Budaya / SeniKolomSosok

Biografi Charles Dickens, Sastrawan Reformis Inggris yang Dicinta

Charles Dickens Muda. (FOTO: The Boston Globe)
Charles Dickens Muda. (FOTO: The Boston Globe)

NUSANTARANEWS.CO, Sastra Inggris – Charles Dickens, sastrawan terkemuka dan kritikus sosial berkebangsaan Inggris meninggal di Tempat Bukit Gad, Higham, Kent, Inggris pada umur 58 tahun, tepatnya 9 Juni 1870. Penulis novel ternama dari masa pemerintahan Ratu Victoria dari Britania Raya ini lahir pada Jumat, 7 Februari 1812 di Portsmouth, Portsea, Hampshire, Pantai Selatan Inggris.

Tokoh sastra bernama lengkap Charles John Huffam Dickens ini dianggap sebagai novelis terbesar di masa Victorian Age. Sebagai novelis, ia sukses menciptakan beberapa karakter paling mengesankan di dunia fiksi seperti yang terdapat dalam karya monumentalnya “Oliver Twist“,  “Great Expectations“, “David Copperfield“, dan “A Christmas Carol“.

Karya-karya Dickens hingga sekarang masih terus dibaca, termasuk di kalangan pembaca Indonesia, khususnya para penulis. Nama Dickens menjadi salah satu nama sastrawan besar dunia yang memikat hati para sastrawan Indonesia dari masa ke masa. Saking populernya, beberapa novel karya Dickens telah diangkat ke layar lebar, seperti “Great Expectations” yang terbit pertama kali pada 1861.

Dickens dengan pengalamannya mampu menciptakan tokoh utama yang kuat dalam novel “Great Expectations“. Pip, tokoh utama tersebut digambarkan sebagai anak lelaki yatim piatu. Karater Pip nyaris mirip dengan sosok Oliver sang tokoh utama dalam novel karya sebelumnya “Oliver Twist“. Dickens mengisahkan Pip sebagai si piatu dengan cita-cita ingin menjadi pria gentleman setelah melakukan pekerjaan kotor dalam hanya dalam beberapa pekan.

Dickens pun berhasil membumbui cerita hidup Pipi dengan drama kriminal dan rasa bersalah, dendam serta rasa dihargai. Dickes juga menyisipkan tokoh Magwitch, seorang narapidana yang menakutkan. Sampai di sini, Dickens nampak tidak ingin membuat para pembaca larut dalam kegetangan. Karena itu, Dickens menyelipkan karakter Estella, seorang perempuan cantik, tegas, cerdas, percaya diri dan sedikit mudah berbangga diri. Estella ini tinggal di istana menyeramkan milik Miss Havisham, sosok pengantin berwajah eksentrik. Sebagai pemanis cerita, Dickens memasukkan unsur romantis yakni ketika Pip dan Estella saling jatuh cinta.

 

Kilas Balik

Dickens adalah anak seorang pegawai tata usaha kecil di kantor kas angkatan laut, John Dickens. Sosok John Dickens mirip sekali dengan tokoh ciptaan Dickens dalam “David Copperfield“, yakni Mr. Micawber. Cerita dalam buku yang diterbitkan pada November 1850 ini, Dickens mengisahkan petualangan seorang pemuda yang melewati masa kecil tak bahagia dan miskin. Sebuah kisah yang samar-samar menampakkan perjalanan hidup Dickens masa muda.

Dickens sempat menghabiskan masa kanak-kanak yang menyenangkan di Chatham, Kent, rekreasi pemandangan ini pun sedikit terurai dalam beberapa novelnya. Saat Dickens berusia 10 tahun, tepatnya tahun 1822, sang ayah dialihkan ke 16 Bayham Street, Camden Town di London seiring hutangnya semakin menimbun hingga memaksa keluarga untuk menjual alat-alat rumah tangga untuk membayar sebagian cicilan hutangnya.

Hal tersebut berlangsur hingga ayahnya menggadaikan rumah, yang akhirnya dipenjara karena tidak mampu melunasi hutang-hutangnya. Ketika umurnya 12 tahun, Charles Dickens bekerja di sebuah gudang untuk menempelkan label pada botol. Hal itu berlangsung hingga enam minggu. Pengalaman pahir ini sungguh menurunkan derajatnya sebagai pemuda. Dickens pun sempat menulis bahwa tidak ada kata-kata yang mampu mengekspresikan rahasia penderitaannya itu.

Bagaimana tidak, masa muda yang seharusnya menjadi masa perkembangan pembelajaran bagi Dickens itu hancur. Hal ini ditunjukkan dalam David Copperfield, ketika David harus bekerja di gudang botol anggur. Ayahnya dibebaskan dari penjara, namun ibunya masih mengharapkan Dickens melanjutkan pekerjaannya itu.

