Budaya / SeniPuisi

Alegori, Alter Ego dan Placebo

Puisi Achmad Hidayat Alsair

Placebo

Nanti sakitku mengubah warna cahaya di lorong bangsal
dukungan usaha sia-sia membaca resep dokter dan senyawa kimia dalam obat
berujung pada tidur siang terpanjang : hingga malam
bahkan dalam mimpi pun astralku merasa demam

Lidah menolak segala rasa dengan cara menyebar pahit
indera tersisa berusaha tetap bekerja walau lampaui batas
sementara kulit menyuburkan peluh, hujan seolah pindah ke tubuhku
teh hangat lupa diseduh, lanjutan gagalnya perundingan perihal jam besuk

Puisi-puisi jelas diragukan berhasil datangkan pemulihan
tabib pertama peradaban tak bertetangga dengan pembaur diksi
maka apa yang manjur selain cemilan tablet dan selang infus?
mungkin mengurangi tuntutan tubuh untuk menguasai malam

(Makassar, Februari 2017)
Alegori

Seperti benih-benih jingga yang setia lengkapi parade harian awan
dan usahanya untuk segera hilang dari jangkauan pintu rumah
tanpa permisi, tamu yang harusnya kurir kabar
malah mengajari anak-anakku cara uraikan kemacetan sebagai kelakar

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Seperti pantai dan pondok yang pandai menyulut pertemuan
sebab alasan-alasan membatasi waktu untuk mengelak
sengaja dilangsungkan upacara ingatan di penghujung sore
meski hafalan puisi hujan memuai, saat kemarau sepanjang pekan tetap utuh

(Makassar, Februari 2017)

Alter Ego

Kusimpan terik matahari timur
agar dia tahu betapa giat
rindu mengukir setiap senti daun pintu dengan presisi

Jam malam dimulai kembali
segera kubur jurnal perjalanan seorang demonstran
karena buku-buku kini dinobatkan jadi ancaman negara

Dengar, detak arloji semakin nyaring
bergulir di kepala para serdadu
seusai serpih pelukan menjadi berhala di garis depan

Jangan sekali-kali mengabadikan satu musim
pergantian tarikh adalah wewenang almanak
kita hanya mengucap dialog rutin awal pekan, contohnya gerutu

Kelahiran, upacara paling khidmat
melepas jabang bayi di bibir belantara
tanpa bekal, kudoakan dia semoga cepat tertawa

Kuperas rahim muson di kamar
perintah hujan bertolak diam-diam
berharap dewata kembali mengingat khidmat senandung

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

(Makassar, Januari 2017)

Achmad Hidayat Alsair. Mahasiswa tingkat akhir di jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Hasanuddin, Makassar. Sedang gandrung menulis fiksi dan menghindari topik pembicaraan skripsi. Yang terbaru, puisi-puisinya termasuk dalam buku antologi bersama Hari Puisi Indonesia Makassar Kata-kata yang Tak Menua (2017). Bisa dihubungi melalui sur-el [email protected].

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 143