Berita UtamaFeaturedMancanegara

Al-Waleed Orang Terkaya Ke-57 Dunia Diminta US$ 6 Milyar Sebagai Imbalan Pembebasannya

NUSANTARANEWS.CO – Puluhan tokoh terkenal termasuk para pangeran, menteri dan taipan masih ditahan di Hotel Ritz Carlton yang sekarang berfungsi menjadi penjara mewah bagi elit kerajaan Arab Saudi. Lebih dari 300 elit kerajaan dipanggil dan diinterogasi. Hampir 200 elit lainnya ditahan dan sebagian besar telah menyetujui sebuah ‘penyelesaian’ dengan membayar kepada perbendaharaan negara, kata jaksa agung Sheikh Saud al-Mojeb.

Jaksa Agung mengatakan diperkirakan setidaknya US$ 100 miliar telah hilang dalam penggelapan atau korupsi selama beberapa dekade.

Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan bahwa 95 persen orang-orang yang ditahan itu telah sepakat untuk mengembalikan asetnya ke negara sebagai imbalan pembebasannya.

Terkait dengan itu, pihak Kerajaan Arab Saudi dikabarkan telah menuntut Pangeran Alwaleed bin Talal, salah satu investor besar dunia, untuk membayar sedikitnya US$ 6 miliar sebagai imbalan pembebasannya dari tahanan.

Pangeran berusia 62 tahun itu dikenal termasuk salah satu pemegang saham terbesar di Twitter dan sejumlah bisnis barat lainnya. Menurut majalah Forbes, Al-Waleed merupakan orang terkaya ke-57 di dunia dengan kekayaannya diperkirakan mencapai 18,7 miliar dolar.

Baca Juga:  Kiai Ahmad Hasan Restui dan Dukung Luluk-Lukman Menang di Pilgub Jawa Timur

Menurut Wall Street Journal yang mengutip dari orang-orang yang mengetahui hal ini mengatakan bahwa jumlah tersebut sebagai salah satu jumlah uang terbesar yang diminta oleh pihak berwenang Kerajaan Arab Saudi kepada mereka yang ditahan.

Seperti diketahui Pangeran Alwaleed ditahan sejak bulan November bersama puluhan anggota keluarga kerajaan Arab Saudi lainnya dengan tuduhan korupsi. Sebagian yang ditahan telah dibebaskan setelah mengakui tuduhan terhadap mereka dan menyetujui penyitaan aset dalam jumlah yang sangat besar. Pemerintah Arab Saudi menjelaskan bahwa langkah itu adalah bagian dari kampanye Putra Mahkota MBS untuk melawan korupsi yang telah menyebar luas.

Otoritas Arab Saudi menekankan pentingnya pemberantasan ini. Mereka mengatakan bahwa keuangan negara terkena dampak besar akibat harga minyak yang anjlok. Serta perlu menciptakan lingkungan investasi yang lebih transparan guna mendapatkan investasi asing.

Selain Alwaleed, Pangeran Miteb bin Abdullah telah dibebaskan dari tahanan setelah dilaporkan membayar lebih dari US$ 1 miliar sebagai imbalan pembebasannya.

Baca Juga:  Penyumbang Terbesar, DBHCHT Jawa Timur Layak Ditambah Tahun 2025

Mantan Kepala Keamanan Nasional Arab Saudi ini ditangkap awal November lalu dalam operasi antikorupsi. Pangeran Miteb yang berusia enam puluh lima tahun ini adalah seorang pangeran dengan profil tertinggi di kerajaan Arab Saudi – bahkan dipandang oleh sejumlah kalangan sebagai calon pemegang tahta Kerajaan.

Pangeran Miteb adalah putra almarhum Raja Abdullah yang menempati posisi politik strategis serta memiliki basis pendukung yang kuat di komunitas Garda Nasional. Namun dengan cara mempermalukan dia, dan mengambil uangnya mungkin lebih menguntungkan dan cerdas secara politis.

Menurut pejabat Saudi, pemerintah telah membuat penyelesaian tunai dengan puluhan orang yang ditangkap, yang menghadapi sejumlah tuntutan karena menerima suap, penyuapan, pemerasan dan penipuan.

“Mereka tidak ingin membawa orang ke pengadilan. Sistem peradilan Arab Saudi lamban dan kurang dilengkapi untuk menangani kasus seperti ini. Memulihkan aset juga akan sulit, karena dalam banyak kasus, aset mereka kebanyakan berada di luar negeri, “kata Jane Kinninmont, pakar Arab Saudi di Chatham House.

Baca Juga:  Kemiskinan Masalah Utama di Jawa Timur, Sarmuji: Cuma Khofifah-Emil Yang Bisa Atasi

Upaya penyelesaian dengan membayar tunai ke kas negara merupakan kebijakan MBS yang sedang mempersiapkan perubahan besar guna mengalihkan ekonomi dari minyak ke sektor lain.

MBS juga mempelopori perubahan sosial termasuk memberi izin kepada wanita untuk mengemudi dari pertengahan 2018, serta mengurangi peran polisi agama yang ditakuti negara tersebut. (Banyu)

Related Posts

1 of 5