Kendati pahit, ia tak menyerah. Daya hidupnya justru meningkat. Dua tahun setelah masa kelam itu, ia masuk sekolah Akademi Wellington. Setelah ia berumur lima belas tahun, pada Mei tahun 1827, ia mendapatkan posisi di firma hukum Ellis and Blackmore berkat koneksi ibunya, yang memaksanya berhenti sekolah. Dalam pekerjaan itu, ia belajar sendiri hingga dapat melaporkan diskusi. Pada waktu yang sama, dia belajar tentang hidup di London dan ia sering menghadiri teater, bahkan mengambil pelajaran acting dalam jangka pendek.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Kemudian, pada November 1828, ia pindah ke firma hukum Charles Molley, masih dengan posisi yang sama namun hanya bertahan selama lima bulan, karena merasa hukum bukan karier yang cocok untuknya. Pekerjaan berikut adalah petugas steno pengadilan, pada tahun 1829. Sebelumnya, ia harus lebih dahulu mempelajari sistem Gurney untuk menulis cepat, yang dikuasainya dengan mudah berkat ingatan kuatnya.

Selama masa ini, sesungguhnya ia berkesempatan menjadi seorang aktor. Dia bahkan hendak mengikuti audisi untuk Lyceum Theater, namun ia jatuh sakit. Di usia 18 tahun, Dickens kerap tampil membacakan karya-karya William Shakespeare, History of England oleh Goldsmith, juga Short Account of The Roman Senate karya Berger.

Sepanjang karir menulis yang membanggakan, Dickens juga dikenal sebagai sosok yang aktif melakukan perkerjaan sosial. Maka tak heran, bila karya Dickens mendapatkan popularitas dan ketenaran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dimana pada abad ke dua puluh kesusasterateraan Dickens sepenuhnya diakui oleh para kritikus dan pelajar.

 

Jurnalis Produktif

Dickens lalu menjadi reporter untuk True Sun (1830-1832), Mirror of Parliament (1832-1834), dan The Morning Chronicle (1834-1836). Dickens dikenal sebagai reporter yang akurat dan cepat. Mulanya, Dickens mantap menekuni dunia literasi pada tahun 1832. Hal itu ditandai dengan profesi yang dia pilih yakni jadi seorang jurnalis parlementer untuk dua koran London sekaligus.

Dua tahun kemudian Dickens bergabung dengan koran The Morning Chronicle. Karirnya dalam dunia fiksi pun dimulai dengan cerita-cerita pendek dan esai. Esai pertamanya yang  dipublikasikan adalah A Dinner at Poplar Walk, pada Desember 1833 di Monthly Magazine.

Dari pengamalan ini, Dickens diminta menulis rangkaian sketsa kehidupan kota London. Permintaan itu disajikan dalam Sketches by Boz yang beredar secara berangsur yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1836 dengan ilustrasi oleh George Cruikshank.

Inilah gerbang terang bagi Dickens untuk mendedikasikan hidupnya sebagai seorang penulis yang kelak menjadikannya sebagai Sastrawan terkemuda Inggris bahkan dunia. Pilihan mantap menjadi penulis, menuntun dirinya pada tawaran menulis sebuah rangkaian Koran bulanan tentang sekelompok orang Inggris lucu. Tulisan ini berjudul The Posthumous Papers of the Pickwick Club atau The Pickwick Papers diterbitkan secara bulanan dari April 1836 hingga November 1837. Dan setelah beredar, reputasi Dickens sebagai penulis pun semakin dipercaya.

Selama masa awal perilisan The Pickwick Papers, Dickens berhenti sebagai reporter untuk menjadi editor majalah bulanan Bentley’s Miscellany. Disamping itu, dia mantap mencurahkan seluruh waktunya untuk menulis. Daya hidup sebagai penulis benar-benar ia curahkan. Terbukti, mutu karya-karya yang ditulisnya pun meningkat. Sering waktu berjalan, beberapa novel karyanya diterbitkan seperti “Oliver Twist” dan “Nicholas Nickleby“. Walaupun di awal-awal diterbitkan secara berseri di Bentley’s Miscellany pada tahun 1837.

Produktifitas Dickens benar-benar nyata, dimana sebelum Oliver Twist berakhir, Dickens sudah mulai menerbitkan Nicholas Nickleby secara bulanan pada tahun 1838. Dilanjutkan dengan The Old Curiosity Shop dan Barnaby Rudge pada tahun yang sama, 1841. Wajar bila Dickens dinobatkan sebagai penulis paling terkenal di inggris pada tahun 1840.

