EkonomiOpiniRubrika

Dirut Pertamina Yang Kreatif, Inovatif dan Komunikatif Sangat Dibutuhkan

Dirut Pertamina Yang Kreatif, Inovatif dan Komunikatif Sangat Dibutuhkan. (FOTO: Istimewa/Ant)
Dirut Pertamina Yang Kreatif, Inovatif dan Komunikatif Sangat Dibutuhkan. (FOTO: Istimewa/Ant)

NUSANTARANEWS.CO – PT. (Persero) Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis yang dimiliki dan dicintai rakyat Indonesia serta merupakan cabang produksi penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak menjadi tumpuan harapan dalam pembangunan bangsa dan negara. Saat ini, BUMN yang menjadi kebanggaan rakyat Indonesia belum mempunyai nakhoda yang definitif, dan baru dijabat seorang Pelaksana Tugas (Plt) yaitu Nicke Widyawati yang sekaligus merangkap Direktur Sumber Daya Manusia (SDM).

Berbagai pekerjaan rumah sedang dihadapi (yang krusial adalah soal Blok Rokan dan Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018) oleh Pertamina dalam rangka memperkuat kebijakan pengelolaan energi nasional yang sekaligus mensukseskan kebijakan BBM Satu Harga yang merupakan kebijakan populis Presiden. Oleh karena itu, harapan besar publik sangat ditumpukan pada Tm Penilaian Akhir (TPA) yang berada ditangan Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo supaya memilih Direktur Utama yang memiliki kapasitas dan kompetensi dalam industri perminyakan serta diterima secara kuat di internal Pertamina.

Baca Juga:

Apabila TPA, dalam hal ini Presiden menempatkan figur yang tidak memiliki kapasitas dan kompetensi, maka kejadian pergantian Direksi yang berulangkali bisa saja kembali terjadi, dan pada akhirnya tentu akan menghambat kinerja Pertamina dan bisa saja kemungkinan di masa yang akan datang kejayaan Pertamina tinggal catatan sejarah. Hal ini bisa terjadi, jika Direktur Utama yang ditetapkan TPA tak mampu mengelola komunikasi yang baik soal kebijakan BBB Satu Harga yang tak bisa diganggu gugat karena merupakan kebijakan politik pemerintahan di satu sisi. Dan, kemampuan kreatif dan inovatif sang calon Dirut Pertamina baru tersebut dalam mengelola pembangunan produksi minyak dan gas (migas) di sektor hulu dan strategi pemasarannya dalam persaingan bisnis migas di sektor hilirnya, di sisi yang lain.

Baca Juga:  Pemdes Jaddung Salurkan Bansos Beras 10 kg untuk 983 KPM Guna Meringankan Beban Ekonomi

Komunikasi Publik

Sebagai BUMN, tak ada masalah bagi PT. (Persero) Pertamina menjalankan kebijakan politik pemerintahan, yaitu BBM dengan harga terjangkau (relatif murah) dan Satu Harga tentu dengan kalkulasi yang ekonomis. Tanpa melihat proses pembentukan harga BBM yang dijual ke konsumen akhir dan kenaikan harga keekonomian minyak mentah dunia, maka beban biaya produksi dan operasional tentu akan berpengaruh atas penetapan harga BBM yang konstan atau tak berubah. Dalam jangka panjang, apabila Pemerintah cq. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak merubah ketentuan dalam Perpres Nomor 191 Tahun 2014, serta Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dam Liquefied Petroleum Gas, maka kerugian besar akan dialami Pertamina. Dampak dari kerugian yang disebabkan oleh perintah kebijakan Pemerintah yang memaksa Pertamina menetapkan harga jual ke konsumen masyarakat jauh dari dasar perhitungan kenaikan harga dasar keekonomian minyak mentah dunia, maka Harga Pokok Produksi BUMN ini akan ditanggung oleh Pertamina sendiri dengan melakukan berbagai tindakan efisiensi di berbagai pos pengeluaran.
Tidak hanya pos biaya variabel dan atau overhead saja yang akan menjadi sasaran efisiensi manajemen Pertamina, bahkan tindak pengurangan karyawan (down sizing) mungkin akan terjadi.

