NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Forum Bela Negara RI, M Dahrin La Ode menjelaskan bahwa pelaku aksi brutal di Mbua, Kabupaten Nduga, Papua beberapa waktu lalu bukan dilakukan Tentara dari Organisasi Papua Merdeka (OMP), melainkan dilakukan salah satu faksi yang ada di dalam OPM.
“Pelaku pembantaian brutal ini bukan anggota Tentara Nasional Papua/Organisasi Papua Merdeka. Melainkan faksi di dalam OPM. Faksi-faksi dimaksud ialah kelompok keras bersenjata; OPM Kapal Layar (OPM bisnis), OPM frustrasi, OPM elite dan seterusnya,” kata Dahrin dalam keterangannya kepada NUSANTARANEWS.CO, Jumat (7/12/2018).
Khusus faksi kelompok keras bersenjata pimpinan Egianus ini kata Dahrin, menggunakan motto; serang, pukul, lari dan tidak terorganisasi. “Selama ini, ciri dan karakteristik serangannya adalah seperti itu,” jelasnya.
Ia menyatakan setiap memperingati hari kemerdekaan Papua Barat yang jatuh pada 1 Desember, kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogaya itu memang kerap melancarkan aksi radikalis. Terbaru aksi mereka menewaskan 31 warga sipil. Diantaranya para pekerja proyek jalan Trans Papua.
“Setelah berlangsungnya upacara memperingati hari kemerdekaan Papua Barat, kelompok ini kerap melakukan kegiatan ekstrem dan radikalistis,” ungkapnya.
Baca juga: Purnawiran TNI AD Tegaskan Pelaku di Nduga Papua Organisasi OPM Bukan KKB
Namun kegiatan mereka kali ini menurut Dahrin, disebut yang paling brutal dari semua kegiatan yang sebelumnya pernah mereka lakukan.
Ia menilai peristiwa pembantaian warga sipil dan anggota TNI yakni Pos Yonis 755/Yalet, di Mbua, Nduga, Papua beberapa waktu lalu disebut sebagai kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang pernah dilakukan oleh kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogaya.
Direktur Eksekutif Center Institute of Strategic Studies (CISS) itu menjelaskan, anggota dari kelompok itu diperkirakan berjumlah sekitar 40-50 personil bersenjata.
Kapendam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi mengatakan apa yang dilakukan sayap militer OPM, dengan melakukan pembunuhan brutal disebut sebagai tindakan tak beradab. “Saya rasa publik bisa melihat, mana yang binatang, mana yang tidak. Kalau ada orang membantai orang tanpa alasan siapa yang binatang?” kata Muhammad Aidi dikutip dari BBC News Indonesia, Kamis (6/12/2018).
Baca Juga:
Pemerintah Diminta Libatkan Satuan Zeni untuk Lanjutkan Pembangunan Papua
Penanganan Gerombolan Separatis Bersenjata OPM Diminta Serahkan Kepada TNI
Dirinya menegaskan keberadaan TNI di Pupua adalah sah berdasarkan institusi NKRI. Sebaliknya, “Keberadaan KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata) legalnya dari mana?” sambungnya.
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan pembunuhan terhadap 19 pekerja jembatan pada jalan Trans Papua dan Distrik Yigi, dilakukan kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya.
Moeldoko menyebut penembakan terhadap pekerja PT Istaka Karya yang membangun proyek tersebut merupakan aksi terorisme. Menurut mantan Panglima TNI ini, pembunuhan itu bukan sekadar kriminal biasa, tapi teror oleh gerakan OPM. “Pelakunya sudah dikenal, dan memang mereka (kelompok Egianus Kogoya),” kata Moeldoko di gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Tudingan Moeldoko ini diakui oleh juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap militer OPM, Sebby Sambom. Ia menyatakan serangan ini dilakukan oleh Panglima Komando Daerah Operasi (Kodap) III Ndugama di wilayah Nduga, Egianus Kogoya.
Editor: Romadhon