NUSANTARANEWS.CO – 160 jet tempur Zionis Israel serang 150 target di Gaza. Pada hari Jumat (14/5), jet-jet tempur zionis telah menembakkan 450 rudal pada 150 target yang diperkirakan sebagai jaringan terowongan bawah tanah Kota Gaza. Seorang juru bicara zionis, Letnan Kolonel Jonathan Conricus, mengatakan bahwa fokus serangan Israel di Gaza adalah sistem terowongan militer Hamas. Militer Zionis mengatakan bahwa mereka sedang membersihkan terowongan sebelum kemungkinan invasi darat.
Pada Sabtu pagi (15/5), jet-jet tempur tersebut kembali melanjutkan serangan udara di Gaza. Sedangkan para pejuang Palestina menanggapi dengan menembakkan roket ke Israel pada hari kelima pertempuran. Pihak zionis melaporkan bahwa lebih dari 2000 roket telah ditembakkan selama lima hari pertempuran.
Pihak zionis juga mengakui bahwa mereka mesti pilih-pilih (atau meleset) untuk mengintersep roket-roket Hamas yang berharga ratusan dolar karena harga sekali tembak anti rudal bisa mencapai US$ 80.000,-
Bahkan sejak Jum’at, seiring dengan pemboman di Gaza kerusuhan meledak di Tepi Barat. Ratusan warga Palestina bentrok dengan polisi Israel, melempar batu dan membakar ban, dalam aksi protes terbesar di wilayah itu.
Di Israel sendiri, kekerasan komunal meletus pada malam keempat, dengan masa Yahudi dan Arab bentrok di kota Lod, Jaffa, Haifa, dan kota-kota lainnya.
Zionis Israel juga dilaporkan telah meningkatkan jumlah pasukan daratnya di perbatasan dengan Jalur Gaza yang dikuasai Palestina menyusul pertempuran yang semakin sengit.
Selama lima hari pertempuran dilaporkan 134 warga Palestina telah tewas, termasuk setidaknya 32 anak-anak dan 11 wanita, kata Kementerian Kesehatan Gaza dan menambahkan bahwa 900 orang terluka. Sementara delapan orang zionis Israel tewas dalam serangan roket yang dilakukan setiap hari oleh Hamas ke kota terbesar Israel, Tel Aviv, dan bagian-bagian lain negara itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan pada hari Jumat bahwa jika pertempuran tidak dihentikan, konflik dapat “menimbulkan krisis keamanan dan kemanusiaan yang tidak dapat dikendalikan” dan “selanjutnya mendorong ekstremisme,” menurut juru bicara PBB Stephane Dujarric. (Agus Setiawan)