Tahun 1849, Dickens memulai salah satu novelnya yang paling utama, yaitu David Copperfield yang selesai pada tahun 1850. Temannya John Forster mengusulkan untuk bercerita sebagai orang pertama dalam novel itu, dan saran ini terbukti menjadi metode yang sempurna bagi Dickens untuk mengisahkan awal latar belakang hidupnya. David Copperfield menjadi “anak yang disukai” dari penulisnya dan di dalamnya Dicken menulis penjelasan tentang pengalamannya sendiri. Hal itu tidak hanya menghasilkan novel yang baik, tapi juga menjadi samaran otobiografi Dickens sendiri.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Menyusul David Copperfield, Dicken menulis sejumlah novel yang pahit dan sengit seperti Bleak House (1852-1853), Little Dorrit (1855-1857), dan Our Mutual Friend (1864-1865). Bleak House merupakan sebuah karangan sindiran untuk pengadilan hukum, sedangkan “Hard Times dan Little Dorrit” bercerita tentang penderitaan dari kekejaman sosial yang tak terkendali.  Selama itu pulan, tahun 1850, Dickens mendirikan jurnal mingguan “Household Words” yang memuat karya-karyanya, yaitu A Child’s History of England (1851-1853), Hard Times (1854), A Tale of Two Cities (1859), dan Great Expectations (1860-1861).

 

Petualangan Abadi

Sepanjang akhir hidupnya, Dickens menempuh perjalanan di Inggris dan Amerika. Perjalanan yang dilalui sang penulis reformis ini ialah dunia panggung. Dimana waktu itu, tepat saat dia bercerai dengan istrinya, ia banyak terlibat dalam pertunjukkan pembacaan puisi.

Tidak hanya menulis, Dickens juga ikut membacakan, memberinya kesempatan mengekspresikan kecintaannya pada dunia panggung. Ia tampil di lebih dari 400 kali pertunjukan sastrawa. Pertunjukan ini membuatnya kelelahan dan sakit; sehingga saat kesehatannya jauh menurun, ia dilarang tampil kembali oleh dokter.

Di tengah kesehatannya yang terus memburuk, pada tahun 1869, ia mulai menulis The Mistery of Edwin Drood yang mulai diterbitkan tahun 1870. Kemudian, tanggal 9 Juni, Dickens meninggal dunia secara tiba-tiba di Gad’s Hill Place, rumah impiannya sejak kecil yang dibelinya pada tahun 1856, dan dimakamkan di Westminser Abbey. Sehari sebelumnya, 8 Juni 1870, Dickens mengalami stroke di rumahnya, setelah bekerja sehari penuh di Edwin Drood. Keesokan harinya ia meninggal bersamaan dengan peringatan lima tahun kecelakaan kereta api Staplehurst 9 Juni 1865.

Menueurt J. Green,  dalam bukunya Famous Last Words Green, Dickens sempat mengujarkan kata-kata terakhir sebelum tutup usia. Sebagaimana dilaporkan dalam berita kematian di The Times, tulis Grees, Dickens berkata-kata: “Be natural my children. For the writer that is natural has fulfilled all the rules of art.” Yang berarti “Bersikaplah alami anakku. Karena penulis yang alami telah memenuhi semua aturan seni.”

Bahkan, ketika ia wafat, Dickens sedang mengerjakan sebuah novel “The Mystery of Edwin Drood“. Telah banyak penulis mencoba untuk menyelesaikan akhir dari novel tersebut, tapi tak ada satu pun yang berhasil melakukannya.

Dalam catatan Patti Kirkpatrick, Dickens juga pungan keinginan untuk dimakamkan di Rochester Chatedral “dengan cara murah, bersahaja, dan sangat pribadi,” ia kemudian dikuburkan di Poets’ Corner di Westminster Abbey. Sebuah batu nisan terpancang di makamnya, dan berbunyi: “Untuk mengenang Charles Dickens (penulis Inggris yang paling populer) yang meninggal di kediamannya, Higham, dekat Rochester, Kent, 9 Juni 1870, di usia 58 tahun. Dickens simpatisan dengan orang yang miskin, mengalami penderitaan, dan tertindas; Dan dengan kematiannya, Inggris kehilangan salah satu penulis terbesar yang ada di dunia”.

Lalu, lima hari setelah pemakaman Dickens di Abbey, Minggu, Juni 19, 1870, Kepala Gereja Arthur Penrhyn Stanley menyampaikan syair memorial, memujinya dengan “sosok humoris yang ramah dan penuh kasih yang sekarang kita berduka atas kepergiannya”, kemudian menunjukkan dengan melanjutkan “yang bahkan ketika berurusan dengan adegan terkelam dan karakter yang paling rusak sekalipun, seorang jenius masih tetap bersih, dan kegembiraan menjadi hal tak berdosa.” Menunjuk ke bunga segar yang menghiasi kuburan sang novelis, Stanley meyakinkan mereka yang hadir bahwa “tempat itu sejak saat itu akan menjadi salah satu tempat suci bagi Dunia Baru maupun Dunia Lama, seperti halnya bagi para wakil sastra, tidak di pulau ini saja, tetapi bagi semua orang yang bicara dengan bahasa Inggris.”

