebih dari setengah abad ditindas dan diteror tetap bertahan dan terus melakukan perlawanan. Gaza tidak pernah berhenti melawan penjajahan zionis Israel.

Sejak Intifadah di Gaza 1987 dan Intifadah Al-Aqsa pada tahun 2000 rakyat Palestina kini lebih bersatu dan lebih kuat untuk menghadapi teror kaum penjajah yang rasis.

Baca Juga:  Relawan Mlangi Gelar Doa Bersama Untuk Kemenangan Prabowo Gibran

Semangat perjuangan rakyat Palestina itu dibuktikan dalam pemilihan umum tahun 2006, di mana Hamas memenangkan 74 kursi dari 132 kursi Dewan Legislatif Palestina mengalahkan Fatah yang hanya meraih 45 kursi. Sehingga Hamas mengambil kendali efektif atas Otoritas Palestina.

Negara-negara demokrasi Barat dengan cepat bereaksi, langsung menjatuhkan sanksi terhadap kemenangan Hamas yang berlangsung secara demokratis. AS langsung membekukan bantuan ekonomi senilai US$ 2 miliar. Israel memblokade Gaza dari utara dan timur, Laut Mediterania di barat, dan Mesir di Selatan.

Rakyat Palestina ditakar hidupnya. Ya, dibuat kelaparan karena menjalankan demokrasi ala barat. Semua dibatasi dengan ketat mulai makanan, obat-obatan, dan bahan bakar. Bahkan tidak ada produk sanitasi seperti sabun, deterjen, popok, atau barang kebersihan wanita. Tidak ada perlengkapan sekolah. Tidak ada bahan bangunan seperti baja, semen, atau pipa logam. Tidak ada persediaan atau peralatan pertanian. Tidak ada baterai atau suku cadang untuk peralatan. Tidak ada ekspor. Tidak ada lalu lintas udara. Tidak ada perjalanan.

Baca Juga:  Juara Pileg 2024, PKB Bidik 60 Persen Menang Pilkada Serentak di Jawa Timur

Akibat dari blokade tersebut adalah pemadaman listrik terus menerus, kekurangan bahan bakar, kerusakan makanan, malnutrisi, anemia pada masa kanak-kanak, keracunan, dan perawatan medis yang minimal. Gaza hanya bisa bertahan karena adanya sistem terowongan yang rumit ke Mesir.

Namun kudeta pemerintahan Mursi oleh Jenderal Abdel Fattah el-Sisi di Mesir pada 2013 yang disetujui oleh AS – imbalannya adalah membanjiri terowongan  dengan genangan air dan menutup perbatasan Rafah. Intinya menutup Gaza dari Mesir dan Afrika Utara.

Bukan itu saja, AS kemudian kemudian mempersenjatai seorang tokoh Fatah Muhammad Dahlan untuk melancarkan perang saudara di wilayah pendudukan yang dimentori oleh Letnan Jenderal Keith Drayton. Namun Dahlan dan Fatah gagal mengalahkan Hamas di Gaza. Akibatnya, kepemimpinan Palestina terpecah. Fatah dengan Abbas menjalankan pemerintahan di Tepi Barat. Hamas di bawah kepemimpinan Ismail Haniyeh menguasai Jalur Gaza. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,052