Baca Juga:  Kepala DKPP Sumenep Ajak Anak Muda Bertani: Pertanian Bukan Hanya Tradisi, Tapi Peluang Bisnis Modern

Dan, apabila Kementerian BUMN sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengajukan calon Direksi BUMN yang sehat dan profesional serta komunikatif sebagai upaya dan langkah cerdas atas kondisi kebijakan yang mau tak mau harus dijalankan ini. Dengan demikian, Kementerian BUMN tak dituduh sebagai pihak yang justru melakukan kesengajaan atas “bermasalahnya” melakukan komunikasi atas berbagai kebijakan Kementerian ESDM dan kinerja Pertamina dengan menempatkan Direksi yang tak kompeten. Namun, tentu saja komunikasi atas kebijakan ini juga harus dipahami oleh entitas organisasi Pertamina dalam menjelaskan kepada publik soal pentingnya BBM Satu Harga ini dan Pertamina sebagai pihak yang harus memberikan rasa optimis atas kinerjanya.

Selama ini, Pertamina selalu disebut mengeluh soal kinerjanya dan seolah-olah tidak mampu menyiasati Permen ESDM dengan komunikasi yang tepat, bernas dan tak membuat blunder.

Kemampuan Kreasi dan Inovasi

Kebijakan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 dan Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2018 ini merupakan pintu masuk bagi Pertamina tak berkinerja dengan baik, apalagi jika ada perusahaan swasta yang diberikan keistimewaan (previllege) di sektor ini dan tak menanggung beban kebijakan BBM Satu Harga. Dengan patokan harga minyak yang saat ini dipublikasikan di Nasdaq, maka harga BBM Solar dan Premium yang saat ini ditetapkan pemerintah ditutup (ditanggung subsidinya) oleh Pertamina sebesat Rp 1.100 per liter untuk Solar dan Rp 1.350 untuk Premium di wilayah non Jawa Madura dan Bali (Jamali) serta Rp. 1.250 di wilayah Jawa, Madura dan Bali untuk BBM Penugasan.

Baca Juga:  RAB Kulon Progo Bagikan Ratusan Kotak Makanan dan Snack untuk Tukang Ojek, Tukang Becak, dan Tukang Parkir

Maka dari itu, Presiden harus segera bertindak dengan cepat dan tepat untuk menyelamatkan eksistensi Pertamina dari kerugian yang disebabkan oleh meningkatnya harga keekonomian minyak mentah dunia tanpa penyesuaian harga BBM ke konsumen akhir. Sebab, selisih atas kenaikan ini menjadi beban pengeluaran rutin bagi BUMN ini yang akan mengurangi laba, bahkan merugikan Pertamina dalam jangka panjang. Kemungkinan terburuk dari beban pengeluaran Pertamina ini adalah pengurangan karyawan, sehingga akan merugikan posisi kepercayaan publik terhadap Presiden yang pada Tahun 2019 akan kembali berkontestasi dalam Pemilihan Umum Presiden secara langsung.

Semoga Presiden dapat memperhatikan dengan seksama substansi kebijakan yang telah diterbitkan dalam Perpres No. 191 Tahun 2014 dan Permen No. 13 Tahun 2018 yang jauh sekali mengabaikan posisi ekonomis dan strategis Pertamina bagi Bangsa dan Negara yang merupakan perintah pasal 33, konstitusi UUD 1945. Namun demikian, kebijakan ini bisa saja disiasati tentu oleh seorang nakhoda yang berpengalaman dalam mengelola sektor hulu migas, karena banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendukung kebijakan BBM Satu Harga sehingga mampu membantu pemerintah mensukseskan kebijakan harga BBM yang berkeadilan. Kuncinya tentu saja pada seorang nakhoda yang mumpuni, kreatif dan inovatif serta berpengalaman dan diterima luas di kalangan karyawan, terutama Serikat Pekerja Pertamina. Semoga Presiden tak salah pilih lagi.

Penulis: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

Related Posts

1 of 3,145