Hukum

ALASKA: Jihad KPU Lawan eks Napi Korupsi Jadi Caleg Terbentur Sikap Presiden

Gedung KPU Pusat. Foto: Dok. KPU
Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Foto: Dok. KPU)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (ALASKA) menilai sikap Presiden Indonesia Joko Widodo menolak terhadap usul Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang eks napi koruptor menjadi calon anggota legislatif (caleg) di pemilu yang akan datang bertentangan dengan Nawacita. Dimana, Nawacita salah satunya ialah menciptakan revolusi sistem pemerintahan yang bersih dari korupsi.

“Dan Hal ini menjadikan Nawacita jadi Nawa duka,” ujar Koordinator ALASKA, Adri Zulpianto dalam keterangan resmi yang diterima NUSANTARANEWS.CO, Jakarta, Jumat (1/6/2018).

Baca:

Maka dari itu, kata Adri, ALASKA yang terdiri dari Lembaga Kaki Publik (Lembaga Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik) bersama CBA (Center For Budget Analysis) meminta kepada KPU untuk tetap berjihad melawan koruptor dengan cara melarang eks napi korupsi sebagai anggota legislatif.

Adri mengungkaplam, diperkirakan napi koruptor yang akan ikut menjadi caleg 2019 akan semakin banyak dan meningkat. Hal ini berdasarkan data pada Tahun 2016, terdapat 1.101 tersangka kasus pidana korupsi dengan mengalami kerugian negara hingga mencapai 1.5 Triliun. Dan Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2017 dengan 1.298 tersangka kasus korupsi yang mengakibatkan peningkatan kerugian negara mencapai 6.5 Triliun.

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

“Kalau mantan Napi Koruptor tidak dilarang menjadi Caleg, maka bisa bisa Partai Politik dikuasai oleh mantan para koruptor, yang bukan hanya merusak partai politik tapi juga bisa merusak lembaga legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat. Atau tahun 2019, lembaga legislatif bukan lagi sebagai lembaga perwakilan rakyat tapi sudah berubah menjadi lembaga perwakilan koruptor,” kata Adri.

Selain itu, lanjutnya, alasan lain kenapa Napi korupsi harus dilarang menjadi caleg. Karena jika dibiarkan mereka jadi caleg merupakan bentuk ketidakadilan bagi caleg miskin. Dtengarai mantan napi korupsi ini masih memiliki harta kekayaan tersembunyi dan melimpah yang bisa mempengaruhi para pemilih.

“Pada saat mantan napi korupsi diproses hukum, para penyidik tidak menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada banyak tersangka koruptor. sehingga harta tersangka korupsi ini masih masih aman tersimpan untuk modal politik,” jelasnya.

Baca Juga:

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sukses Kembalikan 15 Sepeda Motor Curian kepada Pemiliknya: Respons Cepat dalam Penanganan Kasus Curanmor

Tak hanya itu, sambungnya, ALASKA juga menengarai harta kekayaan Napi Koruptor ini bisa digunakan sebagai modal untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Harta kekayaan ini juga bisa digunakan untuk mempengaruhi masyarakat agar mereka dapat terpilih dibandingkan dengan caleg miskin atau Dhuafa.

“Kami menolak mantan Napi koruptor menjadi Caleg. mereka tidak pantas mewakili rakyat, karena mantan napi ini sudah memiliki dosa besar terhadap masyarakat, Dosa besar tersebut diperlihatkan ketika mereka, mencuri uang rakyat dan memiskinkan rakyat,” tandasnya.

Pewarta: Achmad S.
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,141