Mancanegara

Bailout Prancis Menjadi Langkah Praktis Pertama Eropa Melawan AS

Bailout Prancis menjadi langkah praktis pertama Eropa
Bailout Prancis menjadi langkah praktis pertama Eropa melawan AS/Foto: Tehran Times

NUSANTARANEWS.CO – Bailout Prancis menjadi langkah praktis pertama Eropa melawan AS. Presiden Prancis Emmanuel Macron dilaporkan telah menawarkan paket pinjaman sebesar US$ 15 miliar kepada Iran sebagai kompensasi atas penarikan Amerika Serikat (AS) dari JCPOA. Proposal ini tampaknya merupakan langkah praktis pertama Eropa untuk menentang sanksi maksimum AS terhadap Iran dan sekaligus mendorong Teheran agar tetap komit dengan Pakta Kesepakatan Nuklir Iran 2015.

Dilaporkan bahwa delegasi senior Iran telah tiba di Paris pada hari Senin (2/9) untuk membahas rincian paket bailout tersebut. Seorang pejabat senior AS mengatakan inti dari paket itu adalah semacam letter of credit senilai US$ 15 miliar yang akan memungkinkan Iran mendapatkan uang tunai dari penjualan minyaknya. Seperti diketahui, saat ini seluruh uang hasil penjualan minyak Iran telah dibekukan oleh bank-bank di seluruh dunia yang terkoneksi dengan sistem keuangan AS.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

Nilai bailout Prancis ini, setara dengan pendapatan setengah dari ekspor minyak Iran dalam setahun. Presiden Macron sendiri tidak banyak berkomentar terkait rincian perundingannya dengan Iran. Yang jelas, jika pembicaraan bilateral Perancis dan Iran di Paris berhasil maka kemungkinan besar Iran akan tetap menjaga komitmennya sesuai dengan kesepakatan semula. Di samping dapat menerobos kebuntuan pembicaraan tentang masalah regional yang lebih luas.

Meski menjadi bahan pembicaraan antara Presiden Prancis dan Presiden AS Donald Trump di KTT G-7 akhir pekan lalu, Macron dan Trump menolak memberi komentar kepada publik. Namun menurut seorang pejabat di Washington proposal Prancis mendapat dukungan penuh dari negara-negara Eropa lainnya. Dengan kata lain, AS gagal mendapat dukungan Eropa untuk menerapkan sanksi maksimal kepada Iran.

Masih belum jelas apa yang akan dilakukan oleh Presiden Trump. Tapi penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, telah menegaskan bahwa dirinya menentang keras perjanjian semacam itu.

Baca Juga:  Keluarnya Zaluzhny dari Jabatannya Bisa Menjadi Ancaman Bagi Zelensky

Tanpa persetujuan Washington, bank-bank Eropa bisa saja akan terkena risiko sanksi oleh AS.

Pada hari Jumat Badan Energi Atom Internasional mengkonfirmasi bahwa Iran telah memperkaya uranium hingga kemurnian 4,35 persen, tepat di atas 3,67 persen yang diizinkan berdasarkan kesepakatan, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama.

Tapi tingkat pengayaan itu masih berada dalam batas wajar untuk menghasilkan bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga nuklir. Stok bahan bakar Iran sekarang juga melebihi 300 kilogram, berdasarkan perjanjian itu, lapor badan energi.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif selama pertemuan mengatakan kepada presiden Prancis bahwa Iran akan memasuki tahap ketiga pembatalan kesepakatan nuklir pada 6 September mendatang jika penandatangan yang tersisa gagal memastikan kepentingan Iran dilindungi. Dalam hal ini, Teheran mengatakan akan mulai memperkaya uranium di luar batas kemurnian 3,67% yang ditetapkan oleh JCPOA dan secara bertahap meninggalkan kewajiban nuklirnya dalam interval 60 hari, kutip Sputnik.

Baca Juga:  Mantan Komandan NATO Menyerukan untuk Mengebom Krimea

Apakah pembicaraan Iran dan Perancis yang mendapat dukungan penuh negara-negara Eropa akan berhasil? Sementara di sisi lain, Israel sangat tidak menginginkan kesepakan itu berjalan dan Netanyahu sangat khawatir bila Presiden Trump membuat semacam kesepakatan dengan Iran.

Cina dan Rusia sendiri tampaknya tidak mampu “menekan” Iran. Apalagi kini Iran sedang berada di atas angin dalam pertempuran geopolitik dan militer di kawasan regional. Iran mampu menancapkan proksinya dengan kuat di Lebanon, Yaman, Suriah bahkan Irak. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,055