Politik

Hari Demokrasi Internasional, Fadli Zon: Demokrasi Indonesia, Demokrasi Pancasila

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon/Foto nusantaranews/Leman
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon/Foto nusantaranews/Leman

NUSANTARANEWS.CO – Hari Demokrasi Internasional yang ditetapkan sejak tanggal 15 September 1988 hingga kini masih diperingati. Kendati tidak dalam setiap satu tahun, Hari Demokrasi Internasional berlangsung semarak. Sebab demokrasi bukanlah sebuah pesta perayaan belaka. Namun lebih pada penerapan. Karenanya wajar, bila setiap tanggal 15 September tidak begitu mencolok sebagai sebuah hari perayaan.

Barangkali memang tidak banyak kalangan masyarakat yang tahu tentang Hari Demokrasi tersebut, atau bahkan di kalangan eksponen demokrasi, termasuk di Tanah Air Indonesia, yang sejak masa pasca-Soeharto telah menerapkan demokrasi sehingga menjadi demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah India dan Amerika Serikat.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam refleksinya mengatakan bahwa, Indonesia disebut sebagai negara penganut demokrasi terbesar ketiga di dunia, dalam konteks yang lebih luas, kombinasi Islam dan demokrasi dapat tumbuh harmonis.

“Dalam konteks yang lebih spesifik, Indonesia bahkan banyak dijadikan rujukan sebagai negara dimana demokrasi dan Islam dapat tumbuh secara harmonis,” ujar Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima Nusantaranews.co, Jakarta, Kamis (15/9).

Baca Juga:  Marthin Billa Kembali Lolos Sebagai Anggota DPD RI di Pemilu 2024

Perkembangan demokrasi di Indonesia dalam kacamata Fadli, walaupun banyak tantangan rupanya cukup berhasil melakukan konsolidasi demokrasi dengan mampu menyelenggarakan pemilu presiden dan legislatif secara langsung. Dimana hal ini sudah berlansung sejak 1998.

“Indonesia telah menerapkan pemilu presiden dan legislatif secara langsung, Penghargaan pada hak asasi manusia, pembentukan lembaga pemberantasan korupsi, serta pelaksanaan pilkada serentak yang baru saja dilaksanakan di 269 daerah secara tertib dan aman,” jelas kader Partai Gerindera itu.

Lebih lanjut, Waketum partai Gerindra ini menambahkan, jika dilihat lebih dalam demokrasi di Indonesia masih sebatas prosedural serta masih memiliki tantangan, belum substansial, dan masih dihadapkan pada tantangan agenda kesejahteraan yang besar.

“Ini tergambar dari masih tingginya kesenjangan di tengah masyarakat Indonesia. Kooefisien Gini Indonesia saat ini 0.41. Sehingga meski pertumbuhan ekonomi meningkat, tapi manfaat dari pertumbuhan ini lebih dinikmati oleh 20 persen masyarakat terkaya. Jadi, sekitar 80 persen penduduk rawan merasa tertinggal. Tidak ada pemerataan pembangunan yang pada akhirnya memunculkan kesenjangan,” terang Fadli.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Menurut politisi partai Gerindra, demokrasi Indonesia bukanlah demokrasi liberal sebagaimana diterapkan di negara barat, namun Indonesia menerapkan demokrasi pancasila. Fadli pun juga menambahkan bahwa saat ini yang berkembang hanyalah demokrasi politik.

“Demokrasi kita adalah demokrasi Pancasila. Yang mencakup demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial. Problemnya, yang saat ini berkembang hanyalah demokrasi politik. Sehingga demokrasi yang kita jalani belum diiringi pembangunan demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan sosial,” jelasnya.

Fadli menegaskan bahwa demokrasi tetap harus dibangun dengan memperhatikan konteks, budaya dan sejarahnya. “Democracy is not one size-fit all solution,” tambah Fadli.

Dalam konteks global, imbuhnya, Indonesia adalah salah satu dari 193 negara anggota PBB yang mengadopsi 2030 Agenda for Sustainable Development, yakni sebuah komitmen global untuk menghadirkan kesejahteraan secara lebih cepat bagi warga negaranya. “Adanya komitmen ini sangat penting, dan menjadi tanggung jawab bagi pemerintah Indonesia untuk memenuhi agenda kesejahteraan yang sudah ditetapkan,” pungkasnya. (Sule/Red-02)

Related Posts

1 of 4