Rubrika

Hari Ini Dalam Sejarah: Tsunami 36 Meter Terjang Flores Telan 2100 Nyawa

Tsunami Flores 12 Desember. (FOTO: Dok. Wikipedia)
Tsunami Flores 12 Desember. (FOTO: Dok. Wikipedia)

NUSANTARANEWS.CO – Duapuluh enam tahun lalu, 12 Desember 1992, pada pukul 13:29 WITA, gempa bumi berkekuatan 7,8 pada skala Richter terjadi di lepas pantai Flores. Gempa bumi ini menyebabkan tsunami setinggi 36 meter yang menghancurkan rumah di pesisir pantai Flores, membunuh setidaknya 2.100 jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi.

Infrastruktur yang hancur akibat gemba dan tsunami ini diantaranya 18.000 rumah, 113 sekolah, 90 tempat ibadah, dan lebih dari 65 tempat lainnya. Kabupaten yang terkena gempa ini ialah Kabupaten Sikka, Kabupaten Ngada, Kabupaten Ende, dan Kabupaten Flores Timur. Sedang Kota yang paling parah ialah Maumere. Lebih dari 1.000 bangunan hancur dan rusak berat.

Gempa dan tsunami dahsyat yang melanda Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur itu dan dampaknya tersebut merupakan salah satu yang terkuat di Indonesia, selain tsunami Aceh 2004. Petaka ini bermula sat gempa 7,5 skala Richter yang berpusat di kedalaman laut, 35 kilometer (km) arah barat laut Kota Maumere mengguncang lalu terjadi longsor bawah laut, yang membuat tsunami Flores mematikan terjadi.

Baca Juga:  Relasi Budaya Pop dan Creative Hub

Baca Juga:

Dikutip dari nationalgeographic, terjadinya longsor bawah laut itu dipetakan para peneliti Jepang yang berkunjung ke pantai utara Flores dan Pulau Babi, dua pekan setelah petaka itu. ”Kami ke pantai utara Flores mengunjungi 40 desa di sana untuk mengukur ketinggian tsunami,” tulis Yoshinobu Tsuji dan tim dalam publikasi berjudul Damage to Coastal Villages Due to the 1992 Flores Island Earthquake Tsunami (1995).

Disebutkan, ketinggian tsunami di Kampung Wuring (Flores) mencapai 3,2 meter. Seluruh Kampung Wuring, yang hanya 2 meter di atas permukaan laut itu, tenggelam. Sebanyak 87 orang tewas di sana. Di Desa Riangkroko, di sisi timur Pulau Flores, tinggi gelombang 26,2 meter dan menewaskan 137 orang. Tingginya gelombang di Riangkroko itu akibat gempa memicu longsor di Teluk Hading, yang melipatgandakan kekuatan tsunami.

Baca Juga:  Sediakan Angkutan Gratis Pelajar di Bojonegoro, Inilah Cara Sejahterakan Rakyat

Hingga tahun 1992 itu, Indonesia belum memiliki ahli tsunami sehingga riset soal tsunami Flores lebih banyak dilakukan ahli-ahli Jepang. Perhatian kalangan ilmuwan Indonesia terhadap tsunami baru terbangkitkan setelah tsunami Aceh 2004.

Menurut ahli gempa dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, hingga saat ini, penelitian tentang gempa dan tsunami, terutama di kawasan Indonesia timur, ternyata masih tetap minim.

”Dibutuhkan penelitian mendalam terkait sumber gempa dari subduksi ganda di Indonesia timur. Daerah ini belum banyak datanya sehingga kami sulit memetakan ancamannya,” tuturnya.

Padahal, kawasan Indonesia timur merupakan yang paling rentan tsunami. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), sepanjang tahun 1629-2014, Indonesia dilanda 174 tsunami. Sebanyak 60 persen di kawasan Indonesia timur.

Di mana dan kapan tsunami berikut masih misteri. Misalnya, pada 2003, ahli gempa Kerry Sieh dari California Institute of Technology merekonstruksi riwayat gempa di segmen Mentawai. Dia menemukan megathrust ini di ujung siklus. Ancaman tsunaminya diprediksi akan mencapai Kota Padang.

Baca Juga:  Bapenda Tulungagung Gelar Gebyar Undian Berhadiah Pajak Daerah 2024

Namun, pada 2004, tsunami ternyata terjadi di zona Aceh-Andaman, bukan di Mentawai. Setelah tsunami Aceh, Kerry kembali mengingatkan ancaman segmen Mentawai ini. Lagi-lagi, tsunami terjadi di tempat lain, yaitu di Nias pada 2005 dan Pangandaran pada 2006. Masalahnya, segmen Mentawai ini datanya paling lengkap. Bagaimana dengan kawasan timur Indonesia yang masih gelap datanya?

Setelah tsunami Tohoku (Jepang) 2011, para ahli sepakat bahwa gempa besar dan tsunami dapat terjadi di semua jalur subduksi di dunia. Ini berarti, hanya soal waktu, gempa dan tsunami terjadi di jalur subduksi yang mengepung Indonesia, mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Flores, utara Sulawesi dan utara Papua, serta Maluku dan Seram.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,148