Ekonomi

Begini Kondisi Perekonomian Malaysia di Masa Najib Razak

mahathir mohamad, najib razak, pemilu malaysia, pemimpin malaysia, perekonomian malaysia, ekonomi malaysia, perdagangan malaysia, mata uang malaysia, pertumbuhan ekonomi malaysia, pakatan harapan, barisan nasional
Mahathir Mohamad menggantikan Najib Razak sebagai PM Malaysia usai Pemilu 2018 dimenangkan barisan Pakatan Harapan yang dipimpin Mahathir. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pakatan Harapan (Alliance of Hope) yang dipimpin Mahathir Mohamad sukses menumbangkan Najib Razak dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Malaysia yang digelar pada 10 Mei 2018 lalu. Kemenangan mengejutkan ini membuat Mahathir harus memimpin Malaysia di usianya yang sudah tak muda lagi, 92 tahun.

Pakatan Harapan memenangkan Pemilu Malaysia usai memperoleh 115 kursi, lebih banyak dari yang diperlukan untuk menang yakni 112 kursi. Najib Razak terpaksa harus melepaskan jabatannya kepada Mahathir untuk memimpin Malaysia.

Di lain pihak, ekonom AEPI Salamuddin Daeng mengatakan kondisi Malaysia sebelum Najib Razak berhasil ditumbangkan tak cukup bagus, terutama di bidang perekonomian. Pertumbuhan ekonomi Malaysia melemah.

“Bank dunia menyebutkan kondisi malaysia saat ini memburuk, pertumbuhan malaysia di bawah 5 persen dan jatuh menuju 4.8 persen,” katanya melalui keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Baca juga: 4 Hal yang Perlu Diketahui dari Sosok Mahathir Mohamad

Kedua, kata dia, ketergantungan ekonomi yang semakin besar pada utang. Total pinjaman pemerintah sebesar RM685,1 miliar (S $ 231 miliar) tahun 2017, membentuk 50,9 persen ekonomi Malaysia, atau Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

“Lemahnya kemampuan utang, yang diukur sebagai rasio pembayaran bunga terhadap pendapatan,” ujarnya.

Menurut Daeng, kekhawatiran lain adalah pembayaran pemerintah yang dirahasiakan untuk membantu perusahaan negara yang jika tidak akan bangkrut. Perusahaan-perusahaan ini tidak termasuk dalam laporan anggaran, atau ‘keluar dari buku’.

Selanjutnya, ringgit adalah mata uang dengan kinerja terburuk sepanjang tahun 2016 sampai sekarang. Malaysia adalah salah satu yang paling terpengaruh pasar negara berkembang secara global dari volatilitas keuangan di tengah dolar yang lebih kuat dan kenaikan suku bunga AS. Selain juga dipicu oleh masalah keuangan internal negara tersebut.

Daeng melanjutkan, Malaysia terpuruk di bawah skema penguasaan modal Cina. Negara terikat dalam Belt and Road initiative (BRI) dan menjadikan Malaysia is one of the largest beneficiaries of Chinese investment commitments in Asia, dengan nilai komitmen uang Cina yang akan masuk sebesar $34.2 miliar ke dalam mega proyek infrastruktur.

Baca juga: Benarkah Gelombang Pemilu Malaysia Tengah Menuju Indonesia?

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

“Cina membeli tanah, mengembangkan kota-kota mewah, tidak menguntungkan bagi rakyat malaysia. Demikian kata oposisi mengenai investasi Cina. Sebagai contoh misalnya, proyek Kotapraja senilai $ 100 miliar oleh pengembang China Country Garden (2007.HK) di zona ekonomi khusus Iskandar Malaysia negara bagian Johor,” ungkapnya.

Kemudian oposisi mengajukan pertanyaan tentang minat tiba-tiba Cina di Malaysia dengan rezim Najib Razak membuka tangan lebar lebar dan segala hal lain untuk janji-janji pinjaman besar Beijing. Dari 2010 hingga 2016, perusahaan milik negara Cina membangun dan menginvestasikan proyek senilai US $ 35,6 miliar (S $ 50 miliar) di Malaysia, menurut Bank Dunia dan Departemen Statistik Malaysia.

“Beberapa proyek gagal (Forest City) juga menjadi perhatian, ditambah dengan pembatalan kesepakatan bandar Malaysia dengan perusahaan kereta api Cina CREC,” bebernya.

Selanjutnya, mega proyek kereta cepat RM55 miliar yang menghubungkan Kuala Lumpur ke pantai timur di Singapura. Ini akan dibangun oleh perusahaan Cina. Pemerintah mengatakan 30 persen dari pekerjaan akan melibatkan kontraktor lokal sebagai bagian dari perjanjian dengan perusahaan besar China Construction Construction Company. Namun, oposisi di Malaysia mengatakan mereka melihat dengan hati-hati investasi berlimpah Cina ke Malaysia.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Baca juga: Enam Kunci Kemenangan Mahathir Mohamad Jadi PM Malaysia

“Pemerintah Malaysia membuat kesepakatan untuk menjual aset energinya ke China General Nuclear Power Corporation (CGN) dan anak perusahaannya sebesar 9,83 miliar Ringgit ($ 2,3 miliar), telah menimbulkan kontroversi. Situasi krisis membawa ancaman bagi perkembangan demokrasi dan masyarakat ke dalam perpecahan dan distrust,” papar Daeng.

Pada Meret 2018, pihak berwenang memperkenalkan hukum baru bagi orang orang yang dianggap melanggar dengan tuduhan menyebarkan berita palsu, hoax, yang telah dikritik oposisi sebagai upaya untuk menahan perbedaan pendapat dan kemerdekaan berbicara.

“Hanya satu yang berbeda dengan Indonesia. Oposisi Malaysia lugas lantang dalam beroposisi dan mampu menginspirasi rakyat. Sementara oposisi di Indonesia masih malu, ragu dan takut, mengkritik kebijakan pemerintah,” tandasnya. (red/ed/nn)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,050