NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Hingga menjelang berakhirnya September 2018, himbauan untuk kembali menonton film G30S/PKI tidak lagi terdengar seperti tahun-tahun sebelumnya. Upaya untuk menghapus memori rakyat terkait kebrutalan PKI pada tahun 1965 tampaknya menemui titik kesuksesan.
Kondisi ini hampir mirip dengan situasi tahun 50-an silam. Waktu itu, pasca gagalnya gerakan kudeta Madiun 1948, Muhammad Hatta (MH) Lukman membentuk ormas bernama Barisan Rakyat (Bara). Nyatanya, Bara menuai sukses besar pada tahun-tahun berikutnya, terutama memulihkan nama PKI di mata rakyat.
Keberadaan ormas Bara yang berada di bawah kendali PKI sukses menggiring opini publik dan melakukan agitasi politik di tingkatan masyarakat. Dan yang cukup mengejutkan, hanya butuh setahun, anak-anak muda yakni Lukman, DN Aidit dan Njoto berhasil melambungkan kembali nama PKI di tengah bayang-bayang kelam pemberontakan Madiun 1948.
Seperti diketahui ketiga tokoh sentral PKI itu mengambil alih kepemimpinan partai dan mengumpulkan sisa-sisa kader komunis. Aidit menggantikan Alimin, sementara Lukman menggantikan Tan Ling Djie. Hasilnya, PKI berhasil masuk empat besar dalam pemilu 1955. Artinya, citra buruk akibat gerakan kudeta Madiun 1948 terhapus dengan cepat.
Diketahui, tahun 1950 pemerintah akhirnya mengelurkan keputusan dengan tidak melarang segala aktivitas PKI. Bersamaan itu pula, pada 4 Februari 1950, Alimin mengaktifkan kembali PKI. Situasi ini membuat PKI kembali bangkit dan melakukan konsolidasi partai termasuk membentuk Barisan Rakyat (Bara) di tahun 1952.
Anak-anak muda partai komunis yang dinahkodai Aidit, Lukman dan Njoto melakukan konsolidasi partai dengan lebih soft dan kekinian. Memanfaatkan pengampunan pemerintah, Lukman melalui propaganda Bara mencitrakan diri bahwa partai komunis tidak bersalah. Sehingga stempel yang menyebut PKI sebagai partai perusuh dan pembuat onar hilang.
Peran Bara tak lain untuk menyakinkan petani dan buruh, bahwa PKI adalah partai yang pro rakyat kecil. Melalui Bara pula, PKI menghembuskan isu ke masyarakat bahwa PKI tidak bersalah dalam kudeta Madiun.
Mereka terus membangun opini publik dan melakukan propaganda politik, bahwa kiai-kiai kampung yang memiliki tanah adalah musuh bersama. Situasi ini berdampak pada suara partai Nahdlatul Ulama di tingkat nasional.
Bersamaan dengan itu, DN Aidit terus gencar menjanjikan hadiah tanah kepada setiap rakyat jika PKI berhasil menjadi partai penguasa.
Singkatnya, strategi propaganda politik yang dilakukan Bara berhasil mengikis trauma politik pasca kudeta Madiun dan mampu menggebuk rival-rival politiknya pada pemilu 1955. (eda/rdkt)
Editor: Alya Karen