Opini

Politik Demokrasi, Antara Persatuan Umat dan Ambisi Kelompok

POLITIK demokrasi, antara persatuan umat dan ambisi kelompok. Berpolitik dan berdemokrasi dalam negeri yang merdeka sesungguhnya tidaklah dilarang. Seluruh warga negara mulai dari pejabat kelas langit sampai orang-orang dikolong jembatan, masyarakat di tengah hutan belantara papua sana, semua memiliki hak yang sama untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Inilah yang dimaksud dengan kedaulatan demokrasi politik.

Negara hadir melalui peraturan yang dibuatnya telah menjamin hak-hak tersebut. Tanpa ada pengecualian apapun. Semua lapisan masyarakat memiliki hak yang sama. Tidak ada yang di spesialkan oleh aturan negara. Tidak ada keistimewaan untuk golongan ini ataupun itu. Tidak ada pengecualian antara kelompok ini dan itu. Ya, semua sama.

Yang tidak pas atau tidak benar adalah, menjadikan agama sebagai alat politik kekuasaan. Seperti yang sedang terjadi waktu terakhir ini. Muncul kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok umat Islam. Yang menjadikan agama sebagai kendaraan untuk menggapai nafsu dan hasrat politiknya. Yang menjadikan Islam sebagai bungkus dari ambisi kekuasaan. Serta merta mereka juga menganggap apa yang dilakukannya itu merupakan misi persatuan Islam.

Baca Juga:  Inggris Memasuki Perekonomian 'Mode Perang'

Walhasil, hal yang demikian itu berujung pada klaim pembenaran bahwa kelompoknya sajalah yang pantas disebut mewakili umat Islam keseluruhan. Dan menafikkan kemerdekaan serta pendapat kelompok yang lainnya.

Padahal dalam pesta demokrasi yang mendatang calon presiden dan wakil presiden adalah sesama muslim. Para simpatisan dan pendukungnya pun sebagian besar juga umat Islam. Sebenarnya kalau kita memahami dengan teliti. Siapapun calon yang terpilih nanti. Toh ia pun juga akan tetap tunduk dan taat pada aturan dan konsensus bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan apa yang ada dalam dasar negara. Pancasila dan Undang-Undang Dasar.

Sementara klaim bahwa kelompoknya dan golongannya sendiri yang layak dan pantas mewakili umat Islam. Sedangkan kelompok yang lainnya mereka anggap sebagai lawan yang harus dikalahkan. Dengan dasar dalil dan ayat yang mereka bawa sebagai pembenar sikap tersebut. Bukankah hal tersebut adalah sikap ceroboh dan arogan sekaligus pembodohan kepada umat terhadap proses demokrasi dan politik itu sendiri?

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Sikap dari kelompok yang mengaku mewakili sekian juta umat di negeri ini bukannya membawa eratnya persatuan dan kesatuan dalam nation state dan keberagamaan. Tetapi justru mengoyak dan menghancurkan persatuan itu sendiri.
Bukankah yang semestinya dianggap sama kemudian dianggap berlawanan karena berbeda pilihan dan pandangan dalam berdemokrasi dan berpolitik itu halnya dengan perongrongan dan pemecah-belahan umat Islam khususnya dan umat beragama pada umumnya?

Lalu penulis mempertanyakan ulang. Di mana letak menyatukan umatnya? Seperti yang mereka gembar-gemborkan selama ini. Di mana letak mereka mengejawantahkan kesamaan hak seluruh warga negara dalam proses demokrasi dan politik? Sudahkah upaya persatuan dan kesatuan umat yang dikatakan dilakukan tanpa merampas hak yang lainnya? Atau semua itu hanya retorika yang membumbung tinggi ke langit tanpa diketahui pangkal ujungnya?

Entahlah, yang jelas hal demikian itu bukan merupakan sikap yang cerdas dari kelompok yang mengatasnamakan dirinya kelompok umat beragama. Kalau boleh penulis katakan, sikap demikian itu tidak ada representasi agamanya. Menjual agama sebagai bungkus pembenaran setiap tindakan dan hasrat politiknya adalah tindak kelewat batas.

Baca Juga:  Seret Terduga Pelaku Penggelapan Uang UKW PWI ke Ranah Hukum

Penulis: Erwan Dwi Wahyunanto, Ketua Umum PMII Cabang Ponorogo

Related Posts

1 of 3,050