Politik

Kangmas Jokowi, Masyarakat Butuh Jalan Raya Negara Bukan Jalan Tol

arief poyuono, waketum gerindra, omongan prabowo, pidato prabowo, pekerjan informal, pengemudi ojek, driver ojek online, prabowo kontroversi, ancaman air laut, kubu jokowi, angkatan kerja, ancaman banji rob
Waketum Gerindra, Arief Poyuono. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Waketum Gerindra Arief Poyuono menilai yang dibutuhkan masyarakat Indonesia ialah jalan raya negara bukan jalan tol. Pasalnya, selain jalan tol belum menjadi kebutuhan pokok marayakat, jalan tol yang diterus dibangun oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dibangun dari hasil hutang dan banyak dikuasai oleh perusahaan asing.

“Bangun jalan tol dari hasil hutang dan banyak dikuasai oleh perusahaan asing kok dibanggakan sih oleh Kangmas Joko Widodo? Kangmas, jalan tol yang dibangun Kangmas itu sebuah alat untuk mengeksploitasi duitnya masyarakat Indonesia dalam jangka puluhan tahun ya Kangmas. Seperti jalan tol Bakauhuni-Palembang malah disuruh buru-buru kelar sama Kangmas, biasa mau pamer ya Kangmas sama masyarakat?,” kata Arief melalui pesan tertulis yang diterima, Rabu (28/11/2018) malam.

Baca Juga:

Baca Juga:  PDKN Ingatkan Presiden Prabowo Subianto Tentang Pembentukan Menteri Kabinet Menghadapi Multi Krisis Sosial Politik, Ekonomi, dan Keuangan

Arief juga menilai bahwa masyarakat sudah cerdas. Jadi, tegasnya, yang masyarakat butuhkan adalah jalan raya atau jalan negara yang lebar, mulus dan terang kalau malam serta gratis. Bukan justru jalan tol yang tarifnya mahal. “Dan yang paling dibutuhkan masyarakat, ketika belanja sembako enga merasa harganya mahal dan lapangan kerja banyak tersedia Kangmas,” ujarnya ditujukan kepada Presiden.

Untuk itu, Arief menjelaskan, jika jalan tol tersebut diburu-buru penyelesaiannya, malah mutu bangunan infrastrukturnya jadi tidak berkualitas. Apabila nanti didioperasikan bisa terjadi kecelakaan akibat konstruksi Infrastrukturnya rendah, tentu bakal makan korban jiwa lagi.

“Tidak penting, pamer-pamer bangun infrastruktur seperti jalan tol Bakauhuni -Palembang. Sebab, itu proyek kan sudah dicanangkan sebelumnya oleh Pemerintahan SBY-Budiono dalam RPJM dan masuk proyek strategis di era pak SBY,” kata Arief.

Sesuai RPJM, lanjutnya, memang pembangunan tersebut dimulai 2015. Begitu juga tol-tol di Jawa semua sudah masuk program pembangunan di periode 2015 yang dicanangkan SBY. Jadi, kata Arief, siapapun Presiden yang terpilih pada pilpres 2014 memang harus membangun tol-tol tersebut.

Baca Juga:  Relawan Millenial dan Generasi Z Jawa Timur Janjikan Suara Tebal Untuk Khofifah-Emil di Pilgub

Contoh lainnnya, kata dia, proyek Asean Games seperti pembangunàn LRT di palembang, memang sudah diprogramkan oleh SBY, karena SBY berhasil meyakinkan negara ASIA untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Asean Games.

“Cuma bedanya kalau jaman SBY bangun Infrastruktur enga pakai banyak hutang ke luar negeri dan enga banyak pake Tenaga Kerja Asing, sedangkan era Kangmas Joko Widodo bangun Infrastruktur pake hutang luar negeri dan pakai banyak TKA dari Cina, dimana hingga posisi pekerja tukang forklift,” ungkapnya.

Arief menegaskan, rakyat sebenarnya ingin sarana infrastruktur transportasi seperti jalanan, tapi yang gratis seperti pembangunàn jalan negara yang lebar dan berpenerangan yang baik khususnya di Sumatera dan Jawa, bukan jalan tol yang bayarnya mahal karena dibangun dari ngutang dan dikelola oleh asing.

Jalan tol yang dibangun Joko Widodo, sambung Arief, sebenarnya sebuah alat asing untuk mengeksploitasi kekayaan Indonesia, dimana biasanya jalan alternatif non tol atau jalan negara sengaja tetap dibiarkan sempit dan rusak tanpa penerbangan kayak jalan negara lintas Sumatera.

Baca Juga:  LANAL Nunukan Berhasil Lepaskan Jaring Yang Melilit KM Kandhega Nusantara 6

“Enga usah Joko Widodo yang jadi Presiden kalau cuma bisa bangun jalanan yang kalau masyarakat mau lewat harus bayar, siapapun juga bisa kok. Jadi masyarakat harus sadar jangan sampai terhanyut dengan jebakan-jebakan bangun jalan tol oleh Joko Widodo,” tandas Arief.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,183