Hukum

Lawan Kelompok Begal, Tokoh Muda NU Apresiasi Aksi Heorik Santri Irfan

santri waru pamekasan, m irfan bahri, ahmad rofik, kelompok begal, begal bekasi, bekasi, kasus irfan-rofik, pembunuhan pelaku begal, polres metro bekasi
M Irfan Bahri (19) dan Ahmad Rofik (19), dua santri asal Waru Pamekasan yang melawan kelompok begal di Bekasi pada Selasa malam (22/5) lalu. (Foto: Detikcom)

NUSANTARANEWS.CO, Sumenep – M Irfan Bahri (19) dan Ahmad Rofik (19), dua santri asal Waru Pamekasan yang melawan kelompok begal di Bekasi pada Selasa malam (22/5) lalu mendapat penghargaan dari Kapolres Metro Bekasi. Keduanya sempat dijadikan saksi kunci atas pembunuhan pelaku begal. Atas dorongan berbagai pihak, Irfan dan Rofik terbebas dari jeratan hukum.

Apresiasi serupa juga datang dari Nur Faizin. Tokoh muda NU asal Sumenep, Madura ini melihat aksi heroik Irfan dan Rofik patut dicontoh. “Saya kira kita harus angkat topi atas aksi yang dilakukan Irfan-Rofik. Pada kejahatan kita tak boleh takut,” kata dia, Jumat (1/6/2018).

Nur Faizin juga melihat sisi positif aksi Irfan-Rofik menjadi bukti nilai plus pondok pesantren . Menurutnya, pesantren tidak hanya membekali santrinya dengan skill dan kecakapan keilmuan. Pesantren juga membekali santrinya dengan kemampuan untuk melindungi diri.

Koorwil Madura Densus 26 ini juga mengucapkan terimakasih pada pihak kepolisian yang memproses kasus Irfan-Rofik ini secara profesional. Setiap orang yang membela kesalamatan dirinya seyogianya mendapatkan kepastian hukum. Mereka tidak perlu segan-segan untuk membela diri dengan sekuat tenaga. Polisi tidak mungkin menyudutkan korban.

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sukses Kembalikan 15 Sepeda Motor Curian kepada Pemiliknya: Respons Cepat dalam Penanganan Kasus Curanmor

Selain itu, dia berharap ke depan kejadian ini bisa mendorong pesantren untuk lebih berperan aktif. Pesantren, tambahnya, adalah kawah candradimuka keilmuan generasi muda negara ini dalam segala bidang.

Tentang proses pendidikan pondok pesantren yang membentuk karakter dan sikap berani seperti santri Irfan dan Rofik, pdia yang akrab disapa Jen ini menuturkan bahwa selama ini pesantren-pesantren salaf, terutama pesantren basis NU membekali santrinya dengan kemampuan intelektual, mental dan spritual serta kemampun bela diri. Di pondok-pondok itu santri juga diberi ruang untuk ikut ekstrakurikuler Pagar Nusa. Di Pagar Nusa ini santri dilatih dan diolah kemampuan tubuh, jiwa, mentalnya untuk bersiap membela diri dalam berbagai keadaan dan bahaya yang datang tanpa diduga.

“Saya kira kita harus membuka mata lebar-lebar. Pondok pesantren, sekali lagi bukan pendidikan alternatif lagi. Kalau kita bicara keseimbangan antara imtaq dan iptek, maka ya pondok jawabannya. Kalau orang tua memang sayang pada anaknya, baik secara intelektual maupun keselamatan, mereka harus memondokkan anaknya. Tidak boleh tidak. Orang tua harus belajar banyak pada kejadian aksi santri Irfan dan Rofik ini. Saya kira ini satu momentum bersama bagi kita untuk kembali mondok. Untuk bersatu pada dalam gerakan ayo mondok,” tandasnya. (red/nn)

Baca Juga:  Kegiatan Forum Humas BUMN Membuat Perpecahan PWI atas UKW Liar

Editor: M Yahya Suprabana

Related Posts