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Bahkan, menurut data yang ada, Dickens berwasiat agar tidak perlu ada monumen peringatan yang didirikan untuk menghormati dirinya. Hanya ada satu patung perunggu seukuran Dickens, yang pada tahun 1891 dibuat oleh Francis Edwin Elwell, diletakkan di Clark Park di Spruce Hill daerah Philadelphia, Pennsylvania di Amerika Serikat. Sofa tempat di mana dia meninggal disimpan di Museum Tempat Kelahiran Dickens di Portsmouth.

 

Kisah Cinta

Dicken pernah jatuh cinta kepada Maria Beadnell yang pertama kali dikenalnya pada tahun 1830, namun tidak disetujui oleh ayah Maria. Cinta itu tumbuh ketika Dickens masih sebagai Jurnalis. Lantaran tak dapat restu orang tua gadis yang dicintainya, cintanya pun pupus. Kendati demikian, ternyata Maria menjadi sumber inspirasi Dickens dalam menciptakan tokoh Dora, istri pertama David Copperfield.

Selanjutnya, seiring kesuksesannya menulis The Pickwick Papers, Dickens menikahi Catherine Hogarth, adik kandung George Hogarth, editor The Morning Chronicle pada April 1836. Pernikahan itu digelar setelah kedua berstatus tunangan selama setahun dan dua tahun setelah pertemuan pertama mereka.

Namun, sebagian pengamat berpendapat bahwa inspirasi Dickens untuk tokoh Dora adalah Mary Hogarth, adik Catherine yang tinggal bersama mereka dan meninggal di lengan Dickens

pada usia 17 tahun. Dickens diduga lebih mencintai Mary; ia bahkan meminta dimakamkan di samping Mary, dan selalu memakai cincinnya hingga ia meninggal. Dickens juga diduga jatuh cinta pada saudari Catherine yang lain, yaitu Georgina Hogarth, yang tinggal bersama mereka pada tahun 1842 dan membantu mengurus rumah tangga mereka. Akhirnya, Dickens bercerai dengan istrinya dua puluh tahun kemudian.

Ketika Dickens sedang dirundung masalah dalam pernikahannya, pada tahun 1857, Dickens bertemu dengan Ellen Ternan, yang kemudian mendampinginya hingga akhir hidupnya. Ellen, beserta ibu dan kakak perempuannya, terlibat dalam sebuah produksi drama komersil yang disponsori oleh Dickens. Dickens bercerai dengan istrinya pada Juni 1858, namun Dickens tidak pernah menikahi Ellen Ternan.

 

Karya utama Charles Dickens

The Pickwick Papers (1836), Oliver Twist (1837–1839), Nicholas Nickleby (1838–1839), The Old Curiosity Shop (1840–1841), Barnaby Rudge (1841), Buku-buku tentang Natal: A Christmas Carol (1843), The Chimes (1844), The Cricket on the Hearth (1845), The Battle of Life (1846), Martin Chuzzlewit (1843-1844), Dombey and Son (1846–1848), David Copperfield (1849–1850), Bleak House (1852–1853), Hard Times (1854), Little Dorrit (1855–1857), A Tale of Two Cities (11 Juli 1859), Great Expectations (1860–1861), Our Mutual Friend (1864–1865), The Mystery of Edwin Drood (belum selesai) (1870). Sedangkan karya-karya Charles Dickens yang lain antara lain Sketches by Boz (1836), American Notes (1842), dan A Child’s History of England (1851–1853).

Charles Dickens juga produktif menulis Cerita Pendek, seperti “A Christmas Tree”, “A Message from the Sea”, “Doctor Marigold”, “George Silverman’s Explanation”, “Going into Society”,  “Holiday Romance”,  “Hunted Down”, “Mrs. Lirriper’s Legacy”, “Mrs. Lirriper’s Lodgings”, “Mugby Junction”, “Perils of Certain English Prisoners”, “Somebody’s Luggage”, “Sunday Under Three Heads”, “The Child’s Story”, “The Haunted House”, “The Haunted Man and the Ghost’s Bargain”, “The Holly-Tree”, “The Lamplighter”, “The Seven Poor Travellers”,  “The Trial for Murder”,  “Tom Tiddler’s Ground”, “What Christmas Is As We Grow Older”, dan “Wreck of the Golden Mary”.

 

Penulis: Mugi Riskiana

Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 2